Permainan coko sudah berkembang di DKI Jakarta sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Permainan yang secara harafiah diartikan sebagai “perebutan” ini dahulu sering diselenggarakan oleh orang Belanda untuk memeriahkan pesta-pesta yang mereka adakan. Pesertanya adalah kaum pribumi yang menjadi buruh pekerja di perkebunan-perkebunan milik orang-orang Belanda tersebut. Hadiahnya berupa makanan (keju, gula, susu, roti) dan pakaian yang digantungkan di puncak batang pinang yang telah dilumuri minyak. (id.wikipedia.org) Setelah Bangsa Indonesia merdeka permainan ceko berganti namanya menjadi lomba panjat pinang. Penyelenggaraannya pun dilakukan bertepatan pada hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus setiap tahunnya. Sedangkan tujuannya, selain untuk memeriahkan hari kemerdekaan, juga sebagai sarana hiburan pelepas rutinitas keseharian. Pemain Permainan panjat batang pinang dapat dikategorikan sebagai permainan remaja dan dewasa yang umumnya...
Dalam khazanah cerita rakyat Betawi terdapat sebuah cerita yang terkenal yaitu “Nyai Dasima”. Ketenaran cerita ini dapat dibuktikan dengan kemunculan dalam berbagai bentuk : prosa (novel, bacaan anak – anak), puisi (syair, pantun), drama (Komedie Stamboel, Miss Riboet), film dan sinetron. Cerita ini semakin bertambah popular karena adanya lintas budaya. Cerita ini tidak saja terdapat dalam budaya Betawi dengan ditampilkan dalam pertunjukan lenong, misalnya, tetapi juga dalam budaya Sunda (Gending Karasmen), dan budaya Jawa (Rombongan Sandiwara Lokaria). Pada tahun 1896 G. Francis menerbitkan novel yang diberi judul Tjerita Njai Dasima . Henry Chambert – Loir dalam “Malay Literature in the 19th Century” menyebutkan bahwa di Leningraad terdapat cerita “Nyai Dasima” dalam koleksi Akhmad Beramka tentang syair nomor 68. Tidak disebutkan tahun penciptaan manuskrip ini, namun Akhmad Beramka aktif menulis antara tahun 1906 sampa...
Naskah berjudul Babad Pasir ini diterbitkan pada 1898 di Batavia. Ditulis oleh pribumi yang belum diketahui penulisnya. Diperoleh dari pencarian Snouck Hugronje yang kemudian diberikan kepada Dr. Brandes. Sekarang naskah yang berjumlah 300 halaman tersebut tersimpan di Perpustakaan Nasional RI dengan kode BR 64. Naskah Babad Pasir ini merupakan salah satu naskah yang memuat cerita tentang sejarah wilayah Banyumas yang berukuran 16,5 x 21 cm dan terbuat dari kertas Eropa. Sama seperti koleksi naskah milik Dr. Brandes lainnya, naskah Babad Pasir ini ditulis dengan bahasa Jawa dan aksara Jawa, ditulis dengan tinta hitam. Isi naskah berbentuk macapat, terdiri dari 39 pupuh, yang menceritakan Raja Pajajaran memiliki tiga putra dan satu putri yang bernama Raden Banyak Tantra, Raden Banyak Belatur, Raden Banyak Ngampar, dan Retna Pamekas. Kemudian di Desa Gunung Tungkeban, ada seorang pendeta sakti bernama Ajar Wirangrong yang bertemu Putra Mahkota saat mencari seorang perempuan karna...
Tempat pemakaman umum (TPU) Jeruk Purut memang sudah tidak asing lagi di telinga kita, perihal mistis yang hadir di dalam kehidupan manusia. Semua percaya akan lahirnya kisah-kisah mistis yang tertegun di dalam pikiran. Entah itu perihal dari sebuah cerita hikayat ataupun dongeng di malam hari. Ketika itu usia saya masih seumur jagung, di kala senja menyambut, angin bertiup sangat lembut, pergantian musim begitu cepat seperti putaran roda pedati. Cerita hikayat tentang kisah mistis yang lahir di TPU Jeruk Purut telah menjadi alas kehidupan yang menakutkan. Pohon Kembar Sumur Tua Pohon Benda Makam Keramat Tetapi kini, tiba-tiba perihal tersebut berubah, membangkitkan rasa penasaran saya, rasa keingintahuan yang besar lahir dari dalam hati. Sejak mulai tahun 70-an kisah mistis TPU Jeruk purut mulai menyebar di kalangan masyarakat. Menurut kepercayaan setempat, TPU Jeruk Purut yang terletak di jalan Cilandak, Jakarta Selatan selain banyak menyimp...
Di kisahkan pada tahun 1986, seorang penjaga tempat makam TPU Jeruk Purut yang saat itu sedang jaga malam, ia melihat sesosok pastur tak berkepala sedang berjalan melintas melalui di antara makam perkuburan. Pastur itu sedang menenteng kepalanya sendiri dan di belakangnya, diikuti seekor anjing. Konon, pastur ini “salah pulang”. Ia mencari-cari tempat makam kuburannya yang sebenarnya bukan berada di situ, melainkan di unit Kristen TPU Tanah Kusir, sedangkan disini TPU Jeruk Purut hanya ada pemakaman unit Islam. Sapri Saputra, adalah salah satu penjaga makam yang melihat hantu pastur kepala buntung itu, hingga kini dia masih tetap menjaga makam TPU Jeruk Purut tersebut dan dianggap menjadi juru kunci atau kuncen serta orang yang dituakan di TPU Jeruk Purut. Kesaksian dari Bapak Sapri ini kemudian membuat ceritanya menyebar luas se-Jakarta dan hingga kini sosok hantu “Sang Pastur Kepala Bunt...
Terowongan Casablanca terletak di bawah Jalan Kuningan, Jakarta Selatan, yakni di jalur Jatinegara menuju Sudirman, atau sebaliknya. Dulunya, menurut kabar, saat di lokasi itu belum dibangun jalan, tanah tersebut merupakan lahan untuk kuburan massal. Kemudian, pemerintah memindahkan kuburan itu untuk dibangun jalan raya. Saat proses pemindahan, dikabarkan ada satu jenazah yang bentuknya masih utuh. Hal ini tentu jadi misteri. Meski demikian, banyak orang percaya penunggu yang ada di kuburan itu belum turut pindah. Mereka masih saja bercokol di lokasi itu. Setelahnya, banyak kejadian-kejadian yang dianggap aneh kala jalan, bahkan terowongan, sudah berdiri. Memang jika kita melintas di terowongan itu, ada rasa ganjil. Terowongan terkesan sangat lembap. Lembapnya berbeda dengan suasana di terowongan lain. Mungkin saja rasa itu berasal dari sugesti-sugesti dari cerita yang beredar. Baca Juga: Hati-hati, Bisa Jadi Kamu Mengalami 1 Dari 10 Prank Horor Ini! ...
Pada zaman penjajahan Belanda, di daerah Kemayoran tinggal seorang pemuda bernama Murtado. Ayahnya adalah mantan kepala kampung (Bek) di daerah tersebut. Murtado adalah anak yang baik. Ia suka menolong orang yang membutuhkannya. Maka Murtado disenangi oleh penduduk di kampung tersebut. Selain itu, ia tekun menuntut ilmu, baik ilmu agama mau pun ilmu pengetahuan lainnya. Tak ketinggalan, ilmu bela diri juga dipelajarinya hingga ia menjadi seorang jagoan yang rendah hati. Pada waktu itu, keadaan masyarakat di daerah Kemayoran tidak tenteram. Penduduk selalu diliputi rasa ketakutan akibat gangguan dari jagoan-jagoan Kemayoran yang berwatak jahat. Belum lagi pajak yang di tarik oleh Belanda dan Tauke sangat memberatkan. Padahal, sebagian besar penduduk adalah petani miskin dan pedagang kecil-kecilan. Sebenarnya daerah itu dipimpin oleh orang pribumi yang bernama Bek Lihun dan Mandor Bacan . Namun keduanya telah menjadi kaki tangan Belanda sehingga mereka san...
Si Jampang adalah pendekar legendaris dari Betawi yang dikenal sebagai “Perampok Budiman Dari Betawi”. Dengan kepiawaiannya bermain silat, ia kerap merampok harta milik tuan-tuan tanah maupun orang kaya yang tamak di seantero Betawi. Lalu, hasil rampokannya dibagi-bagikan kepada rakyat jelata. Bagi, tuan tanah dan orang kaya, si Jampang adalah momok yang menakutkan. Namun, ia merupakan sosok pahlawan bagi rakyat kecil. Dahulu di tanah Betawi ada seorang pendekar legendaris yang dijuluki sebagai “Perampok Budiman Dari Betawi ”. Ia adalah si Jampang yang terkenal tampan, gagah perkasa, dan sakti. Nama si Jampang diambil dari nama daerah asal ibunya yaitu daerah Jampang di Sukabumi, Jawa Barat. Ayahnya berasal dari Banten. Si Jampang dan istrinya tinggal di daerah Grogol (sekarang wilayah Jakarta Barat). Mereka hidup berbahagia dan dikaruniai anak laki-laki yang sering dipanggil si Jampang Muda. Namun, kebahagiaan tersebut tidak...
Kampung Condet yang menjadi Kelurahan Balekambang dan Kampung Gedong yang menjadi Kelurahan Batuampar, sebuah daerah yang terletak di Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, ternyata menyimpan sebuah legenda, dimana kedua wilayah kelurahan tersebut masih menjadi satu wilayah dengan nama CONDET. Dahulu, Condet adalah milik rakyat. Namun, sejak penjajah masuk ke wilayah Betawi, daerah Condet dan sekitarnya dikuasai oleh seorang tentara Belanda yang bernama Jan Ament. Ia adalah seorang yang suka bertindak sewenang-wenang, sehingga wilayah Condet menjadi terbagi dua. Oleh karena itu, masyarakat Condet pun melakukan perlawanan terhadap Jan Ament. Pada pertengahan abad ke-18 M., di tanah Betawi ada seorang pangeran yang kaya-raya bernama Pangeran Geger. Masyarakat sekitar lebih akrab memanggilnya dengan nama Pangeran Codet karena terdapat bekas luka di dahinya. Wilayah kekuasaan sang pangeran meliputi daerah yang kini dikenal sebagai wilayah Co...