Pada jaman dahulu hiduplah seorang pemuda tampan bernama Jafar Sidik. Ia tinggal seorang diri di desa Salero, Ternate. Di dalam hutan yang tak jauh dari desa Salero terdapat telaga yang berair amat jernih. Telaga Air Sentosa namanya. Jafar Sidik sering duduk sendirian di sebuah batu besar yang berada di pinggir telaga Air Sentosa, terutama ketika ia beristirahat setelah berburu atau mencari kayu bakar di hutan. Pada suatu sore Jafar Sidik kembali duduk di batu besar di pinggir telaga Air Sentosa itu. Langit di atas berwarna jingga yang amat indah ketika dipandang. Seperti tak puas-puasnya Jafar Sidik melihat keindahan langit ketika itu. Tiba-tiba pandangan Jafar Sidik tertuju pada setitik cahaya berwarna-warni. Tampak seperti pelangi. Kian jelas Jafar Sidik mengamati, kian jelaslah pelangi itu. Pelangi itu kian membesar dan memanjang. Ujung pelangi jatuh di atas permukaan telaga Air Sentosa. Jafar Sidik terperanjat saat melihat tujuh bidadari terbang di atas lengkunga...
Dahulu, jauh di belahan bumi sebelah utara kepulauan Maluku, terdapat sebuah daerah yang disebut Tobelo. Konon daerah yang diliputi laut yang membiru itu menyimpan suatu kisah yang menarik. Beratus tahun yang lalu di suatu rumah yang berdindingkan daun rumbia, tinggallah satu keluarga. Ayahnya seorang nelayan yang siang dan malam hidupnya diatas lautan bertarung nyawa untuk menghidupi anak istrinya. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang setia dan sangat bijaksana. Mereka memiliki dua orang anak. Yang sulung seorang anak perempuan bernama O Bia Moloku. Kecantikannya melebihi ibunya. Sedangkan adiknya bernama O Bia Mokara, tampan dan berperawakan mirip ayahnya. Pada suatu hari mereka pergi melaut dan seperti biasa. Sebelum mereka bertolak ke laut, tak lupa ditinggalkannya makanan dan telur ikan pepayana di rumahnya. Beberapa hari setelah kepergian ayahnya melaut, ibunya pergi ke kebun. Sebelum ibunya pergi ia berpesan kepada kedua anaknya, "Hai anak-anakku, jangan kamu maka...
Pada masa dahulu kala telah terjadi pertikaian antara warga Teluk Tarakani dan jazirah Wayamoto. Tidak diketahui awal mulanya, tetapi pertikaian itu berlarut-larut dan tidak ada tanda-tanda segera berakhir. Mereka hidup dalam suasana tidak nyaman, penuh curiga dan saling menyalahkan. Anak-anak tumbuh dalam situasi yang mencekam. Di tengah situasi yang tidak mengenakkan itu, di dekat perbatasan kedua wilayah itu, tersebutlah dua keuarga yang tinggal di wilayah yang bertikai itu. Satu keluarga tingga di wilayah Teluk Tarakani, sedang yang lain tinggal di wilayah Jazirah Wayamoto. Kedua keluarga itu mempunyai anak lelaki yang usianya sebaya. Walaupun dilarang oleh kedua orangtuanya, mereka tetap berteman dan bermain bersama secara sembunyi-sembunyi. Pada suatu hari anak dari Jazirah Wayamoto menanyakan kepada ayahnya tentang kenapa dia tidak boleh bermain dengan anak dari Tarakani. Ayahnya menyuruh bocah itu untuk mencari teman lain yang berasal dari Jazirah Wayamoto saja. Na...
Alkisah, ada sepasang suami istri yang setiap hari harus berladang di tengah hutan. Karena tidak ada orang yang bisa membantu menjaga bayi mereka, maka si bayi harus ikut dibawa bekerja. Sang istri menggantungkan kain pada sebatang pohon dan meletakkan bayinya di sana. Lalu, sang istri akan meladang tak jauh dari pohon itu. Tak terasa tengah hari telah datang. Si bayi mulai menangis, tapi sang istri tetap bekerja. Sang istri berpikir, lebih baik ia menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat, baru nanti melihat keadaan bayinya. Tapi bayi itu terus menangis. Akhirnya burung-burung yang ada di sekitar sang bayi menaruh iba. Mereka lantas memberikan bulu-bulu mereka untuk menghangatkan sang bayi. Tangisan sang bayi kemudian berhenti. Sang istri pikir, itu karena bayinya tertidur. Maka sang istri kembali bekerja dan bekerja, sampai ia mendengar suara kicauan burung yang begitu pilu datang dari pohon tempat anaknya berada. “Hua… lo… puu…&...
Pada zaman dahulu ada sebuah desa berada di dekat Galela. Sekarang desa itu dikenal dengan nama Desa Mamuya. Tidak diketahui sejak kapan desa itu dinamai Mamuya. Konon, nama desa itu berasal dari seseorang suku terasing di hutan. Kata orang Tobelo, namanya Nihiri, yang berarti sakit. Awalnya, orang dari hutan itu mengganggu penduduk di luar hutan. Dia mencuri temak penduduk sehingga penduduk menjadi marah dan merencanakan untuk menangkapnya. Para tua-tua (orang yang dianggap tua) di karnpung itu merencanakan untuk menangkap Nihiri pada malam hari ketika ia melaksanakan aksinya. Penduduk pun setuju. Pada saat malam tiba, penduduk bersiap-siap menangkapnya. Ketika Nihiri melaksanakan aksi mencurinya, penduduk secara beramai-ramai menangkapnya dengan menggunakan gomutu (tali yang dibuat dari pohon enau), kemudian dipukul hingga babak belur. "Mengapa kau mengganggu desa kami?" tanya Kepala Adat. "Kami butuh makanan dan tempat tinggal," jawab Nahiri sambil merintih-rintih. Kepala...
Pada zaman dahulu, di Desa Marahai hidup satu keluarga. Mereka adalah sepasang suami isteri dengan seorang anak perempuan. Sang ayah bemama Daluku dan sang ibu bemama Haiti, sedangkan anak perempuan mereka bemama Bebeoto. Hari-hari mereka lalui dengan bahagia. Bebeoto sangat disayangi oleh ayah dan ibunya. Agaknya, kebahagiaan di keluarga ini tidak berlangsung lama. Pada waktu usia Bebeoto enam tahun, Daluku meninggal karena sakit keras. Maka hari-hari berikutnya dilalui Bebeoto hanya berdua dengan ibunya. Untuk menghidupi anaknya yang masih kecil, Haiti menanam tanaman di kebun dan memelihara ayam. Pada suatu saat, wabah penyakit temak melanda Desa Marahai. Semua ayam yang dipelihara Bebeoto mati kerena diterjang wabah penyakit. Seekor ayam betina yang baru bertelur lima butir pun ikut mati. Keadaan itu membuat Bebeoto dan ibunya putus asa. Mereka hanya berdoa kepada Tuhan agar bencana wabah itu cepat berlalu. Dalam beberapa minggu si ibu masih bisa menjaga diri dan ana...
Di suatu tempat yang sangat jauh dari keramaian di tepi hutan terpencil, hiduplah keluarga kecil yang terdiri atas mit 'ayah', bot 'ibu', dan anaknya yang bemama Finagonli. Mangole adalah nama kampung mereka. Mata pencaharian mereka adalah sebagai petani. Di pagi hari yang cerah, bot dan mit pergi ke kebun untuk menanam kelapa dan cengkeh. Sementara itu, anaknya menyiapkan hidangan makan siang agar kedua orang tuanya ketika pulang dapat segera mengisi perut mereka. Setelah itu, di sore hari, Finagonli pergi ke hutan bersama temantemannya untuk mencari kayu bakar. Finagonli adalah anak yang rajin, pandai, jujur, dan patuh kepada kedua orang tuanya. Selain itu, Finagonli juga seorang anak yang cantik dengan suara lembut memikat. Suaranya lembut terdengar seperti gesekan biola. Pada suatu hari, pelabuhan Mangole mulai ramai ketika seorang pemuda berpakaian sederhana turun dari kapal kecil (motor dalam) sambil membawa barang dagangannya. Tujuannya ada...
Dodorabe berarti tembak-menembak, biasanya di mainkan oleh anak-anak dan remaja. Permainan ini di laksanakan hanya pada saat musim jambu air karena jambu yang masih kecil itulah yang menjadi peluru senjata dodorabe tersebut. Alat yang di gunakan terbuat dari ruas bambu yang lubang dalamnya maksimal garis tengah 1 cm. Pangkal ruasnya yang berbuku di pakai sebagai gagang bilah pendorong peluru. Cara bermain: Pemain dodorabe terdiri atas dua kelompok, masing-masing lima orang. Keduanya berhadapan dengan jarak 2 m dan jarak ke belakang dari kelompok tersebut 3 m sebagai garis penalti (garis mati). Apabila salah satu anggota kelompok ketika di serang lawan mundur melewati garis mati, maka ia di nyatakan gugur (tidak lagi turut bermain), tinggal anggota yang tersisa yang melanjutkan permainan sampai di nyatakan juri selesai. Kelompok penyerang tidak di perkenankan memasuki garis mati. Kalau demikian, ia di beri peringatan, dengan cara di berikan kartu kuning. Kelompok di nyatakan m...
Alkisah, di pulau yang terpencil di pedalaman hutan Gunung Sali hiduplah keluarga kecil yang terdiri atas satu orang perempuan dan dua orang laki-laki. Kedua orang tua mereka telah tiada setelah mereka beranjak dewasa. Pakaian mereka compang-camping. Mereka bertiga sering kekurangan makanan karena menanti panen hasil kebun. Tidak makan dua atau tiga hari atau seminggu adalah hal yang biasa bagi mereka bertiga. Mata pencaharian mereka adalah melaut dan berkebun. Biasanya, kakak laki-laki yang pertama dan kedua pergi ke laut untuk menjaring ikan. Alat-alat yang disiapkan adalah bubu dan jaring. Sementara itu, saudara perempuan mereka pergi ke kebun untuk menanam ubi dan ketela. Setelah itu, ia bermain-main di hutan areal kebun mereka untuk mencari sayuran dan apa saja yang bisa dimakan dan dibawanya pulang untuk mengganjal perut. Itulah kehidupan mereka sehari-hari. Pada suatu ketika saat matahari mengeluarkan cahaya penerang kepada alam pada pagi hari, dua orang k...