Maluku Tenggara umumnya serta Kepulauan Tanimbar khususnya masih tetap berpegang teguh pada adat istiadat mereka termasuk di dalamnya pembagian kelas di dalam masyarakat atau pembagian kasta. Sekali peristiwa ada seorang ibu keturunan bangsawan (Mela) yang mempunyai kedudukan besar di bagian Barat pulau Yamdena bertolak menuju ke arah Timur yaitu ke arah matahari terbit bersama-sama dengan seorang hamba perempuannya. Kedua perempuan itu bertolak dari tempat kediaman mereka dengan hanya berpedomankan arah dari mana matahari mulai terbit, tanpa memperdulikan hutan rimba yang demikian padatnya yang harus mereka lalui.
Namun tidak beberapa lama kemudian kedua mereka berjalan tibalah mereka di tepi sebuah sungai yang bernama "Keus Barwey", dan berhentilah mereka berdua beberapa waktu di tepi sungai itu untuk melepaskan lelah mereka di sana. Setelah ibu dan budak tadi selesai melepaskan lelah mereka di tepi sungai Keus Barwey tadi, maka mereka berdua pun bergerak meninggalkan tempat itu berjalan menuju ke arah Timur lagi sesuai tujuan mereka semula. Mereka berjalan melintasi hutan belukar yang lebat itu dan tibalah mereka pada tepi sebuah sungai pula yang bernama "Inbalnir" lalu beristirahat berdua mereka di sana untuk kedua kalinya. Pada tempat istirahat yang kedua ini ibu tadi bersama budak perempuannya tidak lama beristirahat di sana, lalu mereka terus melanjutkan perjalanan mereka ke arah Timur.
Sesudah beberapa lama mereka berdua berjalan menyelusuri hutan lebat itu, maka tibalah mereka pada sebuah dataran yang luas lagi indah pemandangannya lalu tempat itu diberi nama "Bnu Lesyar". Ibu tadi lalu menyatakan kepada budak perempuan yang senantiasa akan menemaninya dalam perjalan itu, bahwa pada tempat yang ini mereka akan tinggal atau berdiam di sana.
	
	Walaupun tempat ini datar dan indah pemandangannya namun mereka tak akan betah tinggal lama di sana, karena tidak berapa lama kedua perempuan itu merasa bosan sehingga mereka terpaksa harus meninggalkan tempat itu lagi. Setelah segala sesuatu dipersiapkan maka mereka pun berangkat meninggalkan tempat itu menuju ke arah Timur sesuai tujuan semula. Sementara mereka sedang berjalan tiba-tiba jatuhlah Suir Mar atau Sisir Emas dari kepala sang ibu tadi di tengah jalan dan tempat sisir emas itu pun tumbuhlah di sana serumpun pohon bambu yang sangat berlainan jenisnya dengan rumpun-rumpun bambu yang ada disekitarnya.
Tempat itu lalu diberi nama Timptuny, Selesai ibu tersebut bersama budak perempuannya itu menyaksikan rumpun bambu yang indah dan aneh tadi mereka lalu melanjutkan perjalanannya melewati sebuah sungai yang bernama "Fang" dan tibalah di atas sebuah bukit. Di sana terdapat sebuah mata air yang sangat jernih airnya. Melihat air yang jernih itu, maka ibu tersebut timbullah keinginannya untuk beristirahat sejenak di sana. Waktu istirahat itu dimanfaatkan oleh ibu keturunan bangsawan (Mela) tadi untuk mandi-mandi sejenak di sana. Tatkala ibu tersebut sudah puas mandi, maka bangkitlah ia dari mata air yang sejuk dan jernih tadi.
Tempat itu diberi nama “Lokanmas”, oleh ibu bangsawan tadi. Mereka lalu meneruskan perjalanan mereka dan tibalah mereka pada suatu tempat yang bernama "Baty Momolin” atau "Batu Pamali". Di daerah Maluku Tengah hampir semua negeri memiliki batu pamali. Kedudukan batu amali terhadap rumah adat merupakan salah satu ciri untuk menentukan apakah desa / negeri tersebut tergolong dalam rumpun Pata Siwa atau rumpun Pata Lima. Kedua rumpun itu di daerah Maluku Tenggara terkenal dengan nama Ursiwa dan Urlima.
Di Baty Momolin, perempuan bangsawan tadi bersama budak perempuannya tinggal sementara di situ, sebelum melanjutkan perjalanan mereka ke suatu tempat yang bernama "Unsepnir". Dari Unsepnir mereka melanjutkan perjalanan ke suatu tempat yang bernama "Tanjung Yempori" artinya kampung atau desa Tua. Ketika mereka tiba di tanjung Tempori tiba-tiba ibu bangsawan (Mela) tadi berubah dan menjelma menjadi sebuah "Tempayang" dan diberi nama "Termas". Tempayang itu dianggap keramat dan terletak di bawah sebatang pohon. Tempayang ini tak ada tutupnya, namun walaupun hujan beberapa hari pun tidak ada setetes air pun yang akan terdapat pada tempayang itu.
Menurut ceritera seorang Mela (bangsawan) di sana yakni saudara "P.TILER" yang adalah keturunan dari perempuan tua tadi pernah terjadi seorang pastor pernah mengambil tempayang tersebut dan dibawakan ke dalam gereja, lalu diadakan suatu ibadat agar tempayang itu dapat dimanfaatkan sebagai tempat air sembahyang. Namun setelah selesai ibadah ternyata tempayang itu hilang dan setelah dicari ternyata tempayang itu ditemukan di tempat asalnya di bawah pohon semula. Demikianlah sebuah dongeng tentang Tempayang Termas.
Sumber : Ceritera Rakyat Daerah Maluku oleh Depdikbud
 
            Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak, Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman)...
 
                     
            Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
 
                     
            Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...
 
                     
            aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
 
                     
            Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang
