“Ha ha ha, aku sudah kebal sekarang. Coba Kakanda lihat!” ujar Borosngora dengan bangga sambil menunjukkan ilmu kekebalan tubuh yang sudah dikuasainya. Ilmu itu adalah hasil belajarnya selama berbulan-bulan di daerah Ujung Kulon. Dia memamerkannya pada sang kakak, Sanghyang Lembu Sampulur yang hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan salah satu adiknya itu.
“Ada apa ini?” Suara gaduh dari halaman istana itu membuat Prabu Cakradewa, sang raja Kerajaan Panjalu, keluar.
Mendengar suara berat yang penuh wibawa, kedua anaknya terdiam. Mereka sadar, ayah mereka tentu tidak menyukai kelakuan mereka.
“Begini, Ayah. Barusan adinda Borosngora memperlihatkan ilmu kekebalan tubuh yang telah dikuasainya,” jelas Lembu Sampulur dengan hati-hati. Dia melihat perubahan raut muka sang ayah. Dahi Prabu Cakradewa berkerut dan alisnya terangkat.
Prabu Cakradewa kemudian meminta Borosngora menghadapnya untuk berbicara empat mata.
“Borosngora, untuk apa kamu mempelajari ilmu kekebalan tubuh seperti itu, Nak? Ketahuilah, ilmu tersebut tidak akan membawa kebaikan bagimu, justru akan membawa malapetaka bagi masyarakat jika kelak engkau menjadi Raja. Lebih baik kamu tinggalkan hal yang tidak berguna itu. Sekarang Ayah menugaskanmu untuk mencari ilmu. Bawalah gayung kerancang ini. Jangan pulang sampai kamu bisa mengisi gayung kerancang ini dengan air hingga penuh!”
Borosngora menunduk patuh pada Sang Ayah. Akan tetapi di dalam hatinya berkecamuk sebuah pertanyaan besar, bagaimana mungkin dia bisa mengisi gayung yang penuh lubang itu dengan air tanpa menetes sepanjang jalan?
Borosngora mencari ilmu ke berbagai tempat, tetapi tetap saja nihil. Dia tidak bisa mengisi gayung kerandangnya hingga penuh dengan air. Karena merasa hampir putus asa, Borosngora kemudian bertapa di Gua Landak. Di dalam pertapaannya itu, dia berhasil mencapai tanah Mekah dengan menggunakan ilmu “Ras Clok”, yaitu ilmu kesaktian untuk bepergian. Di Mekah, Borosngora menemui seorang kakek tua, yang memberikan tantangan padanya untuk mencabut sebuah tongkat yang tertancap di dalam tanah. Dengan sekuat tenaga, Borosngora berusaha mencabut tongkat tersebut, tetapi sia-sia.
Melihat sang kakek yang hebat, maka Borosngora memohon kakek itu untuk menjadi gurunya. Sang Kakek bersedia menjadi guru dan memberikan ilmu padanya, dengan syarat Borosngora memeluk agama Islam terlebih dahulu.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Setelah cukup lama Borosngora mempelajari banyak hal tentang ilmu keislaman, Borosngora bisa mencabut tongkat yang tertancap dalam tanah. Artinya, ilmunya sudah mencukupi. Borosngora juga berhasil mengisi gayung kerancangnya penuh dengan air zam zam.
Borosngora pun pamit pulang. Sang Guru memberikan wasiat agar Borosngora menyebarkan Islam di kerajaannya. Sang Guru juga memberinya nama Islam, yaitu Haji Abdul Iman.
Sesampainya di Kerajaan Panjalu, Sang Ayah, Prabu Cakradewa sudah meninggal dunia dan digantikan oleh kakaknya, Sanghyang Lembu Sampulur. Setelah Sanghyang Lembu Sampulur turun takhta, Borosngora diangkat menjadi raja berikutnya.
Di bawah kepemimpinan Borosngora yang telah berganti nama menjadi Hadi Ambud Iman, Kerajaan Panjalu pun berubah dari semula kerajaan Hindu, menjadi kerajaan Islam. Kerajaan Panjalu menjadi negeri yang aman sentosa. Haji Abdul Iman menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok negeri.
Sampai pada suatu hari, kerajaan Panjalu mengalami kemarau panjang. Sawah-sawah kekeringan. Sumber air hanya tersisa sedikit di lereng gunung Sawal. Warga menjadi khawatir dan mengadukan hal ini kepada Haji Abdul Iman. Jika sawah terus kekeringan, mereka akan kekurangan beras di bulan-bulan yang akan datang. Ini bisa menimbulkan kelaparan.
Haji Abdul Iman menampung keluhan rakyatnya. Dia berpikir keras untuk mencari jalan keluar. Kemudian Haji Abdul Iman teringat gayung kerancangnya yang masih terisi penuh air zam zam yang dibawanya dari Mekah. Haji Abdul Iman pun mendapat ide untuk membuat bendungan, yang akan berfungsi untuk mengairi sawah-sawah di Kerajaan Panjalu.
Haji Abdul Iman kemudian menumpahkan air zam zam dari dalam gayung kerancang itu ke daerah Lembah Pasir Jambu. Sungguh ajaib, air zam zam dari gayung kerancang itu bisa mengisi penuh lembah yang semula kosong. Lembah itu berubah menjadi sebuah danau, yang dinamakan Situ Lengkong. Situ Lengkong hingga kini masih berupa danau yang tidak pernah mengering meskipun saat musim kemarau panjang.
Sumber: http://indonesianfolktales.com/id/book/legenda-situ-lengkong-panjalu/
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...