|
|
|
|
Asal Mula Desa Manghai Tanggal 26 Nov 2018 oleh Riani Charlina. |
Penduduk asli suku Taliabo- kurang lebih sekitar 4 km dari pesisir pantai ke pedalaman- banyak bermukim di daerah-daerah yang masih sangat terpencil dan merupakan alam yang tandus. Salah satu desa yang terpencil itu bemama Desa Manghai. Desa itu memiliki sebuah legenda yang dikenal oleh masyarakat sekitamya.
Konon, pada zaman dahulu kala hiduplah seorang lelaki bemama Ngandong. Pada suatu hari pak Ngandong mulai jenuh dengan kehidupan di desanya. Ia pun bertekad mencari kehidupan yang lebih baik. Pak Ngandong mulai berjalan di hutan dengan membawa sebuah kapak yang merupakan satu-satunya harta yang dimilikinya. Ia terus berjalan tanpa arah dan tujuan. Ia hanya berharap mendapat tempat tinggal dan tempat yang memungkinkan baginya mencari pekerjaan untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidupnya.
Setelah sekian lama melakukan perjalanan, akhirnya tibalah ia di sebuah tempat yang memiliki tanah yang tidak begitu luas, tetapi cukup yang subur dan perairan yang baik karena letaknya di pesisir pantai. Setelah berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di tempat itu.
Setiap hari Pak Ngandong hidup sendirian dengan melakukan semua pekerjaan sendirian pula. Ia menanam ubi- ubian dan mencari ikan untuk makanan sehari-hari. Pada siang hari ia mencari ubi-ubian, sedangkan pada malam hari ia mencari ikan. Namun, kemana pun ia berjalan, kapak yang dibawanya sejak pertama datang selalu mengikutinya kemana pun ia pergi.
Pada suatu malam, saat Pak Ngandong sedang mencari ikan, ia telah mendayung perahunya ke beberapa tempat. Namun, tidak satu pun ikan yang ia dapatkan. Kejadian ini berlangsung selama beberapa hari. Hingga suatu saat Pak Ngandong pun mulai marah karena tiba-tiba semua ikan yang dahulunya mudah di dapat, pada saat ini menjadi sangat sulit.
"Ada apa dengan laut ini? Ke mana semua ikan-ikan itu? Kenapa sudah berhari-hari aku melaut, tetapi tidak satu ekor pun ikan kudapatkan?" ujamya dalam hati.
Karena sudah emosi, Pak Ngandong pun memukul-mukulkan kapaknya ke air laut. Namun, tiba-tiba air bergemuruh dan tiba-tiba ikan-ikan pun mulai muncul ke permukaan. Melihat hal itu, Pak Ngandong segera menjaring semua ikan dan membawanya pulang. Sejak saat itu Pak N gandong mulai percaya pada kelebihan yang dimiliki kapaknya sehingga kemana pun pergi, ia tak pemah melepaskannya.
Kehidupan Pak Ngandong seperti ini terjadi berharihari, bahkan bertahun-tahun, hingga Pak Ngandong pun mulai bosan dengan kehidupan yang dijalaninya. Ia mulai merasa kesepian. Hingga pada suatu hari ia memutuskan untuk mencari makanan di tengah hutan. Pada saat sedang berjalan, tiba-tiba Pak Ngandong dikejutkan oleh kehadiran seorang wanita. Pada akhirnya, mereka pun hidup bersama dan memiliki empat anak.
Setelah berkeluarga sekian lama, kehidupan keluarga mereka hanya mengandalkan ubi-ubian dan ikan yang dipancing. Pak Ngandong dan keluarganya menyadari bahwa mereka tidak dapat hidup sendiri. Karena mereka juga membutuhkan bantuan orang lain, Pak Ngandong menyampaikan niatnya kepada istrinya untuk menjual hasil tangkapan ikannya kepada masyarakat di pulau seberang.
"Istriku, aku menyadari, saat ini kita tidak mungkin dapat bertahan hidup seperti ini saja. Aku bemiat untuk menjual sebagian hasil tangkapan lautku ini ke pulau seberang. Siapa tahu kita dapat memiliki bahan makanan lain yang kita butuhkan," kata Pak Ngandong kepada istrinya.
"Saya ikhlas jika engkau ingin menjual sebagian hasil tangkapan itu kepada warga lain. Akan tetapi, engkau harus segera pulang setelah semua tangkapan itu habis terjual," jawab sang istri.
Maka berangkatlah Pak Ngandong ke pulau seberanguntuk menjual hasil tangkapannya. Ia kemudian membeli beras dan kebutuhan lain yang diperlukan oleh keluarganya. Setiap hari Pak Ngandong memancing ikan yang akhirnya diketahui adalah ikan pari untuk dijual ke desa seberang. Ikan pari itu begitu ban yak sehingga Pak Ngandong mendapatkan keuntungan yang besar. Hal ini membuat warga di pulau seberang mulai curiga dengan hasil tangkapan tersebut.
Pada suatu hari setelah semua ikannya habis terjual, seperti biasa Pak Ngandong mulai membeli kebuituhan hidup untuk anak dan istrinya. Kemudian, ia pun bergegas pulang. Tanpa ia sadari, beberapa orang warga mengikutinya sampai ke seberang. Warga tersebut kemudian mengintip semua aktivitas yang dilakukan oleh Pak Ngandong dan keluarganya untuk mengetahui cara mereka menangkap ikan pari yang begitu banyak.
Pada malam hari Pak Ngandong mulai memancing ikan pari seperti biasa. Warga mulai melihat temyata di tempat itu banyak terdapat ikan pari. Akhirnya, banyak warga yang mulai tertarik dengan tempat itu. Lama-kelamaan banyak warga yangmulai berdatangan di tempatitu. Namun, karena wilayahnya yang sempit, warga mulai menebang pohon besar dalam jumlah yang banyak. Pada saat ini, konon berdasarkan kepercayaan warga, pohon-pohong yang ditebang itu sudah berubah menjadi daratan yang cukup luas.
Warga desa pun akhirnya menamai desa itu dengan sebutan "Manghai" yang diambil dari dua kata. yaitu manga 'makan' dan hai 'pari'. Warga desa menamai daerah itu dengan sebutan tersebut karena di desa itu banyak terdapat ikan pari yang sampai saat ini masih menjadi mata pencaharian warganya walaupun jumlah ikan pari semakin lama semakin berkurang.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |