Watu Rere adalah seorang perempuan. Waktu itu semua nona-nona di alam kampung berkumpul untuk pergi bekerja berkelompok. Dalam kelompok itu (untuk) bekerja kebun, mereka setuju : “Kalau orang lain pergi bekerja kebun, bekerja sewa, kita membawa nasi sayur”. Demikian juga kalau bekerja bergiliran (dengan) teman baik. Waktu mereka akan bekerja untuk upah, mereka selalu membawa nasi, sayur dan santan kelapa. Tetapi kalau bekerja sewa untuk Watu Rere, dia hanya membawa nasi jali dan sayur jelek. Ketika si Watu Rere minta kepada mama dan bapak, kakak dan adik, maka mama dan bapak hanya memandang saja. Apabila hasil oanenan berlimpah ruah, lalu dihantar dan disimpan di dalam rumah, maka segenap keluarga akan menikmati. Kalau dia memanggil (kelompok itu) untuk pergi ke kebun, si Watu Rere selalu hanya membawa makanan yang sama seperti setiap kali (yaitu) nasi jali dan sayur jelek. Teman-temannya tidak marah,” Sudahlah, teman bawa saja nasi jali yang baik, asal jangan...
Desa Tenda merupakan salah satu desa di Kabupaten Ende, Yang masih bertahan hingga sekarang ini. Desa ini terletak 50 km dari kota Ende yaitu di kecamatan wolojita, desa ini memiliki banyak keunikan serta nuansa budayanya masih sangat tradisional dan terdapat beberapa peninggalan sejarah seperti Kuburan Kuno,megalik, Rumah adat tradisional, Gading Gajah dan lain sebagainya. Pada umumnya Masyarakat desa ini berprofesi sebagai petani karena Desa ini terletak di bawah kaki gunung Kelibara yang membuat daerah ini sangat subur. Desa Tenda terletak di kaki gunung Kelimutu di ketinggian 500 – 1500 mdpl bagian barat dari pusat kecamatan Wolojita, dengan kondisi alam yang terdiri dari perbukitan dan lembah dengan curah hujan tinggi 4 – 5 bulan dan suhu sekita 25 – 30 derajat celcius. Secara geografis wilayah Desa Tenda berbatasan langsung dengan dengan Gunung Kelibara (Taman Nasional Gunung Kelimutu). Jumlah Penduduk Desa Tenda adalah 814 jiwa (laki-laki 375, pere...
HARI, Rabu, 6 Januari 2016, tepat pukul 07.30 Wita, hand phone digenggamanku berdering. Ketika saya buka, ada satu pesan watshap yang masuk melalui grup MAMPU-Migrant CARE yang dikirim Wahyu Susilo, kolega yang saat ini bekerja sebagai analis kebijakan di Migrant CARE Jakarta. Pada pesan watshap itu, Wahyu menginformasikan soal lomba penulisan pariwisata yang dihelat Kementrian Pariwisata (Kemnpar). Meski tidak ditujukan khusus kepada saya, namun ketika membaca pesan itu, saya tertarik untuk melihatnya lebih jauh di alamat situs www.beritamonoter.com yang dikirimnya. Naluri jurnalistikku mulai bangkit. Ku telusuri informasi melalui situs web yang ada. Kubaca satu demi satu berita tentang lomba penulisan pariwisata . Usai membaca, saya kemudian memutuskan untuk ikut terlibat dalam lomba ini. Setidaknya ada dua alasan memutuskan mengikuti lomba. Pertama, saya memiliki bakat menulis dan pernah bekerja di beberapa media penerbitan sebelum akhirnya memutuskan untuk banting setir dan...
Meninggalkan Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), menyisakan rasa berat hati dan akan kerinduan terhadap bentang alamnya di waktu berikutnya. Dari atas langit saja, bukit-bukit sudah terlihat menjulang indah terlukis, dan lukisan indah itu asli buatan Tuhan. Atambua mungkin terdiri dari ratusan bukit dengan lekuk-lekuk sungainya yang tidak dialiri air. Wilayah ini memang sangat tandus. Karena tandusnya, rasa cabai yang tumbuh di wilayah ini sangatlah pedas, karena memang cabai cocok ditanam di wilayah seperti ini. Kemudian rumah warga, dari atas langit terlihat hampir jarang, hanya terpampang hamparan tanah nan luas. Jika bertemu masyarakat Atambua yang gaya bicaranya keras, tapi hati mereka baik sekali. Pantainya membentang di sepanjang pulau dengan air yang biru, serta warna pasir yang putih. Wilayah yang kaya akan budaya itu, membuat Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melirik tanah mereka un...
