Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Sejarah Jawa Timur Lamongan
ASAL USUL DESA MERTANI KARANGGENENG LAMONGAN
- 17 April 2025 - direvisi ke 34 oleh Edyprianto pada 7 Mei 2025

Asal-usul Desa Mertani dimulai dari keberadaan Joko Tingkir atau Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya yang menetap di Desa Pringgoboyo, Maduran, Lamongan.

JOKO TINGKIR, MAS KAREBET, SULTAN HADIWIJAYA

Joko Tingkir adalah salah satu legenda yang paling dikenal oleh masyarakat. Joko Tingkir memiliki nama asli Mas Karebet yang diambil ketika sang ayah Ki Kebo Kenongo sedang menggelar pertunjukan wayang beber dan dalangnya adalah Ki Ageng Tingkir. Namun suara wayang yang tertiup angin membuat suara "kemebret” membuat Joko Tingkir diberi nama "Mas Karebet”.

Dilahirkan tahun 1549 dari pasangan Ki Kebo Kenongo dan Nyi Ageng Pengging. Joko Tingkir adalah pendiri sekaligus raja atau sultan pertama dari kesultanan atau Kerajaan Pajang dengan gelar Sultan Adiwijaya atau Sultan Hadiwijaya.

Joko Tingkir adalah cucu Adipati Andayaningrat yang dikenal dengan nama Syarief Muhammad Kebungsuan. Joko Tingkir putra dari Ki Kebo Kenongo yang merupakan putra dari Ki Ageng Pengging Sepuh (Andayaningrat/Joko Sengoro/Muhammad Kabungsuan) putra dari Syeikh Jumadil Kubro (Jamaluddin Akbar al-Husaini). Kebo Kenongo menikah dengan Raden Ajeng Tajug Inten dari Madura. Sedangkan kakeknya, Andayaningrat menikah dengan Ratu Pembayun putri dari Prabu Brawijaya V Raja Majapahit.

Jika melihat garis nasab tersebut diketahui bahwa Joko Tingkir adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad SAW. Joko Tingkir merupakan sosok raja yang memiliki kharisma dalam memimpin.

Berdasarkan buku Babad Tanah Jawa seperti dilansir dari Wikipedia. Setelah beranjak dewasa, Joko Tingkir merantau menuju ibu kota Demak bersama rekannya, Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil. Sesampai di Demak, Joko Tingkir tinggal di rumah pamannya, Kyai Gandamustaka, yang merupakan seorang perawat Masjid Demak berpangkat Lurah Ganjur. Lalu atas jasa pengabdiannya Joko Tingkir diangkat oleh Sultan Trenggono menjadi Lurah Wiratamtama setelah itu juga dinikahkan dengan putri Sultan Trenggono yang bernama Ratu Mas Cempaka.

Kerajaan Pajang yang didirikan oleh Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya adalah kerajaan Islam ke-2 di Tanah Jawa setelah Kesultanan Demak runtuh. Sejarah Kerajaan Pajang diawali saat Kesultanan Demak dilanda konflik perebutan kekuasaan.

KERAJAAN PAJANG

Kerajaan Pajang atau Kesultanan Pajang adalah salah satu kerajaan bercorak Islam di Nusantara. Kesultanan yang didirikan oleh Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir yang berkuasa dari 1568-1586 Masehi. Ibukota kerajaan Pajang terletak di daerah perbatasan Desa Pajang, Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Nama Pajang telah disebutkan dalam Kitab Negarakertagama yang ditulis pada 1365 sebagai bagian dari tanah kekuasaan Majapahit. Penguasa Pajang adalah adik Hayam Wuruk (Raja Majapahit saat itu), Dyah Nertaja, yang bergelar Bharata I Pajang atau disingkat Bhre Pajang. Dyah Nertaja atau Putri Iswari adalah ibu dari Wikramawardhana (Raja Majapahit selanjutnya). Babad Banten menyebutkan bahwa Pengging di Boyolali sebagai kerajaan kuno yang dipimpin oleh Anglingdriya merupakan cikal bakal Kerajaan Pajang.

Ketika Brawijaya V menjadi Raja Majapahit, putrinya yang bernama Retno Ayu Pambayun diculik oleh Menak Daliputih, Raja Blambangan. Joko Sengoro berhasil merebut kembali sang putri, sehingga Brawijaya mengangkatnya sebagai Bupati Pengging dengan gelar Andayaningrat. Andayaningrat wafat ketika terjadi perang antara Majapahit dan Demak.

Meski Majapahit hancur karena peperangan namun Pengging masih berdaulat hingga dibawah pemerintahan putra mahkota Andayaningrat, Kebo Kenongo, yang bergelar Ki Ageng Pengging. Kesultanan Demak kemudian berniat menaklukkan Pengging dengan bantuan Ki Wanapala dan Sunan Kudus, karena Ki Ageng Pengging dianggap melakukan pemberontakan.

Ki Ageng Pengging akhirnya terbunuh, sedangkan adiknya yang bernama Kebo Kanigoro berhasil melarikan diri. Ki Ageng Pengging menikah dengan Raden Ajeng Tajug Inten putri dari Raden Harya Gugur dari Madura (sekarang menjadi Desa Glugur Kec. Batuan Kab. Sumenep) meninggalkan seorang putra bernama Mas Karebet, yang diangkat anak oleh Nyi Ageng Tingkir setelah kedua orang tuanya meninggal. Mas Karebet atau lebih dikenal sebagai Joko Tingkir justru memutuskan untuk mengabdi kepada Kesultanan Demak.

Kesultanan Demak dan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir utara Jawa mengalami kemunduran. Pada 1549, Arya Penangsang, Bupati Jipang, berusaha merebut takhta dan menyebabkan terbunuhnya Sunan Prawoto, pewaris Kesultanan Demak. Arya Penangsang juga berniat membunuh Sultan Hadiwijaya, tetapi gagal.

Dengan dukungan Bupati Jepara, Ratu Kalinyamat, Sultan Hadiwijaya berhasil mengalahkan pasukan Arya Penangsang. Hadiwijaya kemudian menjadi pewaris takhta Kesultanan Demak dan memindahkan ibukotanya ke Pajang. Dengan begitu, Kerajaan Pajang resmi berdiri pada tahun 1568. Pada tahun yang sama, adipati kerajaan-kerajaan Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti Jipang, Wirasaba, Kadiri, Pasuruan, Madiun, Sedayu, Lasem, Tuban, Pati, Madura dan Surabaya mengakui kedaulatan Kerajaan Pajang. Hal ini ditandai dengan pernikahan politik putri-putri Sultan Hadiwijaya antara lain :

  1. Ratu Mas Pembayun (Putri ke 1) dengan Raden Pratanu Madura
  2. Ratu Mas Kumelut (Putri ke 2) dengan Arya Pamalad Tuban
  3. Ratu Mas Mayang (Putri ke 3) dengan Panji Wiryakrama - putra adipati Surabaya
  4. Ratu Mas Sumular Sekar/ Banten (Putri ke 4) dengan Ki Juru Mertani
  5. Ratu Mas Langit/ Jepara (Putri ke 5) dengan Arya Pangiri - putra Panembahan Prawata

Kematian Sultan Hadiwijaya

Pada 1582 M Perang Pajang dan Mataram pecah. Pecahnya perang ini usai Panembahan Senopati yang menguasai Mataram merebut adik Tumenggung Mayang, saat hendak dibuang ke Semarang karena hukuman dari Kesultanan Pajang. Pajang dinyatakan kalah. Setelah menerima kekalahan Sultan Hadiwijaya kembali pulang namun kondisinya melemah membuatnya tidak kuat melakukan perjalanan pulang. Lalu ia singgah ke makam Sunan Tembayat. Setelah merasa lebih kuat Sultan Hadiwijaya melanjutkan perjalanan pulang namun ditengah perjalanan ia jatuh dari tunggangan gajah dan dikabarkan meninggal dunia. Akan tetapi informasi itu sengaja dikaburkan/ disamarkan karena kenyataannya beliau bersama pasukannya menuju ke Madura.

Sultan Hadiwijaya ke Madura hingga menetap di Pringgoboyo

Orangtua Sultan Hadiwijaya dari pihak Ibu yaitu Raden Ajeng Tajug Inten atau Nyai Ratu Mandoko putri dari Raden Haryo Gugur dari Madura tepatnya dari Sumenep. Ketika Sultan Hadiwijaya kalah perang dengan Sutawijaya, beliau berniat pulang ke tanah asal orang tuanya di Madura. Salahsatu sarana transportasi pada masa itu melalui Sungai Bengawan Solo. Muara Bengawan Solo pada masa itu berada di Selat Madura. Baru pada zaman Belanda tahun 1890 muara Bengawan Solo dipindah ke Ujungpangkah Gresik untuk menghindari pendangkalan Selat Madura.

Setelah merasa cukup kuat dari proses penyembuhannya di Madura, Sultan Hadiwijaya berangkat kembali untuk merebut kekuasaannya yang direbut oleh Sutawijaya. Seperti biasa, ia berangkat melalui Bengawan Solo. Sampai di daerah yang namanya Pringgoboyo, Maduran, Lamongan. Pada saat tertidur beliau bermimpi bertemu gurunya yang melarang kembali merebut kekuasaan lagi. Berawal dari mimpi tersebut Sultan Hadiwijaya akhirnya mengurungkan niat kembali ke Pajang. Ia memutuskan tinggal di Pringgoboyo, mendirikan pesantren, menjadi guru dengan sebutan Mbah Anggungboyo sampai beliau meninggal.

Joko Tingkir adalah seorang ulama besar yang sangat dihormati masyarakat Jawa yang juga dipercaya sebagai leluhur dari Gus Dur (Abdurrahman Wahid, Presiden ke 4). Gus Dur beberapa kali mengunjungi makam di Desa Pringgoboyo ini. Beliau ditemani oleh pendekar muda NU juga pendakwah yang kita kenal sebagai Gus Muwafiq. Gus Muwafiq atau Ahmad Muwafiq, lahir di Desa Dadapan, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan pada 2 Maret 1974. Beliau kemudian menetap dan mengasuh sebuah pondok pesantren di Sleman, Yogyakarta.

Kembali terkait Gus Dur setidaknya beliau dua kali menyebut makam di Desa Pringgoboyo sebagai makam Joko Tingkir. Satu kali lewat sebuah tulisan dan satu kali lewat sebuah ceramah di Gresik. Keduanya diucapkan setelah beliau sudah tidak lagi menjadi presiden.

Pasukan Sultan Hadiwijaya dan Desa MERTAMU

Sebagian pasukan yang mengiringi Sultan Hadiwijaya diperbolehkan menyebar ke wilayah sekitar namun dipesan agar tidak menggunakan nama aslinya demi menghindari terbongkar penyamaran Sultan Hadiwijaya yang sudah dikabarkan meninggal dunia.

Beberapa Pasukan Sultan Hadiwijaya menuju ke timur dan ada yang sampai di Desa yang berada di tepi Bengawan Solo. Berjarak kurang lebih 10 km dari Desa Pringgoboyo bila melalui jalur sungai Bengawan Solo dan menetap disana.

Karena Desa ini belum memiliki nama maka dari beberapa pasukan Sultan Hadiwijaya yang sedang menyamar/ berganti nama desa ini dinamakan dengan Desa MERTAMU (yang kurang lebih artinya bertamu) namun dalam perkembangannya lidah masyarakat sekitar mengalami perubahan pelafalan dari nama MERTAMU menjadi Desa MATAMU.

Desa MERTAMU atau MATAMU menjadi Desa MERTANI

Berdasarkan cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut dan berlangsung secara turun temurun bahwa pernah terjadi pertengkaran 2 (dua) orang terkait nama Desa MATAMU.

Alkisah ada seorang pengelana yang melewati desa ini kemudian bertanya kepada warga setempat.

"Ki sanak mohon maaf nama desa ini apa ya? tanya Sang Pengelana. Dijawab oleh warga setempat "Desa Matamu". "Saya bertanya baik-baik kenapa dijawab dengan penghinaan" kata Sang Pengelana. "Iya nama desa ini Desa Matamu" kata warga setempat mengulanginya lagi.

Karena sudah sama-sama tidak bisa mengendalikan diri maka terjadilah perkelahian hingga dilerai oleh seseorang yang dipercaya bernama Ki Juru Mertani. Ki Juru Mertani juga merupakan menantu dari Sultan Hadiwijaya. Diyakini kala itu Sultan Hadiwijaya masih berada di Desa Pringgoboyo dan ditemani beberapa orang kepercayaan salah satunya adalah menantu beliau, Ki Juru Mertani yang menikah dengan putri ke empat Sultan Hadiwijaya, Ratu Mas Sumular Sekar/ Ratu Mas Banten. Akhirnya disepakati untuk mengganti nama Desa MERTAMU atau MATAMU menjadi Desa MERTANI menyesuaikan dengan nama orang yang melerai.

Nama Desa MERTANI dipakai hingga sekarang. Beberapa peninggalan sejarah yang bisa dijadikan rujukan versi ini adalah :

1). Ada makam kuno yang menjadi Cikal Bakal (Ki Kal Bakal) di Desa Mertani. Makam tersebut tertulis nama HARYO P SENTANU sedangkan menurut kepercayaan warga setempat nama itu bukanlah nama asli warga Mertani tetapi dipercaya nama Pendatang dari kerajaan atau orang berpengaruh kerajaan yang menetap di Mertani. Dipercaya beliau salahsatu Pengawal Sultan Hadiwijaya yang menetap di desa ini.

2). Ada makam kuno yang tetap terjaga disebut sebagai MBAH BUYUT SANTRI. Beliau dianggap sebagai "Orang Linuwih" karena jasad beliau masih memegang Kitab Suci Al Qur'an sewaktu ditemukan terbawa luapan Bengawan Solo. Berdasarkan cerita rakyat sewaktu diarahkan ke tengah aliran sungai masih tetap kembali ke wilayah Desa Mertani.

3). Penataan Ruang Permukiman di Desa sungguh luar biasa tertata rapi hingga hampir tidak ada yang menemui jalan buntu.

4). Luas Wilayah Pertanian Desa Mertani sangat luas hingga mencapai kurang lebih 6X lipat luas desanya dan sangat kontras luasnya dibanding desa-desa disekitarnya. Itu menunjukkan kecerdasan penduduk Mertani kala itu dalam memperluas wilayah permukiman dan pertanian sewaktu aktifitas babat alas.

5). Membagi Wilayah Pertanian menjadi Sawah Rowo, Sawah Pinian, Sawah Kramanan yang berada di selatan desa dan Tegalan yang ada di utara desa dekat dengan Bengawan Solo. Nama itu terkait ukuran dan peruntukannya.

6). Ditemukannya Tempat Pemakaman Kuno dibedakan atas : Makam Umum, Makam Bayi dan Makam Sapi. Ini diyakini nama-nama itu disesuaikan peruntukannya.

7). Pembuatan Pasar Desa yang berada di dekat Sungai Bengawan Solo sebagai salahsatu urat nadi perdagangan zaman itu. Sehingga mampu menopang perekenomian penduduknya. Bila pagi berdagang di pasar siangnya melanjutkan aktifitas pertanian/ perikanan.

Referensi : https://lamonganpos.com/2023/11/12/makam-joko-tingkir-di-lamongan-dan-kontroversinya/https://historia.id/kuno/articles/siapa-jaka-tingkir-v29ww https://id.wikipedia.org/wiki/Andayaningrat [https://id.wikipedia.org/wiki/Ki\_Ageng\_Pengging][1] https://id.wikipedia.org/wiki/Joko_Tingkir https://ancestors.familysearch.org/en/KJHZ-VZD/hadiwijaya-mas-karebet-jaka-tingkir-1503-1582 https://www.facebook.com/permalink.php/?story_fbid=835640828563421&id=100063525348390 https://jatim.nu.or.id/tokoh/warga-madura-harus-bangga-gus-dur-adalah-keturunan-sumenep https://nasional.okezone.com/read/2022/09/20/337/2671570/mengenal-silsilah-jaka-tingkir-masa-pemerintahan-dan-sejarahnya

Edy Prianto Bin Darman Abdurrahman Bin Truno Medjo Edy Prianto Musriati Nur Hasanah Binti Atmo Achmad

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev