KOLO - NASI BAKAR DARIMANGGARAI Kolo yang merupakan salah satu masakan khas dari Manggarai, NTT. Sebuah nasi bakar yang dimasak dengan bambu. Bambu yang digunakan ialah bambu muda yang panjangnya kurang lebih 30 cm. Setelah diberi bumbu, nasi dibakar. Proses pematangannya dengan resep kolo khas NTT berlangsung selama 30 menit. Rasa makanan ini sangat gurih dan nikmat. Cita rasanya semakin alami, manakala terdapat campur tangan daun pisang sebagai daerah menutup bambunya. Bahan Kalo : Beras secukupnya Garam secukupnya Bumbu penyedap rasa sesuai selera Peralatan Kalo : Daun pisang secukupnya Bambu , diameter 7 cm dan panjang 30 cm Cara Membuat Kalo : Anda harus menyiapkan bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan. Jangan lupa memotong bambu sesuai ukuran yang ditentukan Cucilah beras sampai benar-benar bersih. Tiriskan dan campur dengan bumbu-bumbu di atas. Tambahkan air dan aduk kembali. Masukkan beras tersebut ke dalam bambu. Ratakan dan tutup kedua lubangnya mengg...
Pada dahulu kala di puncak gunung Kelimutu atau yang biasa disebut Bhua Ria (hutan lebat yang selalu berawan), terdapat sebuah desa yang di kepalai oleh Konde Ratu. Dalam daerah tersebut, terdapat dua tokoh yang sangat disegani, yaitu Ata Polo si tukang sihir jahat dan kejam yang suka memangsa manusia, dan Ata Bupu yang dihormati karena sifatnya yang berbelas kasih serta memiliki penangkal sihir Ata Polo. Walaupun memiliki kekuatan gaib yang tinggi dan disegani masyarakat, keduanya berteman baik serta tunduk dan hormat kepada Konde Ratu. Ata Bupu dikenal sebagai petani yang memiliki ladang kecil di pinggir Bhua Ria, sedangkan Ata Polo lebih suka berburu mangsa berupa manusia di seluruh jagat raya. Pada masa itu, kehidupan di Bhua Ria berlangsung tenang dan tenteram, sampai kedatangan sepasang Ana Kalo (anak yatim piatu) yang meminta perlindungan Ata Bupu karena ditinggal kedua orang tuanya ke alam baka. Karena sifatnya yang berbelas kasih, permintaan kedua anak yatim piatu tersebu...
Alkisah, pada jaman dahulu kala hiduplah tiga orang bersaudara. Anak pertama yang bernama Soba Warat Braha Tana, tinggal di Lela Riang Sina Goran Lewo Jawa. Anak kedua yang bernama Haja Lino Kenawe Rere (yang menurunkan Ama Koten) tinggal di Blepa Riang Sina Kehule Rera Gere. Anak ketiga yang bernama Boki Lewotala Pelatin Waitiu,dan biasa dipanggil Boki Bisu yang tinggal di Lewotala. Pada masa kelaparan yang melanda, ketiga bersaudara ini pergi mencari daerah tempat tinggal masing-masing. Boki Bisu yang masih kecil dipanggil oleh Ama Daton untuk tinggal bersama mereka di Wailolong. Di Wailolong, Boki Bisu diajarkan cara untuk mengiris tuak, berkebun dan berburu. Setelah dirasa cukup untuk hidup mandiri Boki Bisu dipanggil pulang oleh saudari mereka, Tupa Woli Hadun Horet dan tinggal bersamanya di Lewo Kena’a Duli Sabu Sosa Peli Lusi Gile atau Huwu matan. Boki Bisu kembali dengan membawa serta perlengkapan berburu dan anjingnya. Boki Bisu bekerja sebagai pengiris tuak. Ketika mengiris...
Kerajaan Larantuka semula didirikan oleh seorang tokoh perempuan bernama Watowele bersama suaminya Pati Golo Arakian yang berasal dari keturunan bangsawan dari pulau Timor dari kerajaan Wehale merupakan tokoh peranakan perempuan bangsawan Jawa danjuga bangsawan kerajaan Wehale. erajaan itu semula lebih dikenal dengani kerajaan Ata Jawa sebelum akhirnya bernama Larantuka. Watowele senduru merupakan tokoh keramat yang diyakini dilahirkan dari gunung Ilemandiri dan merupakan cikal bakal keturunan satu – satunya dinasti yang memerintah kerajaan Larantuka dan juga dihormati sebagai keturunan langsung dari gunung / keturunan Ile Jadi. Baru pada pemerintahan keturunan ke – 3, yakni raja Sira Demon Pagu Molang kerajaan Larantuka menemukan bentuk pemerintahan tradisional yang lebih teratur yang tetap dipelihara hingga berakhirnya kerajaan Larantuka. Cerita rakyat versi lain Watuwele dan Lenurat dikatakan sebagai penduduk asli Larantuka yang di sebut Ile jadi. Pada mulanya penghuni lereng Gu...
" Wilayah kerajaan amarasi, Nusa Tenggara Timur: analisis Kewilayahan dengan menggunakan sistem informasi geografi Akhirian, Sinta and Nayati, Widya (2014) Wilayah kerajaan amarasi, Nusa Tenggara Timur: analisis Kewilayahan dengan menggunakan sistem informasi geografi. WILAYAH KERAJAAN AMARASI, NUSA TENGGARA TIMUR: ANALISIS KEWILAYAHAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI, 27 (1). pp. 23-32. [img] Text 55-110-1-SM.pdf - Published Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial. Download (1MB) Official URL: http://forumarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/fa ... Abstract Amarasi merupakan salah satu kerajaan di Pulau Timor yang memiliki sejarah, tradisi, dan sistem pemerintahan yang masih lestari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui orientasi permukiman wilayah Kerajaan Amarasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, survei, dan wawancara dengan ditunjang oleh SIG. Orientasi permukiman masyarakat Amaras...
Bahan-bahan 10 siung Bawang putih 7 siung Bawang merah 1 gelas kecil Cabe 3 buah Tomat besar 1 buah jeruk purut secukupnya Garam secukupnya Gula Minyak goreng untuk menggoreng Langkah Kupas bawang merah bawang putih Lukai cabe biar tidak meletus kalau digoreng Iris tomat Panaskan minyak Setelah minyak panas masukkan semua bahan tunggu sampai masak jangan lupa diaduk, tambahkan gula kemudian aduk kembali setelah masak angkat dan uleg dicobek tambah jeruk. sumber: https://cookpad.com/id/resep/5470947-sambal-sumba?via=search&search_term=sumba
Kota Kupang, NTT memiliki dua macam musik gong. Yang pertama adalah gong yang memiliki instrumen yang ditata horizontal dan ada pula yang ditata vertikal (digantung). Untuk penataannya pun berurutan, gong yang paling besar diletakkan pada bagian kiri, makin ke kanan makin kecil ukurannya. Gong yang paling besar berdiameter lebih kurang 40 cm, sedangkan yang kecil sekitar 20 cm. Tiga gong besar yang terletak disebelah kiri itu disebut Gong Mama, selanjut?nya yang berukuran sedang disebut Gong Papa, dan yang ukuran kecil Gong Anak. Kecuali instrumen gong juga ada instrumen membran semacam gendang bermembran tunggal dan mereka sebut tambur. Tidak terdengar alur melodi di dalam musik ini, yang terdengar adalah ritme-ritme bernada saling berjalinan mengiringi sebuah lagu vokal atau instrumentalia saja. Tambur memberi tekanan-tekanan dan hiasan warna suara lain. Walaupun demikian ritme Tambur di tempat-tempat tertentu sama persis dengan ritme yang dibuat oleh Gong Mama. Kira-kira 2 atau 3...
Di sebuah dusun hiduplah sebuah keluarga petani kecil, dengan dua orang anak, yaitu seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Anak perempuan bernama Rambu Kahi dan anak laki-laki bernama Umbu Delu. Mata pencaharian mereka hanyalah berkebun. Ketika Umbu Delu berumur 1 tahun, ibu Umbu Delu pergi untuk selamanya mendahului mereka. Tinggalah ayah bersama kedua anaknya Rambu Kahi dan Umbu Delu. Tetapi, tiga bulan kemudian ayah mereka mengikuti jejak almarhumah, meninggalkan mereka. Rambu Kahi berumur tiga tahun dan adiknya Umbu Delu berumur satu tahun. Hari demi hari dilalui tanpa ada orang yang menghiraukannya apalagi menjenguknya. Makanan yang ditinggalkan oleh ayah dan ibu mereka hanyalah sebakul nasi yang ditumbuk oleh Rambu Kahi. Lama kelamaan padi itupun habis, Rambu Kahi bingung untuk minta pertolongan kepada siapa? Setiap malam jika sudah selesai makan malam Rambu Kahi mendengar piring yang dicuci, ia berdiri berdiri tepat di tempat pencucian piring, ia mengangakan mulu...
Masyarakat Sumba percaya adanya kehidupan sesudah mati. Oleh sebab itu ritual-ritual yang berhubungan dengan kematian dan penguburan menjadi sangat penting. Ini adalah momen tatkala jiwa almarhum dilepas menuju Parai Marapu sehingga perlu dilakukan dengan tata cara yang benar. Tatkala orang Sumba meninggal dunia, jasadnya diletakkan di mbale katounga dalam posisi berbaring atau duduk, ditekukkan sedemikian rupa sehingga mirip janin dalam kandungan sebagai perlambang kelahiran kembali ke dunia arwah. Pengaturan posisi ini tidak dilakukan semaunya tapi merujuk pada kabisu asal almarhum. Jasad tersebut diselubungi degan kain tenun terbaik, yang kian lama kian bertumpuk seiring kedatangan para pelayat yang membawanya sebagai simbol duka cita. Seperti upacara adat besar lain yang dilakukan dalam masyarakat komunal, ritual kematian apalagi penguburan, tak pernah menjadi urusan keluarga inti semata. Bahkan sudah kebiasaan orang Sumba membawa pulang mayat ke kampung besar untuk diurusi selu...