Dodorabe berarti tembak-menembak, biasanya di mainkan oleh anak-anak dan remaja. Permainan ini di laksanakan hanya pada saat musim jambu air karena jambu yang masih kecil itulah yang menjadi peluru senjata dodorabe tersebut. Alat yang di gunakan terbuat dari ruas bambu yang lubang dalamnya maksimal garis tengah 1 cm. Pangkal ruasnya yang berbuku di pakai sebagai gagang bilah pendorong peluru. Cara bermain: Pemain dodorabe terdiri atas dua kelompok, masing-masing lima orang. Keduanya berhadapan dengan jarak 2 m dan jarak ke belakang dari kelompok tersebut 3 m sebagai garis penalti (garis mati). Apabila salah satu anggota kelompok ketika di serang lawan mundur melewati garis mati, maka ia di nyatakan gugur (tidak lagi turut bermain), tinggal anggota yang tersisa yang melanjutkan permainan sampai di nyatakan juri selesai. Kelompok penyerang tidak di perkenankan memasuki garis mati. Kalau demikian, ia di beri peringatan, dengan cara di berikan kartu kuning. Kelompok di nyatakan m...
Alkisah, di pulau yang terpencil di pedalaman hutan Gunung Sali hiduplah keluarga kecil yang terdiri atas satu orang perempuan dan dua orang laki-laki. Kedua orang tua mereka telah tiada setelah mereka beranjak dewasa. Pakaian mereka compang-camping. Mereka bertiga sering kekurangan makanan karena menanti panen hasil kebun. Tidak makan dua atau tiga hari atau seminggu adalah hal yang biasa bagi mereka bertiga. Mata pencaharian mereka adalah melaut dan berkebun. Biasanya, kakak laki-laki yang pertama dan kedua pergi ke laut untuk menjaring ikan. Alat-alat yang disiapkan adalah bubu dan jaring. Sementara itu, saudara perempuan mereka pergi ke kebun untuk menanam ubi dan ketela. Setelah itu, ia bermain-main di hutan areal kebun mereka untuk mencari sayuran dan apa saja yang bisa dimakan dan dibawanya pulang untuk mengganjal perut. Itulah kehidupan mereka sehari-hari. Pada suatu ketika saat matahari mengeluarkan cahaya penerang kepada alam pada pagi hari, dua orang k...
Dahulu sekitar tahun 1650 di belahan timur Pulau Halmahera, tepatnya di daerah pesisir pantai utara Teluk Kao, hiduplah dua orang pemuda bersaudara. Kedua pemuda itu sangat akrab dan saling menyayangi. Si sulung bemama Torobuku, sedangkan si bungsu bemama Hagapanoto. Tubuh mereka kekar, sehat, dan sangat dikagumi karena kekuatan mereka. Dari tahun ke tahun mereka hidup dengan bercocok tanam. Makanan kesukaan mereka adalah sagu yang tepungnya diambil dari pohon umbira, pohon enau, dan juga keladi. Ada yang kecil, sedang, besar, dan yang paling besar mereka sebut dara. Keladi dibudidayakan hingga saat ini. Garis tengahnya bisa mencapai 35m dan tingginya bisa mencapai lebih dari 2 meter. Jenis keladi ini sangat enak dimakan dengan memakai kuah santan kelapa yang dalam bahasa Tobelo disebut ogana. Makanan yang bernama mahigouku adalah makanan kesukaan mereka. Suatu ketika kedua pemuda terse but bersepakat memasak keladi (widara) dengan membuat kuah dari santan kelapa atau...
Penduduk asli suku Taliabo- kurang lebih sekitar 4 km dari pesisir pantai ke pedalaman- banyak bermukim di daerah-daerah yang masih sangat terpencil dan merupakan alam yang tandus. Salah satu desa yang terpencil itu bemama Desa Manghai. Desa itu memiliki sebuah legenda yang dikenal oleh masyarakat sekitamya. Konon, pada zaman dahulu kala hiduplah seorang lelaki bemama Ngandong. Pada suatu hari pak Ngandong mulai jenuh dengan kehidupan di desanya. Ia pun bertekad mencari kehidupan yang lebih baik. Pak Ngandong mulai berjalan di hutan dengan membawa sebuah kapak yang merupakan satu-satunya harta yang dimilikinya. Ia terus berjalan tanpa arah dan tujuan. Ia hanya berharap mendapat tempat tinggal dan tempat yang memungkinkan baginya mencari pekerjaan untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidupnya. Setelah sekian lama melakukan perjalanan, akhirnya tibalah ia di sebuah tempat yang memiliki tanah yang tidak begitu luas, tetapi cukup yang subur dan perairan yang baik karena letaknya di...
Pada suatu hari ada seorang anak berjalan di sebuah hutan bersarna ibunya. Mereka sedang mencari kayu bakar dan sejenis umbi-umbian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pada saat sedang mencari kayu bakar, tiba-tiba sang anak mendengar suara aneh yang berasal dari rumpun bambu yang lebat. Anak itu pun menjadi ketakutan dan memberitahukan kepada ibunya perihal suara tersebut. lbu dan anak itu kemudian mencari tahu asal suara itu. Namun, tiba-tiba mereka melihat seekor ular kecil. Ular itu pun terkejut dan menghindar pergi melalui semak-semak. Melihat ular itu, sang ibu menjadi penasaran. Akhimya, ibu dan anak itu mengikuti arah ular itu pergi. Sang ular temyata menuju ke sebuah danau. Sesampainya di danau, ibu dan anak tersebut sangat terkejut melihat sekumpulan ular yang sangat banyak memenuhi danau. lbu itu pun kemudian menarik tangan anaknya dan mereka segera bergegas pulang. Sesampai di rumah, ibu dan anak masih dihantui ketakutan setelah melihat peristiwa tadi. Pada malam...
Dahulu kala di Pulau Morotai berdiri sebuah kerajaan. Kerajaan ini adalah bagian dari Kerajaan Moro yang ada di Halmahera Utara. Rajanya memerintah dengan adil dan bijaksana. Negeri ini sangat subur. Rakyat hidup dengan tenteram, damai, dan sangat makmur. Mereka hidup dengan bertani. Menanam padi dan palawija. Mereka juga menanami kebun dengan tanaman kelapa. Pohon kelapa sangat cocok tumbuh di daratan Morotai seingga tidak mengherankan jika negeri ini san gat terkenal dengan hasil kelapanya. Selain bertani, penduduk Morotai juga nelayan yang ulet. Hal ini karena perairan di sekitar Morotai sangat berlimpah hasil lautnya, terutama ikan, sehingga rakyat Morotai hidup dalam kecukupan. Raja Morotai mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik. Putri Dewi namanya. Namun, rakyat memanggilnya dengan Putri Dei. Selain memiliki paras yang cantik, Putri Dei juga berbudi luhur, tutur katanya halus, dan san gat ramah kepada siapa saja yang ditemuinya. Dalam bergaul, Putri Dei tidak...
Di sebuah kampung di wilayah kekuasaan kerajaan Moro, hiduplah sebuah keluarga yang sangat sederhana. Pak Gong, sebagai kepala keluarga tersebut, mempunyai seorang isteri bemama Bu Mirda dan dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Yangsulung laki-laki bemama Toi dan adiknya Hinta. Usia mereka masih balita. Pak Gong merasa sangat berbahagia meskipun hidup sederhana dengan keluarganya. Ia seorang kepala keluarga yang ulet serta giat bekerja. Ia memiliki ladang dan menanaminya dengan sayuran untuk bebutuhan pokok sehari-hari. Selain itu, ia memiliki beberapa binatang temak berupa kambing. Untuk melengkapi lauk di rumah, ia juga sering pergi menangkap ikan di laut. Keluarga itu hidup dengan bersahaja dan bahagia. Pada suatu hari, akibat terlalu keras bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarganya, Pak Gong jatuh sakit. Pada awalnya penyakit Pak Gong tidak dianggap berat. Namun, karena tidak kunjung sembuh dan semakin hari semakin parah, isteri Pak Gong, Bu Mirda, minta pertolongan...
Pada zaman dahulu di daratan Pulau Halmahera bagian utara, tepatnya di daerah Tobelo dan Galela sekarang, terdapat sebuah kerajaan yang dikenal dengan nama Kerajaan Moro. Kekuasaan Kerajaan Moro sangat besar, terbentang dari ujung utara sampai dengan ujung selatan Pulau Halmahera dan beberapa pulau di sekitarnya. Penduduk Kerajaan Moro hidup dalam keadaan makmur karena hasil buminya yang melimpah. Tanahnya sangat subur sehingga selain berladang, rakyat Moro menanam kebun dengan berbagai palawija dan sayur-sayuran. Di samping itu, Kerajaan Moro terkenal dengan tanaman kelapanya. Hampir sepanjang mata memandang hanyalah pohon kelapa yang terbentang mulai dari pantai hingga ke pegunungan. Tanaman kelapa tumbuh dengan sangat subur. Masyarakat Moro sangat gemar mengadakan perjalanan jauh antarpulau guna membuka perkebunan yang baru. Tidak heran hingga sampai saat ini komunitas masyarakat Moro yang lebih dikenal dengan orang Tobelo dan Galela tersebar hampir di seluruh kawasan Jaz...
Dahulu kala di Pulau Halmahera, tepatnya di bagian paling utara pulau, terbentang perkampungan nelayan yang penduduknya menggantungkan hid up dari hasil tangkapan ikan di laut. Keadaan ini berlangsung selama berabadabad. Masyarakat pun hidup dengan keadaan yang sangat sejahtera. Mereka bahu-membahu, bantu-membantu, serta tolong-menolong dalam melakukan berbagai hal, mulai dari membuat perahu-perahu besar hingga mendirikan rumah adat yang mereka anggap sebagai simbol persatuan. Di antara perkampungan nelayan tersebut yang paling dikenal adalah perkampungan Tobelo dan Galela. Uniknya, meskipun dua perkampungan nelayan ini memiliki budaya, kepercayaan, pemimpin, serta rumah adat yang berbeda, mereka terlihat seakan seperti satu komunitas perkampungan yang padu walaupun terkadang timbul perseteruan antara dua perkampungan ini. Masyarakat kedua kampung tersebut umumnya percaya bahwa nenek moyang mereka adalah satu yang diciptakan oleh Jou Giki Moi. Karena kepercayaan itulah, setiap p...