Gula Merah Asal Timur Indonesia Itu Wajahnya Tak Terlalu begitu terkenal oleh khalayak padahal gula tersebut memiliki khasiat yang cukup memberikan dampak yang positif bagi tubuh. Siapapun pasti kepincut dengan dengan gula yang satu ini, asal muasal gula tersebut merupakan bagian dari kearifan local budaya yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang yang berasal dari Kolang (* Salah satu Hamente Yang Meliputi Kecamatan Kuwus Dan Macang Pacar Berada Di Kabupaten Manggarai Barat NTT Indonesia ). Secara Sepintas Gula Merah Ini Memiliki Warna dan Juga Aroma yang Sangat menggugah hati Para Peminat maupun Yang Melihat, tentu hal ini merupakan hal yang ada secara alamiah yang terkuak dalam hati penikmat dari gula merah ini. Gula merah ini di produksi dalam dua bentuk ada yang berbentuk mall persegi panjang yang lima cm 2 dan ada yang berbentuk serbuk halus yang terkini orang menyebutnya gula semut. Proses Pembuatan Gula Merah Ini Sebenarnya Kelihatan...
Menenun adalah pekerjaan, memakai adalah kehormatan Jes A. Therik dalam bukunya Tenun Ikat dari Timur pernah menuliskan sepenggal puisi berjudul “Mengukur Tenun Nusa Tenggara Timur” dengan sajak yang begitu menggugah. Bila kau datang berlabuh nun di tempat kami yang jauh Kau akan mendapatkan sambutan dalam kepolosan Mereka akan bersenang hati menunjukkan karya seni abadi Yang orang buta pun dapat merasa keangungannya yang luar biasa Kami tidak mengada - ada , tidak meniru semena - mena Kami tak dapat berpura - pura , tetapi dapat mengira - ngira Hanya kepada kawan , budaya ini akan kami turunkan Dan bukan kepada mereka , yang hanya merusak segala - galanya Demikianlah agar orang mengerti , apa sebenarnya citra kami Cita dan citra Nusa Tenggara Timur...
Fakta bahwa bumi Flores kaya dengan budaya terlihat dari keragaman tradisi masyarakatnya. Etnis Tana Ai, -satu dari lima etnis di Sikka, misalnya memiliki seremoni Glen Mahe , sebuah ungkapan syukur atas berkat Yang Maha Kuasa. Ratusan warga mendatangi ritual adat yang berada di tengah hutan rimbun berjarak sekira 400 meter dari pemukiman kampung. Glen Mahe dilaksanakan setiap 5 tahun sekali atau lebih, tergantung pada hasil pertemuan yang digelar Tana Puan atau kepala suku bersama Marang (panglima perang) serta ketiga pemimpin suku Wulo, Ketang Kaliraga dan Lewar Lau Wolo. Hasil perundingan tersebut lalu disampaikan kepada warga, atau anak suku, dan bila disetujui maka Glen Mahe akan dilaksanakan sesuai jadwal waktu yang telah disepakati. Glen Mahe sudah dilaksanakan sejak Mahe , pusat ritual adat didirikan sejak tahun 1800-an, gunanya untuk mensyukuri apa yang diperoleh selama kurun waktu tersebut dengan memberikan kurban kepada Ina Nian Tana dan lelu...
Alkisah, di Desa Bukambero, Kodi, Sumba Barat, hiduplah sepasang suami-istri bersama dua orang anak gadisnya. Yang sulung bernama Lona Kaka, sedangkan si bungsu bernama Lona Rara. Kedua kakak-beradik tersebut senantiasa mendapat perlakuan yang sama dari orang tua mereka. Namun, Lona Kaka selalu iri hati jika Lona Rara meraih sebuah keberhasilan. Ia pun selalu berusaha untuk mencelakai adiknya itu jika memperoleh keberhasilan. Pada suatu hari, ketika Lona Rara mendapat hadiah dendeng istimewa dari orang tua mereka karena berhasil memenangkan lomba menumbuk padi, Lona Kaka bermaksud untuk merampas dendeng itu dari tangan adiknya. Untuk itu, ia membujuk adiknya agar mau menemaninya mengambil air di sungai. Ia pun menyuruh adiknya untuk berjalan di depannya. Dengan begitu, ia akan lebih mudah mengambil dendeng itu tanpa sepengetahuan adiknya. “Adikku! Maukah kamu menemani Kakak mengambil air di sungai?” bujuk Lona Kaka. “Baiklah, Kak!” jawa...
Di sebelah utara Kota Famenanu, Kabupaten Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur terdapat sebuah bukit bernama Fafinesu yang berarti Bukit Babi Gemuk. Ada suatu kisah menarik yang melatarbelakangi penamaan bukit itu. Kisahnya adalah sebagai berikut. Pada zaman dahulu kala di pedalaman Pulau Timor ada tiga orang adik-beradik bernama Saku, Abatan, dan Seko. Mereka hidup dan tinggal bersama dengan kerabat ibunya, sebab Ayah dan ibu mereka telah tiada. Ayah ketiga orang ini meninggal dunia karena terjatuh ke jurang ketika sedang berburu babi hutan. Tujuh bulan kemudian Sang Ibu juga meninggal dunia karena kehabisan darah ketika sedang melahirkan Si Bungsu, Seko. Hal ini diperparah lagi ketika nenek yang mengasuh mereka juga ikut meninggal dunia karena dimakan usia ketka Si Bungsu baru berumur dua tahun. Waktu pun berlalu. Walau hidup serba kekurangan, mereka senantasa rukun dan bahagia. Abatan tumbuh menjadi seorang remaja yang rajin dan cerdas. Ia sering menanam jagu...