Sejarah Kopi Priangan
Kopi priangan ini ternyata merupakan jenis kopi primadona bagi para penguasa yang ingin meraup laba. Namun para petani yang pada saat itu sedang menderita pun juga tidak tinggal diam untuk mengambil alih haknya. Mulanya para petinggi yaitu kongsi dagang asal hindia timur atau yang lebih dikenal dengan sebutan VOC yang berada di Jawa tersebut juga tidak menyangka jika bibit tanaman baru yang berasal dari India Selatan tersebut akan memberikan dampak yang sangat luar biasa. Bibit baru tersebut mereka tanam pada kebun masing masing di abad ke 17 dan pada saat itu kopi merupakan sumber utama penghasilan oleh para Kerajaan Belanda.
Kemudian setelah tanaman baru tersebut berbuah maka para petinggi VOC mengirimkan biji kopi segenggam sebagai contoh bibit ke Heeren Zeventien atau kepada para direktur VOD yang ada di Amsterdam di tahun 1706. De Heeren Zeventin kemudian memberikan saran supaya pembudidayaan kopi ini mendapatkan perhatian dari pihak Gurbenur yaitu Jenderal J Van Hoorn. Kemudian Van Hoorn meresponnya dengan cepat lalu membagikan tanaman tersebut pada kepala pribumi yang berada di bagian pesisir Batavia hingga di wilayah Cirebon. Hingga budidaya bergeser ke dataran tinggi tersebut hasilnya jauh lebih memuaskan. Kemudian pada tahun 1711 pertama kalinya bupati Cianjur menyetorkan kopi pertama dari Jawa ke VOC.
Harga kopi priangan yang semakin tinggi tersebut membuat pembudidayaan kopi semakin meluas. Kemudian para bupati serta bangsawan turut serta beramai ramai untuk menanamnya dan VOC menjadikan kawasan Priangan tersebut sebagai pusat penghasil kopi. Para awalnya VOC membeli kopi dari hasil panen milik petani. Namun melihat bahwa kopi sangat memberi keutungan maka lambat laun VOC memaksakan jual beli kopi dengan memberikan harga di bawah pasar. Kemudian VOC menancapkan monopoli dengan memberikan larangan menjual kopi pada pedagang swasta dan apabila di langgar maka akan dikenakan hukuman. VOC juga memberikan aturan setoran wajib pada seluruh kepala wilayah yang memiliki kewenangan untuk mengontrol serta memobilisasi rakyat dalam menanam kopi.
Sejak saat itu hidup petani mulai terpuruk sebab Gubernur Jenderal memberikan kebijakan penurunan harga kopi dengan sangat drastis. Dan para petani melawan dengan merusak tanaman kemudian kabur dari area perkebunan sehingga menyebabkan kebun kopi terlantar dengan dampak kemunduran. Sehingga untuk mengembalikan kondisi sebelumnya memerlukan waktu sekitar 60 tahun. Kemudian perluasan budidaya kopi tersebut membuat VOC memaksa para petani yang ada di Priangan untuk menanam kembali dan menyerahkan hasilnya pada VOC namun para petani tetap melawan. Dan dampak dari perlawanan tersebut membuat VOC bangkrut sehingga digantikan oleh pemerintahan kolonial yang tetap menjadikan kopi asal priangan tersebut sebagai komoditas paling penting. Hingga pada akhirnya kopi priangan benar benar jatuh di tangan para petani dan para petani mendapatkan hasil yang setimpal atas jerih payahnya tersebut.
Citra Kopi Priangan Semakin Membaik
Saat ini usaha kebun kopi yang di olah oleh rakyat Indonesia yang ada di Jawa Barat tersebut semakin melonjak sebab mendapatkan pesanan dalam jumlah banyak dari eksportir dan juga dari pebisnis domestik. Citra kopi priangan tersebut menjadi sangat sukses di mata pasar dunia serta pesanan terhadap kopi ini terus mengalir yaitu tepatnya setelah terjadinya keanjlokan produksi di wilayah kaki Gunung Sinabung Sumatra Utara. Kemudian AEKI atau wakil ketua asosiasi eksportir kopi di Indonesia Jawa Barat yaitu Iyus Supriatna yang berada di Bandung tersebut memberikan arahan bahwa fenomena tersebut cara tidak langsung memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap adanya permintaan serta harga hasil panen. Terlebih jika kopi asal Priangan ini mendapatkan nama internasional sebagai jawa preanger coffe yang kemudian membuat para pecinta kopi dunia mulai mencari dan menjajal cita rasanya yang cukup spesifik.
Diketahui bahwa sentra produksi dari kopi priangan yang berada di kawasan tinggi yaitu seperti yang ada di kabupaten bandung, sumedang, garut, kabupaten bandung barat seperti cianjur, majalengka, sukabumi, ciamis dan tasikmalaya tersebut mampu menghasilkan kopi merah dalam jumlah Rp. 7.000,- untuk per kilogramnya yang berasal dari para petani. Kemudian kopi priangan ini akan terus mendapatkan tempat yang paling utama di pasar dunia. Dan bahkan baru baru ini kopi tersebut juga sudah sukses mendapatkan tempat di pasar amerika serikat. Kemudian juga terdapat siaran pers yang dikirim pada Indonesian trade promotion center atau ITPC yang berada di milan dan italia tersebut dikatakan oleh Agung Pramudya FR untuk meningkatkan perkembangan pasar dunia.
Sumber: http://www.lintaskopi.com/kopi-priangan/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja