|
|
|
|
Tingkeban, Prosesi Meminta Keselamatan Ibu dan Bayi Tanggal 22 Aug 2018 oleh OSKM_16018352_Amalia . |
Tingkeban, Prosesi Memohon Keselamatan Ibu dan Bayi
Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya, meninggalkan berbagai adat pada setiap aktivitas yang dilakukan ataupun hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Tidak terlepas ketika seorang wanita sedang mengandung, berbagai ritual telah turun menurun dilakukan demi kebaikan dan keselamatan ibu dan calon bayinya. Berasal dari adat Jawa, tradisi ibu yang sedang mengandung salah satunya disebut Tingkeban atau Mitoni.
Tingkeban atau mitoni adalah tradisi adat Jawa dimana ketika kandungan kehamilan sudah memasuki usia tujuh bulan. Mitoni sendiri berasal dari kata “pitu” atau tujuh dalam bahsa Jawa. Pitu sendiri dapat diartikan sebagai pitulungan atau pertolongan untuk keselamatan dan memohon kelancaran persalinan nantinya. Untuk melaksanakan ritual ini, biasanya keluarga akan memilih tanggal 7 , 17 dan 27 sebelum bulan purnama pada penanggalan Jawa.
Ritual ini terdiri dari beberapa prosesi, yang pertama adalah siraman. Siraman menggunakan air dari tujuh mata air dan dicampur dengan kembang setaman. Siraman bertujuan untuk menyucikan ibu dan calon bayi. Pada siraman ini calon ibu disirami oleh para tetua yang berjumlah tujuh orang. Kemudian acara brojolan. Acara brojolan memasukan telur ayam kampung kedalam kain calon ibu oleh suaminya dan telur harus melewati perut sampai pecah. Hal ini bertujuan untuk memohon agar dimudahkan dalam persalinannya. Setelah itu ada prosesi ganti busana sebanyak tujuh kali. Dari balutan kain yang pertama sampai balutan kalin yang keenam, hadirin akan mengatakan “belum pantes” dan pada balutan ketujuh, barulah hadirin akan mengatakan “pantes”. Hal ini dimaksudkan bahwa usia kehamilan 1-6 bulan janin belum pantas untuk dilahirkan dan pada usia kandungan tujuh bulan, barulah janin siap dilahirkan. Kemudian prosesi angkreman calon ibu diminta untuk berkotek layaknya ayam yang sedang mengerami telurnya dan calon ayah untuk berkokok. Hal ini dimaksudkan untuk selalu bertanggung jawab dan melindungi calon bayi dan ibunya. Dilanjut dengan memecah cengkir atau kelapa muda. Hal ini bertujuan agar sang calon bayi dibukakan jalan keluar saat persalinan. Lalu memotong tumpeng sebagai tanda rasa syukur dan yang terakhir jualan rujak. Rujak dijual oleh sang ibu dan bapak yang terdiri dari tujuh buah-buahan kepada para tamu dan para tamu membeli dengan uang yang terbuat dari tanah liat.
Begitulah prosesi Tingkeban secara garis besar, dimana setiap prosesi memiliki tujuan dan artian tersendiri yang semua bertujuan untuk memohon keselamatan dan kelancaran kehamilan dan persalinan serta memohon agar calon bayi bisa menjadi individu yang taat kepada Tuhan YME dan berbakti kepada orang tua serta lingkungan sekitarnya. Betapa kaya budaya Indonesia yang kita miliki oleh karena itu sebagai warna negara yang baik sudah sepantasnya kita melindungi dan melestarikan budaya kita sendiri!
#OSKMITB2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |