|
|
|
|
Ekspresi Muda Kota : Proses Berkesenian Sebagai Ekspresi Kaum Petani Agraris Marginal Dalam Praktik Pertanian Nusantara Tanggal 19 Oct 2024 oleh Journalaksa . |
Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan saja, tetapi juga pada bidang pertanian. Pada bidang pertanian, contoh pekembangan teknologi di Indonesia yang ada saat ini seperti adanya Transplanter (pemberi jarak pada tanaman padi), Indo Combine Harvester (alat yang membantu dalam proses pemotongan, transportasi, perontokan, pembersihan, persotiran serta pengantongan pada tanaman padi), mesin pemilah bibit unggul, alat pengering, dan intalasi pengolah limbah pada tanaman pertanian. Perkembangan teknologi memang memudahkan dan mempercepat pekerjaan manusia, namun menurut penulis adanya perkembangan teknologi juga meninggalkan dampak negatif pada kemerosotan sumber daya manusia. Kemerosotan sumber daya manusia seakaan memunculkan dilema baru dalam memperlebar eksistensi kaum petani agraris marginal. Masyarakat marginal dapat diartikan sebagai kelompok masyarakat yang tersisihkan dari pembangunan, sehingga tidak berkesempatan untuk menikmati pembangunan yang layak atau juga berarti kelompok masyarakat pinggiran atau prasejahtera kecil yang miskin, baik dari segi pangan, pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.
Dinamika dan polemik kaum petani marginal mulai bermunculan semenjak terjadinya alih fungsi peran mereka oleh teknologi. Perjuangan petani marginal tersebut kemudian divisualisasikan para seniman dalam ekspresi muda kota melalui program Geneng Street Art Project (GSAP). Di sini dapat diketahui bahwa peran seniman tidak hanya sebagai media ekspresi dan aktualisasi diri, tetapi juga sebagai Agen Perubahan. Hadirnya petani dalam karya seniman telah menunjukkan keberpihakan seniman dalam menyajikan ruang potret petani marginal. Potret petani marginal diperoleh dari proses refleksi ( Pendekatan Reflektif ), yakni karya yang diciptakan yang mencerminkan realita kehidupan masyarakat di dalamnya. Beberapa contoh hasil Geneng Street Art Project (GSAP) di antaranya adalah “ Karpet Merah untuk Petani ” (Gerrilas), “ Sebelum Semua Menjadi Seperti Ibu Kota : Jaga Tanah Kita” (Media Legal), dan “ Peringatan Rakyat: Jogja Ora Didol ” ( Taring Padi) .
Menurut penulis, program GSAP merupakan program yang sangat baik dan berhubungan dengan kondisi yang sedang dialami petani agraris marginal. Menurut penulis, hasil dari proyek tersebut sangat bagus dijadikan media untuk menvisualisasikan atau menyajikan potret realita petani agraris saat ini. Di sini terjadi kolaborasi dan kesinergisan antara dengan seniman petani agraris dalam mencapai satu tujuan yang sama yaitu perubahan yang lebih baik. Pesan dari karya yang dihasilkan akan dikontruksi melalui simbol dan tuturan visual yang mudah dipahami dan dapat membentuk kesadaran masyarakat ( Constructionist Approach ) sehingga harapannya pemerintah lebih memperhatikan dan mendengarkan suara masyarakat dalam rangka memperjuangkan hak-hak petani agraris marginal yang semakin tergerus arus perkembangan teknologi.
Referensi
Parsudi Suparlan, Orang Gelandangan di Jakarta: Politik Pada Golongan Termiskin dalam Kemiskinan di Perkotaan (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), h.179
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |