|
|
|
|
Hukum Adat Suku Alas Terhadap Hutan Tanggal 23 Jan 2015 oleh Riduwan Philly. |
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dalam beberapa definisi, di antaranya seperti berikut ini:
Dheleng (hutan) sebagai kekayaan imum alias kepala mukim bersama rakyatnya di Tanah Alas. Luasannya selebar wilayah kemukiman dengan panjang jauh ke dalam hutan ½ (setengah) hari perjalanan kaki, atau hinggadhalan/pasakh mesosen. Pemanfaatanya diarahkan untuk menjaga air sungai/pakhik jume tetap normal untuk pertanian/bersawah atau pun keperluan hidup lainnya terhadap air.
Jika ada pencuri hasil hutan atau terjadi perusakan (menebang kayu, pengambil rotan, dan produk non kayu) tanpa sepengetahuan MAA kampung setempat dan tanpa izin dari imum/kepala mukim, maka pelaku akan dikenakan sanksi adat. Harus menyerahkan seluruh hasil curiannya ke kampung tempat kejadian pelanggaran adat. Selain itu pelaku juga dikenai denda tiga puluh dua penengah hingga mbelin (Rp320.000-Rp3.200.000).
Sama halnya bagi pengebom, peracun, penyetrum, dan pemusnahan ikan. Terutama ikan jurung, ciih khemis, danciih situ dan jenis ikan lainnya di sepanjang sungai Lawe Alas. Atau sungai-sungai kecil, dan irigasi desa, termasuk seluruh tali air di Tanah Alas. Pelaku akan mendapat sanksi adat ngateken kesalahen. Ikan tangkapan di luar ketentuan adat tersebut harus dikembalikan ke MAA setempat serta dikenai denda tiga puluh dua penengahhingga mbelin (Rp320.000-Rp3.200.000).
Begitu pula jika ada seseorang yang menangkap ikan tanpa seizin masyarakat adat yang mengelola secara adat di Tanah Alas di wilayah pinahan (lubuk larangan) dan sejenisnya. Ia dikenakan saksi ngateken kesalahen dan ikan tangkapan tersebut dikembalikan ke MAA kampung setempat untuk diserahkan kepada pemiliknya. Serta dikenai denda tiga puluh dua penengah hingga mbelin (Rp320.000-Rp3.200.000).
Kemudian jika ada orang yang mengambil, menangkap, atau memburu satwa liar dan sejenisnya tanpa izin MAA setempat. Ia akan mendapat saksi adat ngateken kesalahen. Hasil buruan/tangkapannya tersebut dikembalikan ke MAA setempat untuk diserahkan atau dikembalikan ke habitatnya bila masih hidup, dan dikenai denda tiga puluh dua penengah hingga mbelin (Rp320.000-Rp3.200.000).
Hukum adat (customary law) adalah bagian dari aturan hukum pada umunya. Kategorinya adalah hukum tidak tertulis dalam masyarakat yang biasanya bermata pencaharian pertanian di daerah pedesaan. Hukum adat berasal dari keputusan bersama suatu masyarakat, dan dikuasakan proses pengadilannya pada seseorang yang telah dipercaya. Biasanya seseorang dituakan atau dihormati.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |