|
|
|
|
Kisah Boki Dehegila Tanggal 26 Nov 2018 oleh Riani Charlina. |
Dahulu kala di Pulau Morotai berdiri sebuah kerajaan. Kerajaan ini adalah bagian dari Kerajaan Moro yang ada di Halmahera Utara. Rajanya memerintah dengan adil dan bijaksana. Negeri ini sangat subur. Rakyat hidup dengan tenteram, damai, dan sangat makmur. Mereka hidup dengan bertani. Menanam padi dan palawija. Mereka juga menanami kebun dengan tanaman kelapa. Pohon kelapa sangat cocok tumbuh di daratan Morotai seingga tidak mengherankan jika negeri ini san gat terkenal dengan hasil kelapanya. Selain bertani, penduduk Morotai juga nelayan yang ulet. Hal ini karena perairan di sekitar Morotai sangat berlimpah hasil lautnya, terutama ikan, sehingga rakyat Morotai hidup dalam kecukupan.
Raja Morotai mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik. Putri Dewi namanya. Namun, rakyat memanggilnya dengan Putri Dei. Selain memiliki paras yang cantik, Putri Dei juga berbudi luhur, tutur katanya halus, dan san gat ramah kepada siapa saja yang ditemuinya. Dalam bergaul, Putri Dei tidak memilih, baik dari kalangan istana maupun rakyat biasa. Kecantikan dan keluhuran budi sangat terkenal bahkan sampai ke negara-negara tetangga.
Semakin hari usia Putri Dei semakin bertambah. Seiring dengan bertambahnya usianya, kecantikan dan kemolekan Putri Dei makin terlihat. Siapa saja yang memandang akan terpesona. Kecantikan Putri Dei bak bidadari dari kahyangan, demikian komentar orang yang memandangnya. Banyak raja dan pangeran dari negeri tetangga telah mendengar kabar tentang Putri Dei. Mereka berkeinginan untuk mempersunting Pu tri Dei untuk dijadikan sebagai permaisuri mereka.
Suatu hari, ayahanda Putri Dei memanggilnya.
“Anakku Putri Dei. Ayahanda telah tua, banyak persoalan negeri yang semakin berat terasa olehku. Sudah waktunya aku harus digantikan, Anakku. Usiamu sudah menjelang dewasa, Ayahanda merasa sudah saatmya Ananda memilih cal on pendamping yang kelak meneruskan pemerintahan kerajaan kita.”
I”Ampun, Baginda. Bukannya Ananda tidak mau mencari pendamping hidup Ananda, tetapi Ananda merasa belum puas menikmati masa-masa bersenang dan indah seperti ini. Lagi pula belum puas rasanya Ananda mengabdi kepada Ayahanda dan Ibunda Ratu,” jawab Putri Dei.
“Ayahanda merasa masa bersenang-senang Ananda sudah cukup, dan kalau Ananda masih ingin mengabdi kepada Ayahanda dan Ibunda. Sekalipun Ananda telah bersuami pun hal itu Ananda masih bisa lakukan," nasihat Baginda Raja.
"Tapi ..... , sampai saat ini bel urn ada yang berkenan di hati Ananda."
"Apakah dari sekian banyak raja dan pangeran yang sering berkunjung ke kerajaan kita tak satu pun yang sekiranya Ananda sukai?" kembali Raja berkata kepada Putri Dei.
"Mungkin Ananda terlalu asyik dengan kesibukan Ananda sehingga tak sempat Ananda perhatikan para raja dan pangeran-pangeran itu Baginda."
Putri Dei memang sangat gemar merawat bunga-bunga yang tumbuh di taman istana. Karena keasyikannya, terkadang Putri Dei lupa waktu. Ketika diperingatkan oleh para dayang, barulah Putri Dei beranjak dari taman tersebut. Tidak mengherankan jika taman istana yang dihiasi berbagai mac am bunga itu sangat subur dan begitu indah dipandang. Jika mekar, akan tersebarlah harumnya sampai ke seisi istana. Karena itulah Putri Dei sangat betah berlama-lama di taman itu.
"Bagaimana kalau kita adakan sayembara untuk mencari calon pendamping hidupmu dan sebagai penerus takhta kerajaan?" Baginda Raja memberi saran kepada putrinya.
"Semua titah Baginda akan Ananda turuti, mana yang terbaik bagi kehidupan Ananda kelak," jawab Putri Dei dengan patuh.
Akhirnya, Baginda Raja menyampaikan hal ini kepada permaisurinya.
"Permaisuriku, aku rasa sudah saatnya putri kita mencari seorang pendamping hidupnya. Usianya sudah pantas untuk berumah tangga. Lagi pula aku sudah tua. Banyak urusan kerajaan yang tidak bisa aku laksanakan," sabda Baginda Raja kepada Permaisurinya.
"Benar, Baginda. Hamba pun merasa sudah tiba saatnya Putri Dei kita kawinkan. Tapi sampai sejauh ini, menurut pantauan hamba belum seorang lelaki pun yang dekat dengan anak kita, Baginda," jawab Permaisuri.
"Hal itu telah aku tanyakan kepada anak kita, tetapi seperti yang Dinda risaukan, putri kita memang sampai saat ini belum menemukan idaman hatinya," kata Baginda dengan lirih.
"Bagaimana kalau kita adakan sayembara untuk memilih calon suarni buat anak kita?" tanya Baginda kepada Permaisuri.
Akhirnya, Permaisuri pun menerima usul Baginda. Tidak berselang beberapa lama kemudian, Baginda Raja memanggil Perdana Menteri dan para hulubalang kerajaan di balairung istana. Baginda menyampaikan maksud dikumpulkannya mereka, yaitu tentang akan diadakannya sayembara untuk mencari calon suami Putri Dei.
Setelah menyampaikan maksudnya, Baginda langsung memerintahkan kepada para menteri dan hulubalang agar mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan sayembara tersebut. Berangkatlah para prajurit ke seluruh pelosok negeri untuk menyampaikan pengumuman kepada rakyat tentang akan diadakan sebuah sayembara dalam mencari calon pendamping Putri Dei. Tidak hanya itu, undangan pun disebarkan ke negeri-negeri tetangga. Sayembara ini terbuka bagi siapa saja yang ingin mencoba peruntungan mereka.
Pada akhirnya tibalah waktu yang ditunggu-tunggu. Para raja dan pangeran bahkan para ksatria berkumpul di alun-alun kerajaan.
"Selamat datang wahai para peserta sekalian, para raja dan pangeran serta para ksatria, seperti janji kami bahwa pada hari ini, kami akan melaksanakan sayembara untuk mencari calon menantuku," sabda Baginda. Kemudian sambungnya, "Saya harap dalam pertandingan nanti jangan sampai ada yang tewas. Kita di sini bukan untuk saling membunuh. Ada pun peraturannya akan dijelaskan oleh Perdana Menteri."
Perdana Menteri maju untuk menjelaskan segala peraturan yang harus ditaati oleh seluruh peserta. Para peserta akan diundi dan masing-masing akan mendapat bagian dalam pertandingan nanti. Mereka akan mengadu kesaktian dengan cara berduel satu lawan satu.
Sebenamya secara diam-diam Putri Dei sudah merasa tertarik dengan salah satu kapita (hulubalang) dari negeri Morotai sendiri. Kapita itu adalah Kapita Sopi. Seorang Kapita yang ditugaskan Baginda Raja di daerah Sopi. Namun, hal ini tidak Putri Dei utarakan kepada Ayahandanya. Dia merasa malu dan takut jika hal itu dia sampaikan sebab Kapita Sopi adalah salah satu hul ubalang yang sangat dipercaya Baginda Raja. Putri Dei khawatir jangan sampai Baginda murka yang akan berdampak pada kelangsungan hidup Kapita Sopi. Oleh karena itu, Putri Dei menyembunyikan perasaan itu agar jangan sampai Baginda mengetahuinya. Temyata kekhawatiran Putri Dei terlalu berlebihan.
Dalam sayembara ini Baginda tidak membatasi peserta yang berminat mengikutinya, termasuk para kapita dari dalam kerajaan Morotai sendiri. Betapa bahagianya hati Putri Dei demi melihat Kapita Sopi turut ambil bagian dalam sayembara ini.
Pertandingan dalam mengadu kesaktian pun berlangsung. Para pendekar silih berganti menyerang lawannya. Tidak ketinggalan Kapita Sopi pun turun ke gelanggang pertandingan. Kapita Sopi sangat sakti. Hanya dengan beberapa gebrakan saja lawannya dengan mudah dapat dikalahkan.
Kapita Sopi adalah seorang pemuda yang tampan dan bertubuh kekar. Dia disegani karena kesaktian dan kewibawaannya. Sudah banyak pemberontakan yang mampu dipadamkan. Tidak heran jika Kapita Sopi adalah panglima yang sangat disegani oleh kawan ataupun lawan. Walaupun memiliki ilmu yang tinggi, Kapita Sopi sangat rendah hati. Banyak wanita tang mengaguminya, tetapi tidak satu pun di antara para wanita itu yang mampu menawan hatinya. Hidupnya dia abdikan sepenuhnya bagi kerajaan.
Duel tetap berlangsung seru. Peserta semakin berkurang karena yang lain telah mengalami kekalahan. Sampai pada akhimya, hanya menyisakan Kapita Sopi yang berhasil mengalahkan lawan-lawannya dengan seorang Kapita dari negeri seberang. Kapita itu pun sangat sakti. Kesaktiannya setara dengan Kapita Sopi sehingga lawan-lawannyapun dengan mudah dapat dia kalahkan.
Pertandingan pada hari itu harus dihentikan karena hari menjelang malam. Para ksatria yang terluka diobati di ruang pengobatan istana. Kapita Sopi dan lawannya beristirahat memulihkan tenaga yang terkuras akibat pertarungan yang berlangsung dari pagi hari.
Keesokan harinya pertarungan kembali dilanjutkan. Para penduduk banyak yang datang menyaksikan pertarungan yang sangat menentukan itu. Mereka ingin menyaksikan siapa yang akan keluar sebagai pemenang dan nantinya akan menjadi menantu baginda raja. Dengan sabar mereka menunggu di alun-alun istana.
Waktu yang ditinggu-tunggu akhirnya datang juga. Kapita Sopi dan lawannya keluar dari istana dan menuju ke tempat yang telah disediakan. Perdana menteri lalu menuju ke depan untuk memberitahukan bahwa pertarungan akan dilanjutkan.
"Wahai para penduduk Morotai! Di pagi hari ini, akan tercatat sejarah bahwa salah seorang di antara kedua pendekar ini akan keluar sebagai pemenang nantinya akan jadi suami Putri Dei. Untuk itu, mereka akan mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Tapi ingat, pertarungan ini harus jujur dan ikuti semua peraturan," seru Perdana Menteri dengan lantang.
Akhimya, pertarungan pun dimulai. Kedua pendekar tersebut saling melancarkan serangan. Pukulan dan tendangan silih berganti dilancarkan. Kapita Sopi menemui lawan yang sepadan. Pertarungan berlangsung dengan dahsyat. Kelihatannya duel akan berakhir seimbang. Ratusan jurus telah mereka keluarkan. Berbagai kesaktian telah mereka gunakan. Akan tetapi, hingga sampai sejauh ini belum ada tanda-tanda siapa yang akan menang dalam duel yang mereka suguhkan.
Kapita Sopi dan lawannya sama-sama memiliki kekuatan dan kesaktian. Mereka berdua sama-sama gesit dan lincah. Namun, pada suatu ketika, lawan Kapita Sopi terdesak akibat serangan yang dilancarkan Kapita Sopi. Pada sebuah kesempatan akibat kurang gesit, Kapita Sopi berhasil menyarangkan pukulan dan tendangan yang bertubi-tubi yang tidak bisa dibendung oleh lawannya lagi. Akhimya, lawan Kapita Sopi pun jatuh tersungkur akibat pukulan telak yang mengenai perutnya. Dia tidak mampu lagi melanjutkan pertarungan. Kapita Sopi pun dinyatakan sebagai pemenang. Betapa bahagianya hati Putri Dei ketika mengetahui bahwa Kapita Sopilah yang keluar sebagai pemenang. Sementara itu, penonton yang berjejal di pinggir alun-alun bersorak dengan gembira sebab pemenangnya adalah Kapita Sopi. Mereka sedih jika sekiranya yang memenangkan pertarungan itu adalah kapita dari seberang. Mereka takut jika Putri Dei akan diboyong ke negeri seberang. Hal ini karena rakyat sangat mencintai Putri Dei. Mereka sangat bersyukur mempunyai seorang putri yang elok rupa dan elok budi.
Tak lama kemudian, tampillah Baginda dan bersabda kepada rakyatnya.
"Rakyatku sekalian, sayembara baru saja berakhir dan kita telah mengetahui siapa pemenangnya. Dalam sayembara ini Kapita Sopi dapat mengungguli lawan-lawannya. Maka sesuai dengan janjiku, bahwa siapa saja yang berhasil memenangkan pertarungan dalam sayembara ini akan aku jadikan sebagai menentuku, suami Putri Dei."
Pada hari yang telah ditentukan, acara pertunangan digelar di istana dengan meriah dan dilanjutkan dengan acara perkawinan. Namun, sebelum acara perkawinan dilaksanakan, Putri Dei meminta sesuatu sebagai mas kawinnya kepada Kapita Sopi.
"Kanda, jika kita menikah nanti, sudikah Kanda memenuhi permintaan Adinda sebagai mas kawin Adinda ?" tanya Putri Dei dengan lembut.
"Apakah yang engkau kehendaki sebagai mas kawinmu, Adinda?" tanya balik Kapita Sopi dengan sopan.
"Agar laut di depan kerajaan ini bisa lebih indah, Dinda minta agar di depan sana dihiasi dengan pulau-pulau yang ada di sebelah utara kerajaan ini."
"Baik, kalau begitu akan Kanda pindahkan pulau-pulau yang ada di utara ke selatan di depan istana.".
"Tapi, Kanda! Pekerjaan untuk memindahkan pulaupulau tersebut harus Kanda laksanakan dalam waktu satu malam." "Baiklah, semua permintaan Putri akan Kanda laksanakan."
Kapita Sopi kembali ke rumahnya dan pergi ke sebuah gua yang berada di hutan. Di tempat yang sepi itu dia duduk bersemedi meminta petunjuk agar dapat memindahkan pulau-pulau di bagian utara ke daerah selatan. Kapita Sopi pun mendapat petunjuk bagaimana agar dapat memindahkan pulau-pulau tersebut dalam waktu semalam.
Pada malam yang telah ditentukan, mulailah Kapita Sopi melaksanakan perintah Putri Dei. Temyata, selain memiliki kesaktian yang sangat tinggi, Kapita Sopi pun dapat memerintahkan jin. Maka dengan pertolongan para jin itulah pulau-pulau sebagai mas kawin Putri Dei dipindahkan dari sebelah utara Kerajaan Morotai ke laut di depan Istana. Pulau yang ada di sebelah utara terse but berjumlah dua belas buah pulau.
Mulailah Kapita Sopi yang dibantu oleh para jin melakukan pemindahan pulau-pulau itu. Awalnya pulau-pulau diubah bentuknya menjadi sebongkah batu oleh para jin terse but dan kemudian mereka naikkan ke kapal yang sudah disiapkan. Pekerjaan berjalan dengan mulus tanpa ada hambatan yang berarti.
Sampai menjelang waktu subuh, sepuluh kapal yang membawa sepuluh bongkah batu telah sampai ke tempatnya dan telah diubah bentuk menjadi pulau kembali oleh para jin itu. Tinggallah dua kapal yang masih tersisa. Dua kapal tersebut telah bertolak dari arah utara, tetapi malang bagi keduanya karena mereka dihadang oleh badai yang sangat dahsyat. Keduanya tetap berjuang untuk lolos dari hadangan badai itu, tetapi pagi telah mendahului mereka.
Dua buah kapal itu, yang satunya berhenti tepat di depan sebuah desa yang bemana Bere-Bere dan melepaskan batu yang dimuat sehingga berubahlah menjadi pulau yang saat ini dikenal dengan nama Pulau Tabailenge. Sementara itu, kapal yang satunya lagi terdampar di Tanjung Pinang, sebuah daerah yang terletak antara Desa Sambiki dan Desa Daeo. Batu yang dimuat oleh kapal itu akhimya terlempar keluar, tetapi tidak berubah bentuknya menjadi pulau. Batu tersebut tetap menyerupai batu akibat tidak dilepaskan di laut, melainkan di daratan, karena kapal terhempas sampai ke darat. Batu tersebut sampai saat ini masih ada dan masyarakat di sana menamainya dengan tetototame, artinya batu yang didudukkan(diletakkan), sebab batu tersebut tersusun di atas sebuah batu yang sangat kecil. Adapun kapalnya saat ini masih menyisakan bekas-bekasnya yang telah membatu.
Mengetahui hal itu, Kapita Sopi merasa kecewa karena tidak bisa memenuhi permintaan Putri Dei. Kapita hanya duduk dan termenung menerima kegagalan para jin yang telah berupaya memindahkan pulau-pulau itu, tetapi Tuhan Yang Mahakuasa tidak mengizinkan. Hanya sepuluh pulau yang berhasil dibawa ke wilayah selatan, tepatnya di depan Daruba saat ini. Kapita Sopi tetap duduk termenung melihat pemandangan yang lebih indah dari biasanya karena lautan di depan Daruba telah dihiasi dengan pulau-pulau yang sangat indah.
Putri Dei gelisah karena sampai menjelang sore belum melihat Kapita Sopi. Setelah mecari kian-kemari, akhimya Putri Dei menemukan Kapita Sopi masih duduk termenung di tepi pantai.
"Maaf, Kanda! Apa yang yang Kanda lakukan di sini?"
"Aku hanya duduk di sini sambil memikirkan kegagalan Kanda memenuhi permintaanmu, Dinda Putri," jawab Kapita Sopi dengan sedih.
"Duhai Kanda, rupanya itu yang merisaukan hatimu sampai Kanda rela duduk di tern pat ini sejak pagi tadi. Bukankah Dinda tidak pemah meminta kepada Kanda agar pulaupulau itu harus seluruhnya dipindahkan ke sini? Yang Dinda sampaikan hanya alangkah indahnya kalau di depan Istana dihiasi dengan beberapa pulau. Bukan berarti harus seluruh pulau yang ada di bagian utara itu Kanda pindahkan ke sini," Putri Dei menjelaskan.
"Jadi, apakah perkawinan ini bisa dilanjutkan, Dinda?" tanya Kapita Sopi dengan nada gembira.
"Kanda, pemikahan kita akan tetap dilangsungkan. Tidak ada yang bisa menjadi penghambatnya," jawab Putri Dei mesra.
Singkat cerita, pesta perkawinan pun akhimya dilangsungkan dengan meriah. Pesta dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam. Mereka hidup berbahagia dengan dikarunia keturunan yang banyak. Putri Dei akhimya menjadi permaisuri setelah Kapita Sopi diangkat menjadi raja yang baru. Sampai kini beliau dikenal dengan panggilan Boki Deigila, yang akhimya berubah menjadi Boki Dehegila. Dalam bahasa setempat Boki bermakna 'permaisuri', sedangkan dehe yang berasal dari kata dei adalah nama putri itu, dan gila adalah nama suaminya, Kapita Sopi.
Sampai kini makam Putri Boki Deigila/Dehegila masih tetap terawat dengan baik di bekas istana Kerajaan Morotai, di sebuah tanjung yang dinamakan dengan Tanjung Dehegila yang terletak di sekitar Kota Daruba Kabupaten Pulau Morotai.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |