Permainan Tradisional
Permainan Tradisional
permainan tradisional Jawa Tengah semarang
Betengan, Permainan Tradisional Masyarakat Ungaran
- 26 April 2016

Ungaran adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Masyarakatnya sebagian besar beragama Islam dan sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Mereka adalah pendukung kebudayaan Jawa. Sebagaimana pendukung kebudayaan Jawa lainnya, mereka dalam kehidupan sehari-hari juga mengacu kepada nilai-nilai, norma-norma, dan aturan-aturan yang bersumber dari budaya yang bersangkutan. Sebagai suatu masyarakat, mereka mempunyai berbagai tradisi. Satu diantaranya adalah tradisi yang berkenaan dengan permainan anak-anak yang disebut sebagai betengan. 

Asal Usul 
Betengan adalah salah satu jenis permainan (anak-anak) tradisional masyarakat Kabupaten Semarang. Permainan ini ada di semua kecamatan yang ada di wilayah kabupaten tersebut. Asal-usul permainan ini tidak diketahui secara pasti. Seorang informan mengatakan bahwa permainan tersebut telah ada sejak dia masih kecil. Namun, jika dilihat dari namanya (istilahnya), betengan adalah kata jadian yang berasal dari kata dasar “beteng” yang mendapat imbuhan “an”. Beteng itu sendiri adalah bahasa Jawa yang di-Indonesiakan menjadi “benteng”. Berdasarkan pemikiran itu maka sangat boleh jadi permainan ini sudah ada sejak zaman kerajaan. Paling tidak sejak zaman kolonial (Belanda) karena benteng sangat erat kaitannya dengan pertahanan (kekuasaan). Sesuai dengan namanya, maka betengan adalah suatu permainan yang intinya mempertahankan benteng agar tidak kebobolan. 

Waktu dan Tempat Permainan 
Di masa lalu, terutama di daerah pedesaan, permainan betengan biasanya dilakukan pada malam hari, yaitu ketika “musim terang bulan”. Biasanya dilakukan di sekitar bulan purnama, yaitu tanggal 13—15 (berdasarkan penanggalan Jawa atau tahun Hijriah). Hal itu disebabkan pada tanggal-tanggal tersebut menjelang malam (sekitar pukul 18.00 WIB) di ufuk timur bulan sudah tampak dan memperlihatkan cahayanya. Permainan itu sendiri biasanya dimulai sekitar pukul 19.00—24.00 WIB. Sedangkan, tempatnya di areal terbuka; biasanya di halaman rumah atau pekarangan yang cukup luas. Jarak antara beteng yang dan lainnya diusahakan cukup jauh, sehingga tidak mudah dijangkau (sekitar 10—15 meter). 

Peserta Permainan 
Permainan betengan biasanya dilakukan oleh anak laki-laki. Meskipun demikian, terkadang anak perempuan juga mengikutinya (ikut serta). Dengan perkataan lain, permainan ini bukan monopoli anak laki-laki. Oleh karena permainan ini membutuhkan tenaga yang kuat (sangat menguras tenaga karena harus dapat yang yang kencang), maka biasanya hanya dilakukan oleh anak-anak yang berumur belasan tahun, tetapi masih di bawah usia remaja. Anak-anak yang berusia kurang dari 10 tahun biasanya hanya menonton atau melakukan permainan lain yang sesuai dengan usianya, seperti: jetungan dan rok-umpet.Jumlah pemain tidak begitu dipermasalahkan (bisa 4,6,8,10 atau lebih). Namun demikian, ada satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlahnya harus genap karena jumlah tersebut harus dibagi dua, sehingga terbentuk dua group yang jumlah pemainnya sama. Group pertama bertugas mempertahankan beteng dari “serangan” group kedua; demikian juga sebaliknya. 

Peralatan Permainan 
Permainan betengan tidak memerlukan peralatan yang khusus. Apa yang ada di halaman rumah atau pekarangan dapat dijadikan (dimanfaatkan) sebagai alat permainan. Namun demikian, biasanya yang dijadikan sebagai beteng adalah pohon yang cukup besar. Paling tidak, cukup kuat untuk dijadikan pegangan atau dipegang (tidak patah dan tidak bergoyang). Setiap permainan, apalagi permainan yang sifatnya bertanding, memerlukan aturan untuk menentukan hukuman dan atau siapa yang kalah dan siapa yang menang.

Aturan-aturan yang mesti dipatuhi dalam permainan ini adalah sebagai berikut:

(1) Pemain yang lebih dahulu keluar dari beteng-nya adalah pemain yang berposisi dikenai (dikejar) oleh pemain beteng lainnya (lawan);

(2) Pemain yang tertangkap oleh lawannya dijadikan sebagai tahanan. Pemain yang tertangkap ini harus berdiri di samping kiri benteng lawan dengan jarak kurang lebih 3 depa (kurang lebih 2 meter dari beteng lawan).;

(3) Pemain yang ditahan dapat “hidup kembali” (bermain kembali) jika ada temannya yang menolong dengan menyambarnya (menyentuhnya);

(4) Jika semua pemain lawan dapat tertangkap, maka permainan berakhir. Dalam hal ini yang keluar sebagai pemenang adalah group yang dapat menahan semua pemain lawan (group lawan). 

Jalannya Permainan 
Sebelum permainan dilaksanakan ada pembagian pemain. Dalam pembagian tersebut biasanya ada dua anak yang diposisikan atau memposisikan diri sebagai pemimpin beteng. Selanjutnya, kedua pemimpin beteng menawarkan kepada calon pemain untuk memilih (bergabung) satu diantara kedua pimpinan tersebut. Selain cara itu, bisa saja kedua pemimpin beteng memilih anggotanya; atau bisa saja calon pemain memilih pemimpin yang diperkirakan dapat memenangkan permainan. Setelah group terbentuk, barulah permainan dilakukan. 

Permainan diawali dengan keluarnya salah satu pemain dari beteng-nya (beteng A). Ia berlari-lari kecil mendekati beteng lawan (beteng B). Salah satu pemain dari beteng B berusaha untuk mengejar dan menangkapnya. Melihat temannya dikejar, pemain kedua dari beteng A mencoba menolongnya dengan mengejar pemain pertama dari beteng B. Jika tertangkap, maka pemain pertama dari beteng B menjadi tahanan. Ia harus berdiri di samping kanan beteng A (kurang lebih 2 meter dari beteng A). Pemain kedua dari beteng B pun keluar dari beteng-nya dan mengejar pemain kedua dari beteng A. Jika pemain kedua dari beteng A tertangkap, maka pemain tersebut menjadi tahanan group B dan berdiri di samping kiri beteng B (kurang lebih 2 meter dari beteng B). Demikian, seterusnya sampai semua anggota dari salah satu group tertawan semua. Dan, group yang bisa melakukan hal itu berarti group tersebut yang memenangkan permainan. 

Untuk memenangkan permainan betengan terkadang sulit karena anggota salah satu group yang tertawan bisa saja main lagi. Caranya disambar oleh temannya. Apalagi, jika yang tertangkap (menjadi tahanan) banyak. Tahanan tersebut relatif mudah dijangkau karena mereka bergandengan, sehingga jaraknya semakin dekat dengan beteng-nya. Untuk lebih jelasnya lihat gambar arena permainan tradisional betengan di bawah ini. 

Fungsi Permainan 
Sekitar tahun 1970-an daerah pedesaan pada umumnya belum tersentuh oleh listrik, sehingga jika malam tiba dapat dikatakan tidak hanya sunyi senyap, tetapi juga gelap gulita. Oleh karena itu, padang bulan, apalagi bulan purnama sangat ditunggu-tunggu oleh anak-anak di pedesaan. Sebab, malam yang bagaikan siang (karena sinar rembulan) dapat dimanfaatkan untuk bermain betengan dengan teman-temannya. Dengan bermain betengan mereka merasa senang (gembira). Selain itu, satu dengan lainnya merasa semakin akrab. Ini artinya bahwa permainan tradisional betengan tidak semata-mata berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga yang tidak kalah pentingnya adalah keakraban. 

Nilai Budaya 
Betengan adalah suatu permainan yang bersifat game (ada yang kalah dan ada yang menang). Inti permainan ini pada hahekatnya mempertahankan beteng agar tidak kebobolan dan sekaligus menyerang beteng lawan. Jika dicermati betengan tidak hanya sekedar permainan, tetapi di dalamnya terkandung nilai-nilai yang dapat dijadikan acuan dalam bersikap dan berperilaku. Nilai-nilai itu antara lain: kompetitif, tolong-menolong, dan sportivitas. 

Nilai kompetetif tercermin dari masing-masing grup yang berusaha untuk mempertahankan atau menjaga beteng-nya agar tidak kebobolan dan sekaligus membobol beteng lawan, sehingga memenangkan permainan. Nilai tolong-menolong tercermin dari usaha “menghidupkan kembali” anggotanya yang tertawan lawan. Dan, nilai sportivitas tercermin dari jalannya permainan yang mengacu kepada aturan permainan. Dalam konteks ini pemain yang lebih dahulu keluar dari beteng-nya adalah pemain yang berposisi dikejar oleh pemain beteng lawan, dan bukan sebaliknya. Kemudian, jika tertangkap yang bersangkutan dengan suka rela menjadi tahanan. 

 



Sumber: 
Sujarno, dkk. 2010. “Permainan Tradisional sebagai Sarana Pembentukan Karekter” (Laporan Penelitian). Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline