BADUY DALAM Rumah baduy luar terdiri dari bagian-bagian: 1. Taraje : Tangga 2. Papangge : Teras luar (sempit, tidak lebar seperti teras di baduy luar) 3. Pintu 4. Sosoro (semacam bale untuk ruang tamu) 5. Pembatas Kayu 6. Tepas (terdapat dapur tambahan yang bisa digunakan oleh tamu) 7. Imah : Rumah utama / rumah khusus, terdapat kamar tidur dan dapur utama keluarga, posisinya lebih tinggi dibandingkan bagian rumah yang lainnya 8. Para (di gantung di atas di sosoro dan tepas untuk menyimpan barang-barang) 9. Lolongok (lubang kecil untuk melihat keluar berfungsi seperti jendela) Di Baduy Dalam tipe rumahnya berundak Posisi rumah / imah lebih tinggi dibanding dengan tepas dan sosoro tujuannya menunjukkan bahwa imah lebih tinggi dan lebih privat. Ibarat kepala lebih tinggi dibanding pundak. Tepas dan sosoro berada dalam 1 tingkatan yang sama. Di baduy dalam hanya ada 1 pintu karena merupakan amanat adat dan juga bermak...
Kata P atingtung diambil dari bunyi-bunyian waditra atau alat musik, seperti gendang atau kendang. Patingtung dapat diuraikan menjadi tiga suku kata, yaitu pa-ting-tung. Pa dari kata pak dimaksudkan suara gendang kulanter atau talipak (kendang kecil yang diberdirikan); tIng suara gendang talipung (kendang kecil yang dibaringkan) dan tung suara kendang atau bedug yang besar. Seni Patingtung merupakan jenis kesenian yang memadukan pencak silat dengan tarian. Keberadaan tarian di dalam seni Patingtung sebagai selingan. Adapun gerak dasar tarian dalam Seni Patingtung sangat didominasi oleh gerakan pencak silat sehingga seni ini dapat dikatakan identik dengan pencak silat. Tarian dalam seni Patingtung bersifat atraktif karena gerakan-gerakannya menggambarkan ketangkasan,baik dalam hal menggunakan piring-piring dari beling maupun menggunakan belati yang ditikamkan di dada penari sendiri. Sejarah da...
Masjid Terate Udik adalah nama sebuah masjid yang terletak di Kampung Terate Udik, Desa Masigit, Kecamatan Cilegon, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Masjid ini termasuk salah satu tempat ibadah umat Islam yang dikeramatkan oleh masyarakat Cilegon dan sekitarnya. Menurut cerita, bangunan masjid ini tidak bisa diabadikan oleh kamera ataupun sejenisnya karena hasilnya tidak pernah jadi atau tidak jelas (blur) atau bahkan hanya hitam saja. Ilustrasi Masjid Terate Udik, Banten, Indonesia Di Kampung Terate Udik, Provinsi Banten, terdapat sebuah mushola kecil yang dibangun oleh penduduk setempat secara bergotong-royong. Rumah ibadah tersebut didirikan di atas tanah wakaf milik Ki Ahmad yang merupakan sesepuh desa sekaligus ulama yang terkenal kaya. Selain untuk tempat ibadah, mushola tersebut kerap digunakan sebagai tempat bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang me...
Seluruh penduduk Kota Tangerang pasti mengetahui Klenteng Boen Tek Bio, Pasar Lama karena berada di dekat pusat kota dan menjadi destinasi utama etnis tionghoa yang datang dariberbagai daerah di Indonesia. Namun, tak semua orang mengetahui tentang Prosesi YMS Kwam Im Hud Couw atau Arak-arakan 12 Tahunan Toapekong. Seperti nama sebutannya, arak-arakan ini dilaksanakan setiap 12 tahunan. Tradisi ini berawal pada tahun 1856, tahun Naga Tanah. Kelenteng Boen Tek Bio diperkirakan dibangun pada tahun 1684 baru dipugar untuk kedua kalinya, setelah pemugaran pertama tahun 1774. Selesai dipugar, kim-sin Yang Mulia dan Suci (YMS) Kwan Im Hud Couw, yang juga dikenal dan dimuliakan sebagai Guan Shi Yin. Pada waktu pemugaran disemayamkan sementara di Kelenteng Boen San Bio di Pasar Baru dan disambut kembali ke kelenteng yang selesai dipugar dengan arak-arakan yang sangat ramai. Sejak itulah peristiwa tersebut menjadi tradisi yang diulang kembali setiap 12 tahun sekali, yakni setiap tahun Naga....
Bila anda berjalan mengelilingi Pasar Lama Tangerang, anda dapat menemukan bangunan Kelenteng Boen Tek Bio. Kelenteng yang berada pada persimpangan jalan Bhakti dan jalan Cilame ini merupakan kelenteng tertua yang berada di Tangerang. Berusia lebih dari tiga ratus tahun, kelenteng ini menjadi salah satu bukti sejarah keberadaan kebudayaan Tionghoa di daerah Tangerang. Di sekitar Kali Pasir, pemerintah Belanda mendirikan pemukiman masyarakat Tionghoa yang diberi nama Petak Sembilan. Daerah Petak Sembilan yang terletak di samping Sungai Cisadane berkembang menjadi pusat perdagangan dan kini menjadi bagian Kota Tangerang. Kira-kira pada tahun 1684, masyarakat Tionghoa di Petak Sembilan membangun kelenteng ini dengan sangat sederhana yang diberi nama Boen Tek Bio (Boen = sastra, Tek = kebajikan, Bio = tempat ibadah). Kelenteng yang didirikan pertama kali masih bertiang bambu dan beratap rumba. Seiring berjalannya waktu, bangunan kelenteng mengalami renovasi dengan bantuan ahli...
Tersebutlah seorang ulama dari Negeri Arab bernama Syekh Muhidin. Ia dikirim dari Negeri Arab ke Negeri Jawa untuk menyebarluaskan agama Islam, dengan menaiki perahu, tibalah Syekh Muhidin di Bulakan, daerah Cisalak, Pulau Jawa. Ketika ia tiba bersamaan dengan tibanya waktu Dhuhur. Syekh Muhidin lalu mengerjakan salat. Tanpa disadari Syekh Muhidin, empat puluh penduduk Bulakan memperhatikan gerak-geriknya. Sembahyang yang dilakukan Syekh Muhidin membuat mereka keheranan. Namun mereka hanya memperhatikan saja. Setelah mengerjakan salat, Syekh Muhidin lantas meninggalkan daerah itu. Tas bawaannya tertinggal. Empat puluh penduduk Bulakan lalu mendatangi tas itu. Mereka tertarik untuk mengetahui isi tas orang asing itu. Ketika mereka membukanya, mereka mendapati biji-bijian tanaman di dalamnya. Mereka lantas menyebarkan biji-bijian itu. Keajaiban pun terjadi. Seketika biji- bijian itu disebarkan di tanah, tumbuhlah pohon- pohon. Cepat sekali pohon-pohon itu tumbuh hingga dalam w...
Ngarengkong atau Ngunjal Pare merupakan tradisi masyarakat adat yang ada di Kampung Guradog, Kecamatan Curugbitung, Kabupaten Lebak-Banten. Ngarengkong adalah tardisi turun temurun atau warisan dari nenek moyang yang sudah lebih dulu melakukan ritual tersebut. Ngarengkong itu sendiri dapat diartikan sebagai mengangkut hasil panen. Ritual ngarengkong wairisan para leluhur ini biasanya dilaksanakan pada saat panen tangtu. Kegiatan ini digelar setiap tahun oleh masyarakat setempat bersama tokoh masyarakat dan tokoh adat. Pada ritual Ngarengkong ini, hasil panen padi dari sawah adat milik warga Kampung Guradog akan dibawa dan kemudian disimpan di Leuit (lumbung padi adat) yang nantinya dapat digunakan untuk keperluan tatanan adat, juga bisa digunakan oleh masyarakat yang sedang mengalami kesusahan terutama bagi masyarakat yang tidak mampu dengan cara meminjam padi tersebut dan membayarnya pada saat panen. Sawah adat tersebut hanya bisa digarap oleh petani dan tokoh...
Masyarakat adat di Kasepuhan Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, memiliki prinsip 'Kudu Bisa Ngigeulan Jaman'. "Kalau misalkan kita tidak akan pernah bisa menampik modernisasi dengan media sosial dan media komunikasi. Kalau kita tidak bisa mengikuti perkembangan zaman, maka kita punah. Semua harus dilakukan sesuai keseimbangan adat," ucap Abah Usep, Ketua Adat Desa Kasepuhan Cisungsang, Lebak, Banten, Minggu (28/8/2016). Ramuan itulah yang bisa membuat warga Kasepuhan Cisungsang bisa terus bertahan selama 700 tahun lebih tanpa menghilangkan adat dan tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun sejak zaman leluhur. Salah satunya Prosesi Adat Seren Taun yang masih ada hingga saat ini. Di mana, Seren Taun adalah menyimpan padi hasil tani ke dalam lumbung yang bisa digunakan oleh seluruh warga di saat terjadi kesulitan bahan pangan. Dengan demikian, masyarakat terhindar dari kelaparan. Prosesi ini berjalan selama tujuh hari tujuh malam. Di mana, pada mal...
SUMUR KERAMAT JATI HERANG Suasana sore ini begitu cerah, anak-anak di Kampung Tampeuyan yang sudah beberapa hari tidak dapat keluar rumah karena hujan terus-menerus mengguyur kampung yang subur itu, kini tampak bersenang-senang. Cuaca cerah seperti ini makin membuat anak-anak bersemangat dan tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bermain di luar rumah sore ini. Kosim berlari sekuat tenaga mengejar temanteman sebayanya agar bisa menangkap salah satu dari mereka. Bermain kejar-kejaran pada sore hari sudah menjadi kebiasaan bagi anak-anak kampung itu, sambil menunggu beduk Magrib. Sesekali terdengar jeritan mereka yang polos karena hampir saja tertangkap oleh Kosim yang larinya begitu cepat. Jika mereka tertangkap oleh Kosim, jadilah mereka. Artinya, yang tertangkap akan berganti mengejar yang lainnya. Mereka tidak akan lelah bermain sampai waktu Magrib tiba atau dipanggil oleh orang tuanya untuk berangkat mengaji ke sebuah langgar di Kampung Tampeuyan. ”Nyai..., kopinya sudah belum...