×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cara Memasak

Elemen Budaya

Makanan Minuman

Provinsi

Nusa Tenggara Timur

KOKOR GOLA DERENG KOLANG

Tanggal 18 Nov 2018 oleh Deni Andrian.

Gula Merah Asal Timur Indonesia Itu Wajahnya Tak Terlalu begitu terkenal oleh khalayak padahal gula tersebut memiliki khasiat yang cukup memberikan dampak yang positif bagi tubuh. Siapapun pasti  kepincut dengan dengan gula yang satu ini, asal muasal gula tersebut merupakan bagian dari kearifan local budaya yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang yang berasal dari Kolang (*Salah satu Hamente Yang Meliputi Kecamatan Kuwus Dan Macang Pacar Berada Di Kabupaten Manggarai Barat NTT Indonesia).
Secara Sepintas Gula Merah Ini Memiliki Warna dan Juga Aroma yang Sangat menggugah hati Para Peminat maupun Yang Melihat, tentu hal ini merupakan hal yang ada secara alamiah yang terkuak dalam hati penikmat dari gula merah ini. Gula merah ini di produksi dalam dua bentuk ada yang berbentuk mall persegi panjang yang lima cm2 dan ada yang berbentuk serbuk halus yang terkini orang menyebutnya gula semut.
Proses Pembuatan Gula Merah Ini Sebenarnya Kelihatan Mudah Tapi sesungguhnya dalam praktik keseharianya sungguh sangat luar biasa sulitnya, dan tentu hal ini membuat Mereka yang memproduksi Gula Merah Kolang Ini semakin Hari Semakin Sedikit. Hal Ini sesungguhnya menjadi sebuah hal yang di kwhatirkan oleh karna itu maka penulis mendokumenkan dalam tulisan ini, agar kekwhatiran itu akan menjadi secuil rasa yang seharusnya sirna dari pikiran siapun yang merupakan ahli waris dari kebudayaan local ini dan juga dari para penikmat Gula Merah tersebut.
Proses Pembuatan Gula Merah Ini haruslah menggunakan insting dan juga rasa yang betul- betul bersumber dari hati yang terdalam, gula merah ini berasal dari murni pohon enau (*Raping Local Language) yang tentu dipilih berdasarkan insting yang kuat sehingga menghasilkan gula Merah Kolang yang betul-betul maknyus dan berkasyiat. Setelah sudah ditentukan Enau Yang Berkualitas maka next timenya pohon enau yang memiliki (*Ndara Yang Memiliki Longko, Local Language) setelah Itu Ndara tadi harus di pukul setiap pagi dan Petang dengan menggunakan kayu pilihan yang dalam bahasa lokalnya disebut pasi pada saat dipukul harus disertai dengan lagu- lagu yang syarat maknanya dengan menggoda, setelah beberapa minggu dipukul Ndara tadi memiliki cirri khas yang merupakan tanda kematangan yang kemudian dari cabang ndara tersebut akan muncul air yang merupakan air aren dan air aren ini harus di tadah dengan mengunakan sebuah tabung yang terbuat dari batang pohon Bambu besar ( Betong) dan terdiri dari satu segment( Dalo) yang disebut Gogong setelah itu ada proses pergantian antara Gogong di pagi Hari dan Sore hari,
Air aren tersebutlah yang diolah dalam hal ini di masak menggunakan kayu bakar yang cukup banyak jumlahnya, ketika sudah masak maka barulah disebut sebagai gula Merah yang selanjutnya tergantung kebiasaan apakah di buat dalam bentuk gula semut ataukah gula batang yang di tuangkan dalam mall yang sudah di siapkan.
Khasiat dari gula Merah ini memang begitu banyak macam terutama beberapa jenis penyakit, memang dengan kondisi sampai sekarang ini penulis belum bisa membuktikan secara ilmiah tentang khasiat gula yang satu ini, namun berdasarkan pengalaman dari konsumen gula merah ini sangat besar dan berdampak positif dan tentu sangat membantu serta sangat memilihara kekebalan dari consumer.
 
Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso di bagian utara dari Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur. “Kokor Gola” diterjemahkan secara harafiah dalam bahasa Indonesia adalah “kokor” berarti masak dan ”gola” berarti gula berwarna merah. Jadi “Kokor Gola” adalah memasak gula merah dengan bara api. Ini merupakan warisan leluhur orang Kolang, Ndoso dan Macang Pacar untuk mengolah air enau atau aren menjadi gula merah. Dari dulu leluhur orang Kolang, Ndoso dan Macang Pacar tidak mengenal gula pasir saat menyuguhkan minuman kepada tamu, baik campur dengan minuman kopi maupun teh gula merah. Baca juga: Turis Eropa Menari Sanggu Alu, Lipa Songke, dan Congkae Sae di Flores Sebelum mengenal gola kolang atau gula merah, orang Kolang biasa minum kopi pait, pahit atau minuman air putih bening yang sudah dimasak. Dikisahkan secara lisan bahwa para perajin awal di kawasan itu mengenal cara mengolah air enau menjadi gula merah yang sering dikenal Gola Kolang dengan berbagai versi kisahnya. Awalnya, dituturkan secara lisan bermula dari hewan ternak yang selalu berada di bawah pohon enau atau aren (Arenga pinnata) dan selalu minum tetesan air enau. Pemilik hewan ternak melihat bahwa begitu banyak hewannya selalu berada di sekitar pohon enau dan melihat tetesan air enau itu. Baca juga: Kewur Uwi, Tradisi Makan Bersama di Kampung Paua, Flores Saat itu juga pemilik berpikir bahwa mengapa hewan peliharaannya selalu minum tetesan air yang keluar dari pohon aren tersebut. Lalu, pemilik hewan itu mencoba merasakan air aren tersebut. Dan ternyata rasa air aren, enau itu manis. Dan mulai saat itu pemilik hewan ternak itu mencari cara untuk mengolahnya. Selain itu, Guru Emilianus Egor asal Kampung Wajur, Desa Wajur, Kecamatan Kuwus Barat yang bertugas di Kabupaten Asmat, Papua kepada KompasTravel, Selasa (4/9/2018) mengisahkan, penuturan lisan dari orangtuanya, almarhum Nikolaus Dahu, seorang perajin gola kolang. Dia menuturkan bahwa ada orang Jepang yang memperkenalkan air enau menjadi gula merah. Mulai saat itu orang Kolang yang berprofesi petani mencoba mengolah secara tradisional dengan bahan-bahannya berasal dari alam. Saat itu hingga saat ini masih banyak pohon enau yang tumbuh liar di hutan dan perkebunan milik masyarakat setempat. Proses mengolah yang secara tradisional tahap demi tahap terus ditekunkan dan akhirnya para perajin gola kolang berhasil menemukan cara mengolahnya hingga saat ini. “Ini merupakan kisah lisan yang terus diinformasikan kepada anak-anaknya tentang awal mula mengolah air enau atau aren menjadi gula merah,” katanya. Pameran Kokor Gola pada Sail Komodo Tradisi Kokor Gola yang hanya ada di kawasan Kolang, Ndoso dan Macang Pacar memikat pemerhati dan pegiat tradisi ini untuk memperkenalkan kepada tamu-tamu asing dan Nusantara saat penyelenggaraan Sail Komodo 2013 di Kota Labuan Bajo, ibukota Kabupaten Manggarai Barat. Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.(ARSIP ARONTINUS HANGGUR) Saat itu perajin dari Kampung Pata Ranggu memperkenalkan cara memproduksi gola kolang rebok, semut. Alhasilnya, permintaan untuk membeli gola kolang rebot, semut terus meningkat dari waktu ke waktu. Warisan ini terus dilestarikan, dipertahankan dan dikembangkan secara terus menerus kepada generasi milenial di kawan Kolang, Ndoso dan Macang Pacar. Walaupun warga setempat mulai bergeser untuk mengolah air enau menjadi tuak, moke lokal. SMPK Sadar Ranggu Pusat Budidaya Gola Kolang Rebok Salah satu lembaga pendidikan di Kabupaten Manggarai Barat yang terus mengembangkan tradisi dan kearifan lokal “ kokor gola” adalah Sekolah Menengah Pertama Katolik Sadar Ranggu (SMPK) di lembah Ranggu. Sekolah ini dirintis imam misionaris Hongaria, Pastor Franz Mezaros, SVD bersama dengan sejumlah tokoh masyarakat setempat saat imam ini menjadi Pastor Paroki Roh Kudus Ranggu di kala itu. Saat ini SMPK Sadar Ranggu dibawah naungan Yayasan Persekolahan Umat Katolik (SUKMA) Keuskupan Ruteng sebagai pusat budidaya gola kolang rebok, semut. Pameran Olah Gola Kolang Rebok Saat Kemah Pendidikan Yayasan Persekolahan Umat Katolik ( SUKMA) Keuskupan Ruteng menggelar kegiatan berkemah pendidikan, Education Camping dengan tema" Osis sebagai medium pembentukan karakter” bagi sekolah-sekolah swasta di bawah naungan yayasan ini di Reo, Kecamatan Reo, Kevikepan Pesisir, Kabupaten Manggarai. Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.(ARSIP ARONTINUS HANGGUR) Kesempatan itu dipraktikkan oleh siswa SMPK Sadar Ranggu untuk memperkenalkan kepada yayasan serta siswa lainnya dari berbagai sekolah di Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat tentang tradisi “kokor gola kolang”, Senin (3/9/2018). Wakil Kepala Sekolah SMPK Sadar Ranggu, Silvester Gunas, kepada KompasTravel menjelaskan, praktik pembuatan gula semut (gola kolang semut, rebok) di Reo, Kecamatan Reo, Kabupaten Manggarai saat “kemah pendidikan, Education Camping, merupakan jawaban tuntutan kurikulum K13 pada Lembaga Pendidikan SMPK Sadar Ranggu dengan memasukkan muatan lokal (mulok) budidaya gula merah. Dengan memasukkan pendidikan muatan lokal, lanjut Silvester, pihaknya mengajarkan kepada anak didik kearifan lokal yang sudah mulai bergeser dari gola kolang ke tuak, moke atau minuman keras lokal. “Diharapkan siswa-siswi SMPK Sadar Ranggu dengan pendidikan budidaya gula merah tetap melestarikan pembuatan gula merah dengan proses pembuatan gula merah. Budidaya Gula Merah sebagai mata pelajaran muatan Lokal sudah di ajarkan sejak tahun ajaran 2014/2015 sampai sekarang,” harapnya. Salah Satu Guru SMA Sanctissima Trinitas Ranggu, Arontinus Hanggur kepada KompasTravel, Senin (3/9/2018) menjelaskan bahwa “kokor gola kolang” merupakan kebiasaan orang tua di kawasan Kolang sejak zaman dulu hingga sekarang. Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.(ARSIP ARONTINUS HANGGUR) Di tengah meningkatnya perkembangan ekonomi global, “kokor gola kolang” masih terus dipertahankan. Pameran “kokor gola kolang” selain berkaitan dengan program kerja dari Organisasi Intra Sekolah (Osis) juga berpeluang menjadi ikon wisata jika terus dikembangkan. Hanggur menjelaskan tradisi “kokor gola kolang” lebih unggul dari moke, tuak karena sudah dilakukan penelitian oleh tim peneliti luar negeri, khususnya dari Amerika. Sedangkan moke, tuak belum terbukti meski yang paling banyak menghasilkan uang adalah moke, tuak tetapi tidak menggaet wisatawan asing dan Nusantara. Sedangkan “kokor gola kolang” sudah ditampilkan pada saat Sail Komodo 2013 oleh orang Kolang, khususnya para perajin dari Kampung Pata Ranggu Kolang. Menurut Hanggur, air enau atau aren yang bening, orang Kolang menyebutnya "wae minse" serta gula merah bisa mencerdaskan anak apabila dikonsumsi oleh ibu-ibu yang sedang mengandung. Selain itu juga menggantikan fungsi madu saat anak sedang sakit, bahkan obat maag. Yuvenalis Aquino Kurniawan, salah satu staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Manggarai Barat kepada KompasTravel, Selasa (4/9/2018) menjelaskan, pameran “kokor gola kolang” sudah pernah ditampilkan di Labuan Bajo. Ke depan direncanakan Festival Kokor Gola Kolang dipadukan dengan la’it gola kolang langsung saat proses masaknya dengan sombek, semacam sendok makan namun terbuat dari kayu. Dan juga atraksi rokot gola batang, bungkus gula batang dengan menggunakan pelepah pohon enau. “Orang Kolang di Flores selalu memanfaatkan bahan-bahan dari alam yang ramah lingkungan. Saya sedang memikirkan teknik menyimpan gola rebok dengan memakai pelepah pohon enau karena saat ini gola rebok dibungkus dengan plastik yang tidak ramah lingkungan. Apabila gola rebok, semut dibungkus dengan pelepah pohon enau, itu sangat ramah lingkungan,” jelasnya. Cara Mengolah Wae Minse Jadi Gola Kolang Tak semua orang di kawasan Kolang bisa mengolah wae minse. Hanya orang-orang yang terampil dan memiliki keahlian khusus bisa mengolahnya. Kompas pernah mengangkat artikel tentang proses produksi “gola kolang” oleh Frans Sarong. Orang Kolang biasa menyebut “pante minse”. Pante itu sebuah alat khusus dari besi yang tajam, sedang minse, bahasa setempat menyebut air enau, aren. Orang Kolang menyebutnya wae minse, air enau berwarna bening dan sejuk apabila diminum pada pagi dan sore hari. Awalnya perajin melihat pohon enau atau bahasa setem[at menyebutnya raping yang memiliki tanda-tanda bahwa pohon itu bisa menghasilkan air enau. Tak semua pohon enau bisa menghasilkan air enau. Ada pohon enau muda atau “raping rana” yang menghasilkan air enau dan pohon enau tua atau "raping boghong" yang tidak bisa menghasilkan air enau. Selanjutnya perajin menyiapkan bahan-bahannya, seperti tangga dari bambu, orang setempat menyebutnya rede. Kemudian sang perajin mencari kayu ara, dan lainnya untuk memukul tandannya, orang setempat menyebutnya "ndara raping". Setiap pagi dan sore selama kurang lebih sebulan, perajin memukul tandannya sampai masak. Selama proses itu berlangsung, perajin melihat tanda-tanda ada air nira dimana di tandannya ada basah. Sesudah itu, perajin memakai alat tajam dari besi itu yang disebut pante mengiris tandannya itu dengan cara dilubang di bagian tengahnya. Jika ada tanda tetesan nira itu keluar maka kemudian perajin mengambil daun, seperti daun pak, ditambahkan dengan berbagai ramuan lainnya sehingga air nira itu bersih dan bening serta tidak pahit. Apabila itu sudah dilakukan maka tandannya itu dibungkus dengan memakai ijuk halus supaya semut dan kalong tidak masuk dalam lubang air nira tersebut. Semua proses itu berjalan lancar maka, tetesan air nira, minse ditadah memakai bambu betong besar dan panjang, orang setempat menyebut gogong. Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.(ARSIP ARONTINUS HANGGUR) Pada pagi dan sore, bambu betong itu diganti secara rutin oleh perajin setelah air nira, minse dimasak untuk menjadi gula merah. Inilah proses singkat cara mengolah wae minse menjadi gola kolang di Manggarai Barat, Flores, NTT. Banyak lagu-lagu daerah yang memberikan kebanggaan kepada perajin gola kolang, salah satu syairnya adalah “hale kolang kokor gola, kokor gola hale kolang”. Sebelum bambu betong besar, gogong dengan ukuran dua sampai tiga meter itu menadah air nira, wae minse, terlebih dahulu dibersihkan bagian dalamnya yang berlubang dengan memakai ijuk hitam, bahasa setempat menyebutnya wunut. Ada dua model ijuk hitam, yang keras dan halus. Jadi perajin, penderes mengambil ijuk hitam halus, wunut halus sebagai penyaring di mulut bambu betong besar ketika menadah air nira tersebut. Bahan itu digunakan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran di dalam bambu betong besar, gogong itu di sebuah kolam, tiwu yang berada di sekitar pohon nira tersebut. Kokor Gola Ramah Lingkungan Sebelum air nira, wae minse berubah menjadi gula merah, penderes, perajin memanfaatkan bahan-bahan yang bersumber dari alam. Bahan-bahan itu seperti kayu untuk memukul batang, tewa raping. Kayu itu berukuran pendek, biasanya kayu ara dan kayu lainnya yang sesuai dengan pohon enau tersebut. Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.(ARSIP ARONTINUS HANGGUR) Kedua, bambu betong besar, gogong, untuk menadah air nira, wae minse. Ijuk hitam halus, wunut untuk menyaring air nira. Bambu kecil untuk tangga bagi penderes untuk naik ke pohon nira, rede. Pelepah pohon enau, bahasa setempet menyebutnya leka untuk membungkus batang gula. Selanjutnya kayu api untuk memasak air nira dalam sebuah wadah besar, bahasa setempat menyebutnya sewe, bahan ini terbuat dari besi. Dan juga pante, alat dari besi kecil yang tajam. Memang hanya dua bahan ini yang berasal dari pabrik. Selebihnya berasal dari bahan-bahan alam. Semua bahan-bahan yang berasal dari alam ini apabila tidak dipakai lagi oleh penderes air nira, maka semua dibuang ke alam lagi dan lapuk sehingga menyuburkan tanah. Bahan-bahan ini memberikan kesuburan bagi tanah. Bahan-bahan ini dibuang menyebabkan humus tanah. Selain itu bahan-bahan untuk di campur dalam air nira saat proses memasak, diantaranya, buah kemiri, buah pandu dan lainnya. Buah-buah ini di haluskan dan di campur ke dalam wadah besi itu serta di aduk-aduk. Semua buah ini larut dalam air nira yang sedang masak. Wae Minse Membuat Orang Cerdas Dikisahkan secara lisan bahwa zaman dulu saat anak-anak dari kawasan Kolang mengenyam pendidikan guru, seperti sekolah pendidikan guru (SPG) di Kota Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai memiliki kecerdasan di atas rata-rata dalam ilmu matematika, berhitung, bahkan mungkin di sekolah Seminari. Hal ini karena kebiasaan orangtua di kawasan Kolang menyuguhkan minuman air enau, wae minse pada pagi dan sore hari kepada anak-anak mereka. Pengakuan ini pernah diungkapkan mantan murid Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Setia Bakti Ruteng, yang saat ini sudah pensiun dari guru, Maria Margaretha Bupu kepada KompasTravel, Selasa (4/9/2018) bahwa rekan-rekannya yang mengenyam pendidikan guru di SPG Setia Bakti, yang sering disebut SPG Tubi memiliki kecerdasan dalam ilmu berhitung, matematika. “Saya punya rekan-rekan yang berasal dari kawasan Kolang sangat cerdas dalam ilmu berhitung, matematika karena mereka ceritakan bahwa orangtua mereka sering menyuguhkan air nira bening, wae minse. Ini pengalaman yang saya temukan saat belajar bersama mereka di lembaga pendidikan tersebut,” jelasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kokor Gola, Tradisi Orang Kolang Mengolah Air Enau Jadi Gula Merah", https://travel.kompas.com/read/2018/09/13/104213627/kokor-gola-tradisi-orang-kolang-mengolah-air-enau-jadi-gula-merah?page=all.
Penulis : Kontributor Manggarai, Markus Makur
Editor : I Made Asdhiana
 
sumber: http://natahlabar.blogspot.com/2016/02/gula-merah-asal-timur-indonesia.html
#SBJ

DISKUSI


TERBARU


Ulos Jugia

Oleh Zendratoteam | 14 Dec 2024.
Ulos

ULOS JUGIA Ulos Jugia disebut juga sebagai " Ulos na so ra pipot " atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos "Homitan" yang disimp...

Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...