|
|
|
|
Ebeg Janturan Purwokerto Tanggal 09 Aug 2018 oleh OSKM18_16718490_Kristian . |
Ebeg merupakan kesenian khas Banyumasan berupa tarian yang dilakukan beberapa orang dengan menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu, dengan bagian kepala dan ekor diberi rambut dari ijuk atau tali rafia. Nama ebeg berasal dari bahasa Jawa, ebleg yang berarti lumping atau anyam-anyaman yang terbuat dari bambu. Tarian ebeg menggambarkan prajurit yang mau berperang dengan menunggang kuda. Kesenian ini mirip dengan kuda lumping, jathilan dan kuda kepang dari daerah lain. Kesenian ebeg ini biasanya diadakan pada perayaan-perayaan seperti 17an dan acara pernikahan.
Selain kelompok penunggang kuda lumping, ada karakter Cepet dan Barongan. Karakter ini dimainkan dengan menggunakan topeng yang terbuat dari kayu. Cepet ada 2 macam yaitu Penthul & Tembem. Penthul adalah topeng yang memiliki hidung panjang dan bergigi dua, biasanya berwarna putih. Sedangkan Tembem adalah topeng dengan wujud yang lebih menyeramkan dan berwarna hitam. Barongan adalah topeng yang menyerupai kepala singa atau ular yang dibagian atasnya diberi bulu atau rambut dan bagian belakangnya diberi kain (dimainkan oleh 2 orang).
Kesenian ini dapat dimainkan oleh pria maupun wanita, biasanya ada 12 orang penari. Kesenian ebeg biasanya diiringi gamelan. Gamelan terdiri dari saron, gendhang, bendhe, terompet/ slompret & gong bumbung. Gong bumbung dibuat dari bambu besar. Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam pertunjukan ebeg sebagian besar menggunakan bahasa Jawa Banyumasan atau biasa disebut Ngapak. Lagu-lagunya antara lain eling-eling, ricik-ricik, blendrong kulon, waru dhoyong, gudril dan ijo-ijo.
Kesenian ebeg sering diwarnai dengan hal mistis/gaib. Tarian ebeg dilakukan dibawah pengawasan seorang “pimpinan supranatural” yang disebut "Penimbul", Penimbul memiliki kekuatan untuk mendatangkan & memulangkan roh atau bisa disebut juga dengan "Indang". Indang merupakan roh halus atau orang yang sudah meninggal. Penimbul biasanya memiliki ilmu gaib yang tinggi yang dapat mengembalikan kesadaran sang pemain setelah kerasukan atau dalam bahasa jawa disebut mendem. Menjadi penimbul biasanya diperoleh karena faktor keturunan. Penimbul harus sering berpuasa diantaranya puasa ngasrep, mutih atau puasa total yaitu tidak makan & minum sama sekali selama berhari-hari (kadang berlangsung selama 1 minggu).
Dalam kesenian ebeg biasanya disediakan juga sesaji. Sesaji digunakan untuk persembahan kepada indang. Sesaji yang disediakan diantaranya bunga telon (mawar, melati, kanthil), pisang raja, pisang mas, kelapa muda, jajanan pasar, kemenyan, wedang & rokok lintingan. Minimal ada 9 jenis wedang / minuman yang disediakan pada saat memanggil indang, antara lain: kopi pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis, air putih, juga arang-arang kambang (air bening yang diberi brondong beras), gembawukan (wedang kopi yang diberi santan), wedang jeruk (biasanya jeruk nipis), dan wedang jahe yang disajikan sesuai dengan selera indangnya.
Tarian ebeg memiliki beberapa tahap. Pertama, para penari menari menggunakan kuda lumping. Kedua, barongan (kepala singa/ular) mulai menari. Saat barongan mulai mendem, penari ebeg dalam posisi istirahat/ tidak menari. Ketika barongan dalam kondisi mendem, akan memakan makan yang serba mentah seperti padi, telur mentah, daun-daunan mentah, kembang menyan, degan (kelapa muda), dll. Kemudian penimbul membacakan mantra agar barongan sadar kembali. Saat barongan beristirahat, penari ebeg akan melanjutkan tariannya kembali.
Pada saat penari ebeg melakukan tariannya, penimbul mulai membacakan mantranya untuk memanggil indang agar ebeg dalam kondisi mendem / kesurupan. Saat berada dalam kondisi mendem penari ebeg biasanya akan memakan pecahan kaca (beling) – tanpa mengeluarkan darah, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi dari tangkainya, memakan bara api dan lain-lain. Menurut mbah Kanjun dari Rejasari – Purwokerto yang kakek, ayah & adiknya merupakan penimbul, barang2 berbahaya yang dimakan ebeg seperti beling, bara api, padi, dll tidak akan sampai ke perut penari ebeg, hanya sampai di tenggorokannya dan setelah itu lenyap.
Penari ebeg yang masih mendem akan di jantur (dicambuk) & dibakari menyan untuk meningkatkan efek magis. Biasanya, dalam kondisi ini, ebeg akan semakin liar & dapat melakukan hal2 yang diluar nalar. Ebeg yang sudah kerasukan indang akan mengikuti sifat dan perilaku dari indangnya. Misalnya indang kera maka dia akan memakan pisang, mengeluarkan suara kera, dan lain-lain. Ketika 2 bambu besar dimasukkan ke dalam area tarian dan diberi tali, penari ebeg yang kerasukan indang kera akan memanjat/menaiki kedua bambu besar tersebut dan bermain-main diatas kedua bambu dan turun dengan posisi kepala dibawah seperti kera yang bergantung pada pohon. Masing2 penari akan kerasukan indang yang berbeda-beda. Setelah atraksi dirasa cukup, penimbul akan membacakan mantra untuk memulangkan masing2 indang agar penari ebeg sadar kembali.
Ditengah pertunjukan ebeg, biasanya ada laisan. Laisan dilakukan oleh 1 orang penari pria yang masih kesurupan kemudian diikat seluruh badannya. Badannya ditindih dengan lesung dan dimasukkan kedalam kurungan, biasanya kurungan ayam. Didalam kurungan disediakan pakaian dan alat2 kecantikan kemudian ditutup dengan kain2. Setelah dimatra-mantrai, kurungan dibuka, dan muncullah pria tersebut dengan mengenakan pakaian wanita dan sudah berdandan seperti lengger (penari). Laisan ini akan menari berkeliling arena sambil membawa tampah untuk mendapatkan sumbangan (pada pertunjukan ebeg komersil).
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |