Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Maluku Utara Maluku Utara
Asal Mula Penduduk Desa Juanga
- 27 November 2018

Pada zaman dahulu di daratan Pulau Halmahera bagian utara, tepatnya di daerah Tobelo dan Galela sekarang, terdapat sebuah kerajaan yang dikenal dengan nama Kerajaan Moro. Kekuasaan Kerajaan Moro sangat besar, terbentang dari ujung utara sampai dengan ujung selatan Pulau Halmahera dan beberapa pulau di sekitarnya.

Penduduk Kerajaan Moro hidup dalam keadaan makmur karena hasil buminya yang melimpah. Tanahnya sangat subur sehingga selain berladang, rakyat Moro menanam kebun dengan berbagai palawija dan sayur-sayuran. Di samping itu, Kerajaan Moro terkenal dengan tanaman kelapanya. Hampir sepanjang mata memandang hanyalah pohon kelapa yang terbentang mulai dari pantai hingga ke pegunungan. Tanaman kelapa tumbuh dengan sangat subur.

Masyarakat Moro sangat gemar mengadakan perjalanan jauh antarpulau guna membuka perkebunan yang baru. Tidak heran hingga sampai saat ini komunitas masyarakat Moro yang lebih dikenal dengan orang Tobelo dan Galela tersebar hampir di seluruh kawasan Jazirah Maluku, khususnya Maluku Utara, mulai dari pulau yang paling ujung di bagian utara, yakni Pulau Morotai, hingga ujung selatan, yaitu Pulau Obi. Bahkan, diyakini bahwa salah satu suku di Filipina yang mendiami Pulau Mindanao bagian selatan berasal dari Moro yang berpindah dan menetap di tempat itu sebagai akibat dari berbagai hal, terutama peperangan.

Dikisahkan pada saat Kerajaan Moro mencapai puncak kemakmurannya, para pembesar kerajaan mulai terlena dengan berbagai kemewahan dan kesenangan. Persoalan negara dan rakyat tidak lagi diperhatikan. Pesta dan hura-hura mulai menjadi kebiasaan baru mereka. Keadaan ini sudah sangat jauh merasuk ke dalam jiwa para pembesar Kerajaan Moro. Tanpa mereka sadari ada sebuah ancaman yang sangat besar yang datang dari sebuah kerajaan di sebelah utara Kerajaan Moro, yaitu kerajaan Loloda. Pada awalnya, Kerajaan Loloda adalah bagian atau daerah taklukan dari Kerajaan Moro.

Sementara itu, dari dalam Kerajaan Moro sendiri rakyat sudah mulai geram dengan keadaan yang mereka hadapi. Belum lagi ancaman dari bajak laut yang sering mengancam dan mengganggu para nelayan yang menangkap ikan dan para saudagar yang keluar masuk membawa barang niaganya. Di lain pihak, raja dan para pembesar kerajaan semakin jauh terlena dengan gaya hidup baru mereka tanpa menghiraukan situasi yang mulai merongrong kedaulatan negeri Moro. Hal ini karena mereka sangat yakin dengan kekuatan pasukan mereka. Namun, temyata sebagian dari para prajurit pun sudah merasa jenuh dengan perlakuan yang semena-mena dari para bangsawan terhadap rakyat jelata.

Rakyat mulai gelisah, geram, dan marah karena dibebani dengan pajak yang sangat tinggi. Akhimya, pada suatu hari, setelah melakukan persiapan yang matang dan menetapkan waktu yang tepat, rakyat yang dibantu oleh sebagian pasukan kerajaan yang merasa tidak puas dengan perlakuan dan kesewenang-wenangan mengadakan pemberontakan terhadap Kerajaan Moro. Perang saudara pun berkecamuk dengan hebatnya. Korban berjatuhan dari. kedua pihak silih berganti, baik dari rakyat maupun dari pasukan kerajaan. Bumi Moro yang dahulunya sangat damai dan tenteram kini bersimbah darah.

Dengan semangat yang berkobar-kobar, rakyat Moro yang dibantu sebagian prajurit yang bersimpati dengan perjuangan rakyat bahu-membahu menyerang pasukan kerajaan yang masih setia dengan raja. Selama berhari-hari perang terjadi dengan dahsyatnya. Kemenangan silih berganti di antara kedua pihak. Tak terhitung lagi berapa nyawa yang melayang. Belum ada pertanda perang akan usai, masing-masing pihak tetap mempertahankan tujuannya. Tidak ada yang mau mengalah. Hal ini sangat disayangkan karena ancaman sebenarnya akan datang dan meluluhlantakkan Kerajaan Moro.

Dari situasi yang sangat kacau akibat perang saudara itu, dari arah utara, Kerajaan Loloda mengambil kesempatan dengan menyerang Kerajaan Moro. Dengan kekuatan penuh, pasukan Kerajaan Loloda menyerang dengan membabi-buta. Mereka masuk ke kancah peperangan dengan menyerang kedua pihak. Akibatnya, korban pun berjatuhan di pihak Moro, baik pemberontak maupun pasukan Kerajaan Moro.

Karena telah terkurasnya tenaga dan juga telah berkurangnya jumlah prajurit dan pemberontak yang tewas akibat perang saudara yang telah berlangsung lama, pasukan Moro mulai terdesak dan akhimya kejatuhan Kerajaan Moro ke pasukan Loloda tidak terelakkan lagi. Raja dan pembesar Moro ditawan. Pasukan dan rakyat Moro lari kocar-kacir menyelamatkan diri dari keganasan pasukan Loloda yang terus menyerang dan memburu sisa-sisa pasukan.

Karena keteledoran raja dan pembesar Moro dengan hidup berfoya-foya dan berhura-hura, mereka harus membayar mahal dengan takluknya kerajaan mereka ke Kerajaan Loloda yang dulunya adalah wilayah kekuasaannya. Raja dan keluarganya dan disertai petinggi-petinggi kerajaan dibawa ke Loloda sebagai tawanan. Sisa-sisa prajurit dan rakyat yang ikut berperang pergi menyelamatkan diri. Mengungsi ke daerah yang lebih aman. Semen tara itu, rakyat yang tidak ikut terlibat dalam peperangan dibiarkan hidup dan menjalani kehidupan seperti biasanya.

Sisa pasukan yang terus dikejar oleh pasukan Loloda pergi mencari daerah yang tidak terjangkau oleh pasukan itu. Mereka ada yang meneruskan perjalanan sampai ke daerah Bacan, Obi, dan di selatan Pulau Halmahera. Namun, tidak semua orang mengikuti jalur tersebut. Ada sebagian kecil yang menyelamatkan diri tidak jauh dari bekas wilayah Kerajaan Moro. Mereka menuju ke sebuah pulau yang berdekatan dengan Pulau Morotai, yakni sebuah pulau kecil yang pada akhimya mereka namakan dengan Pulau Matita.

Pulau Matita adalah salah satu pulau yang berada pada gugusan pulau-pulau kecil yang berhadapan dengan Pulau Morotai. Pulau Matita berada paling luar di antara sekitar sepuluh pulau yang ada sehingga Pulau Matita merupakan pintu gerbang ke arah utara Pulau Halmahera.

Sisa-sisa pasukan dan sebagian kecil rakyat yang datang ke Pulau Matita akhimya menetap dan memulai kehidupan dari awal. Hidup mereka dengan bertani dan juga nelayan karena laut di situ menghasilkan ikan yang melimpah ruah. Mereka hidup dengan rukun, tenteram, dan damai selama beberapa waktu kemudian.

Penduduk Matita belum mengenal agama. Kepercayaan yang mereka anut masih berupa animisme dan dinamisme. Percaya akan roh leluhur dan benda-benda berupa batu, pohon, sungai, dan sebagainya yang menurut mereka dapat mendatangkan kebaikan. Kepercayaan ini mereka sebut dengan somageawo. Sampai pada suatu saat pada akhir abad ke-19 datang seorang penyebar Islam yang berasal dari Hadaral Maut, yaitu suatu tempat di wilayah Negara Yaman sekarang, bemama Syekh Madum Yaman. Beliau disertai dengan dua anaknya, yaitu Muhammad Yaman dan Ismail Yaman serta seorang menantunya.

Mereka datang untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Matita yang pada saat itu belum mengenal agama. Syekh Madum memperkenalkan Islam dan mengajarkan tentang kebesaran Allah swt. dan ke-Esa-an-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang patut disembah selain Allah swt. Para penduduk mendengarkan semua seruan dari Syekh Madum dengan baik. Namun, mereka masih belum mau meninggalkan ajaran nenek moyang. Syekh Madum tetap mengajarkan dan menyampaikan sendi-sendi ajaran agama Islam.

Penduduk Pulau Matita bukannya tidak pemah mendengar ajaran Islam. Sering mereka berinteraksi dengan Islam di kala mereka ke luar pulau untuk menjual hasil bumi kebun dan juga hasil tangkapan ikan. Dari perjalanan itu sering sekali mereka mendengar tentang sebuah agama, yakni Islam, terlebih tentang karamahan dari para Nabi dan Wali. Pada suatu hari, di kala Syekh Madum menyampaikan seruannya tentang Islam, datanglah beberapa orang yang merupakan pemuka masyarakat Pulau Matita. Mereka adalah Doi Bati yang merupakan wakil Kepala Desa dengan Isterinya, Fini, dan seorang bawahannya bemama Lasera, yang juga didampingi oleh isterinya, Maenan.

"Wahai Syekh Madum, sudah lama kami mendengar tentang Islam, baik dari luar sana maupun dari mulut Syekh sendiri. Banyak hal yang kami dengar tentang kebesaran agama Islam ini," kata Doi Bati membuka percakapan.

"Memang benar Syekh apa yang disampaikan oleh Doi Bati tadi. Kami heran karena menurut kabamya orang Islam bisa membuat sesuatu yang mustahil menjadi nyata," imbuh Lasera.

"Wahai para penduduk Matita, sesungguhnya kebenaran Islam itu tidak perlu diragukan lagi. Ada pun pertanyaan dari Saudara berdua ini tentang kebesaran Islam itu tidak terlepas dari kehendak Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Jika Dia berkehendak, cukup dengan mengatakan "jadi", maka jadilah sesuatu yang dikehendaki-Nya," jawab Syekh Madum dengan tenang.

"Islam mengajarkan bahwa Allah swt. adalah Tuhan Yang Esa. Tidak ada Tuhan selain Allah. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Kekuasaan-Nya meliputi langit dan bumi. Dia Mahakuasa atas segala yang ada di dunia ini. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa beribadah sesuai dengan perintah-Nya dan selalu berdoa serta berserah diri kepada Allah," sambung Syekh Madum lagi.

"Baiklah! Dengarkan wahai rakyatku! Saya, Doi Bati setelah mendengarkan ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Syekh Madum selama ini, maka sesuai dengan hasil musyawarah kita selama beberapa malam ini, saya mewakili seluruh rakyat Matita memutuskan bahwa kami akan mengikuti seruan Anda dengan syarat jika memang Islam adalah agama yang benar dan dinaungi dengan kebesaran TuhanNya, maka kami meminta agar Anda bisa membuat rep yang ada dian tara Pulau Matita ini dengan Pulau Kokoya timbul ke permukaan laut. Kami rakyat Matita akan mengikuti ajaran yang Syekh sampaikan kepada kami!" seru Boi Bati dengan lantang.

Rep adalah terumbu karang yang tumbuh dari dasar laut yang sebagiannya muncul ke permukaan laut. Rep tersebut lebamya pada saat itu hanya sekitar lima meter. Jika air laut surut, kedalaman rep hanya sekitar satu meter setengah atau seukuran dada orang dewasa. Di tempat itu merupakan tempat berkumpulnya ikan sehingga para warga Pulau Matita sering menangkap ikan di sekitamya.

Sementara itu, Syekh Madum setelah mendengar syarat yang ditawarkan oleh penduduk Matita, dengan tenang menjawab tantangan mereka.

"Baiklah wahai sekalian penduduk Matita! Insya Allah, dengan izin Allah SWT, Tuhan Yang Mahakuasa, saya akan mencoba melakukan sesuai dengan permintaan Saudara sekalian. Akan tetapi, sebelumnya agar hal itu bisa terlaksana saya minta bantuan beberapa orang untuk mencari sarang burung maleo (ayam hutan) dan tiga butir telumya! Ingat, sarang yang akan kalian bawa adalah sarang yang masih baru, jangan ambil sarang yang telah lama didiami oleh maleo. Setelah menemukannya, antar ke rumah saya. Akan saya tunjukkan bagaimana caranya," jawab Syekh Madum.

Setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Syekh Madum, Doi Bati memerintahkan kepada beberapa orang penduduk untuk mencari sarang dan telur burung maleo ke dalam hutan. Tanpa membutuhkan waktu lama, mereka kembali dengan membawa sarang dan telur sesuai dengan petunjuk Syekh Madum dan langsung membawa ke rumah beliau.

"Kami telah menemukan sarang dan telur mal eo sesuai dengan perintah Syekh. Jika memang rep tersebut bisa muncul di permukaan, seluruh penduduk pulau ini akan memeluk Islam," ujar Doi Bati kembali mengulang perkataannya.

"Yah benar, tapi sebelum hal tersebut terlaksana kami masih akan tetap menjalankan kepercayaan nenek moyang kami," sambung Lasera lagi.

"Islam tidak pemah memaksakan kepada siapa pun untuk menerima kebenaran Islam. Akan tetapi Insya Allah, jika Allah swt. berkenan, rep tersebut akan timbul ke permukan sesuai dengan keinginan kalian," jawab Syekh Madum.

Setelah menerima sarang dan telur burung maleo tersebut, Syekh Madum mengambil Alquran dan membaca tiga buah Surat, yakni Surat Yasin, Surat An-Naba, dan Surat Tabarak. Selanjutnya, sarang dan telur burung tadi dibungkus dengan kain merah. Beliau lantas berkata kepada Doi Bati.

"Besok pada hari Kamis sekitar pukul sepuluh pagi, kalian pergi ke rep itu dengan membawa bungkusan ini dan selanjutnya kalian tanam. Galilah tempat itu sekitar setengah hasta," kata Syekh Madum lagi.

Keesokan harinya tepat pukul sepuluh pagi, penduduk yang ditugaskan untuk menanam bungkusan itu telah berada di atas rep yang akan mereka tanami dengan bungkusan dari Syekh Madum. Kebetulan pada saat itu air laut sedang surut sehingga memudahkan mereka untuk menanam bungkusan itu.

"Semoga rep ini secepatnya muncul ke permukaan. Akan tetapi, selama rep ini belum muncul ke permukaan, kami masih belum mau mengakui ajaran Islam." Demikian kata Doi Bati.

Selang tiga tahun kemudian, rep tersebut benar-benar muncul ke permukaan laut. Apalagi pada saat air laut sedang surut. Sesuai dengan janji Doi Bati, memang mereka tetap belum memeluk Islam sebelum rep yang dijanjikan itu muncul ke permukaan. Namun, keadaan itu kini berubah. Ketika mengetahui bahwa rep tersebut telah tampak di permukaan laut, Doi Bati dan para penduduk yang lain merasa sangat takjub dengan keajaiban yang mereka saksikan.

"Wahai rakyatku sekalian, wahai para penduduk Pulau Matita, pada hari ini dapat kita saksikan salah satu kebesaran Tuhan yang ditunjukkan kepada kita. Karena rep di sana telah timbul, sesuai dengan janji kita, jika hal itu terjadi maka kita semuanya akan memeluk agama Islam. Untuk itu, marilah kita datang ke rumah Syekh Madum untuk mengabarkan hal ini," Doi Bati berseru dengan lantang kepada rakyatnya.

Setelah berada di depan Syekh Madum, berkatalah Doi Bati dengan penuh takzim.

"Apa yang Syekh janjikan kepada kami ten tang munculnya rep di depan pulau itu telah benar-benar terjadi. Sesuai dengan janji kami, maka kami penduduk Pulau Matita pada hari ini menyatakan bahwa kami ingin memeluk agama seperti yang Syekh anut. Oleh karena itu, tuntunlah kami."

"Segala puji bagi Allah, tidak ada yang mustahil bagiNya. Baiklah, sesuai dengan keinginan kalian untuk memeluk Islam, ikutilah ucapan saya, yaitu ucapan berupa pengakuan kita bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya," kata Syekh Madum.

"Kami mohon agar Syekh menuntun kami untuk mengucapkan hal itu karena kami belum memahaminya," pinta Doi Bati.

Akhimya, Syekh Madum Yaman memandu penduduk Pulau Matita untuk mengucapkan Dua Kalimat Syahadat sehingga mereka seluruhnya memeluk agama Islam. Karena rep yang kini telah muncul tersebut adalah rep yang merupakan taruhan antara penduduk Pulau Matita dengan Syekh Madum, rep itu dinamakan dengan Rep Taruhan.

Setelah mengislamkan penduduk Pulau Matita, Syekh Madum memulai dengan dakwahnya dan mengajarkan sendi-sendi keislaman. Mereka hidup dengan tenang dan damai. Selang beberapa lama kemudian, karena di Pulau Matita tidak memiliki sumber air tawar sebab air yang ada di Pulau tersebut terasa agak asin atau payau, salah satu anak Syekh Madum, yaitu Muhammad Yaman, mengusulkan kepada penduduk agar mereka pindah ke Pulau Morotai. Sebuah pulau yang lebih besar dari Pulau Matita. Akhimya, dengan pertimbangan yang matang, penduduk menyetujui saran yang diberikan oleh Muhammad Yaman tersebut. Maka dimulailah pemindahan penduduk Pulau Matita ke Pulau Morotai. Tempat yang mereka pilih adalah sebuah wilayah di dekat Kota Daruba saat ini yang kemudian diberi nama dengan Desa Juanga.

Tinggallah para penduduk Matita di tempat baru mereka, yakni Desa Juanga. Mereka hidup beranak-pinak hingga saat ini dengan damai dan tenteram.


sumber: http://repositori.kemdikbud.go.id/3043/1/Kisah%20Boki%20Dehegila%20Antalogi%20Cerita%20Rakyat%20Maluku%20Utara%202011.pdf

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya