×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Cerita Terjadinya Batu Larung

Tanggal 27 Dec 2018 oleh Admin Budaya .

Marga Sungai Tenang tanahnya subur dengan hutan lebat terbentang sesayup-sayup mata memandang. Negeri ini di diami penduduk para petani yang ulet. Tanahnya berbukit-bukit rendah dengan lereng memanjang, dan di bawahnya sungai-sungai kecil berbatu-batu putih amat cocok untuk dijadikan daerah pertanian.

Sebagai sebuah marga, negeri yang elok ini diperintah seorang pemimpin yang disebut pemuncak. Bilangan negeri yang termasuk dalam daerah marga ini amat hormat dan patuh kepada pemimpin mereka itu. Masing-masing negeri dikuasai dan diperintah oleh ninik mamak yang terpilih di antara yang paling terpandang.

Begitulah kehidupan terus berlangsung jalan kedamaian yang seronok berkat kebijaksanaan pemimpin mereka Pemuncak Alam Negeri Sungai Tenang. Sebagai seorang pemuncak, beliau amat berhasil menjalankan tugasnya. Namun satu hal yang mengacau pikirannya ia sudah tua tetapi belum beranak seorang jua pun. Untunglah, dalam suasana yang demikian, tiba-tiba datang seorang perantau dari negeri Minangkabau, seorang lelaki muda yang gagah serta berbudi pula.

Lelaki tersebut datang ke sana dalam usahanya mendapatkan tanah yang subur untuk didiami. Pemuda itu diterima dengan hangat dan rasa suka cita oleh Pemuncak Marga Sungai Tenang. Dalam pikirannya, suatu saat pemuda itu akan diangkatnya sebagai anak. Dengan demikian kelangsungan tugasnya dapat diturunkan kepada anak muda itu.

Lama-lama berdiam di negeri Sungai Tenang, di rumah Pemuncak yang tak mempunyai anak itu, maka diangkatlah ia sebagai anak angkat Pemuncak itu. Ia kemudian diberi kekuasaan memerintah di Dusun Gedang, diberi pangkat sebagai Depati. Dan karena itu diberi gelar Depati Kerta Dewa. Diberikan juga pengetahuan oleh ayah angkatnya, bahwa negeri mereka berjenang ke Koto Buayo, dan braja kepada Baginda raja negeri Jambi yang bernama Sunan Ratu, seorang wanita yang amat bijaksana lagi sakti. Depati Kerta Dewa berjanji akan membedomani segala pesan ayahnya itu.

Pada saat itu Depati Kerta Dewa juga menerima sepucuk bedil yang bernama bedil sedegak dua degum, buatan anak negeri Jepun, bedil keramat serta sakti, anak mimeh pulang mandi. Bila bedil itu ditembakkan terdengar bunyi dua seiring, dan pelurunya akan berbalik sendiri ke dalam bedil itu akan berbunyi sendiri. Penduduk segera bersiaga dan berwaspada, mungkin gempa akan melanda negeri, atau wabah penyakit menular akan datang. Bedil keramat inilah yang diterima oleh Depati Kerta Dewa dari ayah angkatnya.

Depati Kerta Dewa pun mulai menjalankan pemerintahan dengan sebaik-baiknya. Untuk tempat kerapatan didirikannya tiga buah balai sidang. Balai Panduk, Balai Panjang, dan Balai Buntak. Bersendi Gading Koto X ditetapkan sebagai pusat kerapatan adat yang mempunayi Balai Pandak dan Balai Panjang, serta Balai Buntak Bersendi Gading ditempatkan di Dusun Gedang, tempat Depati Kerta Dewa sendiri, sebagai balai tertinggi. Bila timbul perkara-perkara yang tak dapat diputuskan dalam sidang Balai Pandak dan Balai Panjang, maka penyelesaian terakhir diserahkan dalam sidang di Balai Buntak Bersendi Gading.

Depati Kerta Dewa pun mulai menjalankan adat bagi penduduk yang diperintahnya. Sebagai seorang pemimpin ia menjadi suri teladan penduduk negeri yang dipimpinnya itu. Kerapatan-kerapatan adat segera dimulai. Dengan demikian diharapkan agar penduduk  dapat menjalankan adat dalam kebiasaan hidup sehari-hari.

Sebagai seorang pemimpin, Depati Kerta Dewa amat berbahagia, namun selama hidupnya ia tak mendapat anak seorang pun. Keadaan itu selalu menjadi pemikirannya. Namun ia berdua dengan istrinya, anak perempuan negeri Sungai Tenang sendiri, tak pernah berputus asa. Semua kegiatan mereka sehari-hari tetap terlaksana dengan baik.

Dalam pada itu pada seorang penduduk Dusun Gedang pergi ke dalam rimba mencari damar. Tak disengajanya ia bertemu dengan dua orang anak manusia dalam lobang batung kayu, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Oleh pencari damar itu, karena takutnya. segera diberitahukannya kepada Tuan Depati Kerta Dewa.

"Hamba bertemu dengan dua orang anak," katanya kepada depati itu. "Mereka ada di dalam rongga batang kayu. Seorang lelaki dan seorang perempuan. Bagaimana menurut hemat Tuan Depati."

"Kalau benar demikian, bawalah kedua orang anak kecil itu kemari," Sabda Depati Kerta Dewa. Maka bergegaslah pencari damar itu kembali ke dalam hutan menjemput kedua orang anak yang dijumpainya tadi. Sekembalinya, anak itu pun diserahkannya kepada Depati Kerta Dewa.

Oleh Kerta Dewa, kedua orang anak itu dijadikan anak semangnya. Disuruh dan ditugaskan penyiduk air, menjemput yang jauh, menghimbau yang dekat. Disuruh memanjat pinang bersemut kerangga, berlumut bersekat. Diperlakukan sebagai budak yang tak berharga. Apabila diadakan kerapatan sidang di Balai Buntak Bersendi Gading, budak itu dipanggil dijadikan tangga para ninik mamak yang akan naik ke balai persidangan. Budak lelaki itu duduk menjongkok di pintu lorong masuk ke persidangan, dan bahunya dijadikan anak tangga alas kaki peserta sidang kerapatan yang akan naik ke atas balai sidang. Terutama bagi depati yang berenam.

Bertahun-tahun kemudian, saat kedua anak itu sudah dewasa, mereka pun dikawinkan. Kalau mereka dahulu ditemukan sepasang, maka sekarang mereka dipersatukan pula dalam satu ikatan tali perkawinan. Setelah melangsungkan perkawinan itu mereka diasingkan ke suatu tempat, namanya Dusun Tanjung Aur, seperempat kilometer jauhnya dari Dusun Gedang. Mereka dilarang bergaul dengan penduduk asli. Turun-temurun, sampai ke anak cucu, mereka tak berhak menduduki sesuatu jabatan apa saja di negeri kemargaan Sungai Tenang. Rumah mereka diatur sedemikian rupa, tidak boleh berhubungan. Ini untuk membedakannya dengan penduduk yang lain. Berpangkal dari pasangan itu, lambat laun mereka pun berkembang biak, sehingga dusun itu telah menjadi sebuah kampung.

Dusun itu tidak sunyi lagi. Pergantian generasi ke generasi berlangsung terus, orang pun makin bertambah banyak. Mereka dapat menjalin kehidupan dengan tenang, walaupun tersisih dan disisihkan. Namun malang yang akan tumbuh, terjadi suatu peristiwa yang memalukan. Sepasang adik kakak melakukan perzinahan.

Karena takut diketahui orang sang kakak, yang laki-laki melarikan diri. Tiga kilometer dari dusun itu bertemu dengan si Pahit Lidah, yang langsung menegurnya. Serta merta lelaki itu berubah menjadi batu. Si adik yang ditinggal begitu saja, setelah berada dalam kebingungan, mengambil keputusan untuk melarikan diri dari tempat mereka berbuat mesum tadi. Tapi baru saja seperempat kilometer dari sana ia pun bertemu dengan si Pahit Lidah, yang juga menyapanya dan langsunglah menjadi batu pula.

Tuhan berbuat sekehendaknya. Itulah dosa besar, dosa orang-orang yang telah berbuat zina antara saudara sekandung yang harus menebus segala kesalahan mereka, menjadi batu. Sampai kini batu itu dinamai Batu Larung. 

 

 

Sumber : Cerita Rakyat Daerah Jambi oleh Drs. Thabran Kahar; Drs. R. Zainuddin; Drs. Hasan Basri Harun; Asnawi Mukti, BA

DISKUSI


TERBARU


ASAL USUL DESA...

Oleh Edyprianto | 17 Apr 2025.
Sejarah

Asal-usul Desa Mertani dimulai dari keberadaan Joko Tingkir atau Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya yang menetap di Desa Pringgoboyo, Maduran, Lamong...

Rumah Adat Karo...

Oleh hallowulandari | 14 Apr 2025.
Rumah Tradisional

Garista adalah Rumah Adat Karo di Kota medan yang dikenal sebagai Siwaluh Jabu. Rumah adat ini dipindahkan dari lokasi asalnya di Tanah Karo. Rumah A...

Kearifan Lokal...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Setiap Kabupaten yang ada di Bali memiliki corak kebudayaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Salah satunya Desa Adat Tenga...

Mengenal Sejara...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Pura Lempuyang merupakan salah satu tempat persembahyangan umat hindu Bali tertua dan paling suci di Bali. Terletak di lereng Gunung Lempuyang, di Ka...

Resep Layur Bum...

Oleh Masterup1993 | 24 Jan 2025.
Makanan

Ikan layur yang terkenal sering diolah dengan bumbu kuning. Rasa ikan layur yang dimasak dengan bumbu kuning memberikan nuansa oriental yang kuat...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...