|
|
|
|
Kisah Apeya dan Takumemyau Tanggal 24 Dec 2018 oleh Admin Budaya . |
Sungai Ipa sedang surut airnya. Saat yang tepat untuk pergi mencari makan di muara sungai. Muara sungai menyediakan segalanya untuk mereka, mulai dari gurita, ikan, dan keraka. Apeya membayangkan banyaknya ikan dan gurita yang bisa mereka tangkap. Apeya dan anaknya dengan tenang mendayung perahu menuju muara sungai.
Tidak lama kemudian terdengar suara aneh.
‘Ibu, suara apa itu?” Tanya anaknya.
“Ai, benar, suara apa itu?’ Kata Apeya sambil mengarahkan pandangan ke langit, asal suara itu.
Akhirnya, di batas langit, nampaklah sumber suara itu. Ternyata Takumemyau. Buaya bersayap. Orang-orang takut sekaligus hormat kepada mahkluk yang satu itu.
Ada dua jenis Takumemyau, yang baik dan yang jahat. Apeya tidak tahu, Takumemyau mana yang sedang terbang di atas mereka.
“Dia terbang di atas kita, Ibu. Mau apa dia?”
“Tidak tahu, kita terus jalan saja.”
Takumemyau berbalik arah. Dari cakrawala dia menukik ke bawah ke arah sungai. Badan dan sayapnya yang besar menyebarkan ketakutan. Apeya mempercepat kayuhannya.
Sempat terpikir dalam benak Apeya untuk lari masuk ke mangi-mangi. Tapi terlambat. Takumemyau menukik ke arah perahu mereka.
Cakar-cakar Takumemyau mencengkeram Apeya dan membubung membawa Apeya. Dayung Apeya terjatuh di sungai. Anaknya menjerit keras tapi tidak ada seorang pun di sekitar mereka.
“Hendak kau bawa ke mana aku?” Jerit Apeya. Takumemyau tidak menjawab. Kepak sayapnya yang besar terdengar begitu mengerikan dan membawa Apeya semakin membubung tinggi.
“Mama!” Teriak anak. Takumemyau tak menggubris.
“Beritahu orang kampung, mama dibawa pergi Takumemyau!” Balas Apeya.
“Takumemyau! Hendak kau bawa ke mana diriku?” Tanya Apeya lagi.
“Apeya. Aku bawa kau ke rumah barumu” balas Takumemyau. Suara Takumemyau terdengar seperti orang yang memakan kapaki (tembakau) banyak sekali. Parau.
Takumemyau terbang ke arah gunung besar. Apeya jadi ingat, biasanya jika cuaca cerah, Apeya biasa memandangi gunung yang berselimutkan benda aneh berwarna putih itu.
Kini Apeya tidak percaya bahwa dirinya sedang menuju ke gunung itu. Tanpa terasa mereka sudah hampir tiba di puncak gunung. Udara dingin sekali. Takumemyau menukik ke sebuah dataran. Apeya teringat pada anaknya.
Tiba-tiba Apeya menyadari, Takumemyau membawanya ke sebuah gua yang besar sekali.
“Apeya, inilah rumah barumu” ujar Takumemyau sambil meletakkan Apeya di sebuah batu besar.
Di sekelilingnya Apeya melihat dinding gua dilabur cahaya yang terang. Beberapa air terjun kecil mengalirkan air yang nampak segar sekali.
Di sudut-sudut gua tertumpuk banyak sekali makanan. Sebagian Apeya bisa mengenalinya, tapi sebagian besar lagi Apeya tidak tahu makanan jenis apa itu.
“Semua yang kamu butuhkan ada di sini” kata Takumemyau.
Apeya takjub setengah mati. Tidak pernah dia melihat tempat seperti ini. Apalagi di dalam perut gunung.
Sementara itu jauh di kampung Apeya, orang-orang tidak bisa melakukan apa-apa selain mendaraskan kisah Apeya dan Takumemyau. Jika cuaca sedang cerah, dari sungai tempat Apeya dibawa pergi Takumemyau, mereka bisa melihat gunung nun jauh di sana tempat tinggal baru Apeya.
sumber:
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |