Motif Kain
Motif Kain
Kain Nusa Tenggara Timur Belu
Tais Belu
- 18 November 2018
Menenun adalah pekerjaan, memakai adalah kehormatan
 
Jes A. Therik dalam bukunya Tenun Ikat dari Timur pernah menuliskan sepenggal puisi berjudul “Mengukur Tenun Nusa Tenggara Timur” dengan sajak yang begitu menggugah.
 
Bila kau datang berlabuh nun di tempat kami yang jauh
Kau akan mendapatkan sambutan dalam kepolosan
Mereka akan bersenang hati menunjukkan karya seni abadi
Yang orang buta pun dapat merasa keangungannya yang luar biasa
Kami tidak mengada-ada, tidak meniru semena-mena
Kami tak dapat berpura-pura, tetapi dapat mengira-ngira
Hanya kepada kawan, budaya ini akan kami turunkan
Dan bukan kepada mereka, yang hanya merusak segala-galanya
Demikianlah agar orang mengerti, apa sebenarnya citra kami
Cita dan citra Nusa Tenggara Timur, tidak mudah kabur dan luntur
Sebagaimana Akimbo yang selalu tegak dan tegas
Demikian pula Moni Mbani harus membentuk diri
Bagaikan padang rumput yang selalu hijau menghimbau
Sajak tersebut memang merupakan gambaran karakter masyarakat Belu yang sungguh terasa saat rombongan peserta Sekolah Staf Dinas Luar Negeri Angkatan ke-61 berkunjung kesana jelang peringatan HUT RI ke-73 lalu. Setiap kali mengunjungi institusi di Belu, setiap kali pula para mama menyambut dengan senyum hangat sambil mengalungkan sehelai kain tenun ke leher para tamu.
 
Kunjungan Peserta Diklat Sesdilu 61 ke Sekolah Dasar Wirasakti, Atambua - 15/8/2018 (Foto: Koleksi Pribadi)
 
Dari keterangan Bapak Bupati sewaktu briefing kedatangan, Tais atau tenun memang merupakan salah satu produk unggulan Belu yang sudah go internasional. Terakhir Bapak Bupati beserta istri telah mempromosikan Tais Belu hingga Rusia.
 
Jajaran pemda Belu juga senantiasa menggiatkan penggunaan pewarna alam yang sudah mulai ditinggalkan karena desakan industri tekstil pabrik. Beberapa dekade terakhir mulai merebak warna-warna non-tradisional seperti merah muda, hijau muda, atau ungu.
 
Warna tenun pada dasarnya mempunyai arti tersendiri misalnya hitam yang melambangkan malam, arah utara dan lambang untuk kaum wanita sementara warna merah melambangkan siang, arah selatan dan lambang kaum pria. Umumnya kain tenun ikat Belu bermotif kecil dan abstrak. Tenun yang digunakan kaum pria biasanya bermotif garis vertical yang bermakna tanggung jawab kaum lelaki terhadap kelangsungan hidup keluarganya.
 
Ilustrasi pakaian adat dari Belu yang digunakan oleh kaum pria (Foto: Buku Tenun Ikat dari Timur)
 
Berdasarkan aspek kewilayahan, Belu merupakan salah satu Kabupaten dari 22 kabupaten/Kota di Provisnsi NTT. Kawasan ini berada di Pulau Timor yang berbatasan langsung dengan Timor Timur dengan garis batas berupa sungai, bukit dan gunung sepanjang 125 km. masyarakat di Kawasan ini menyebut dirinya Atoni Pah Meto yang artinya orang dari tanah kering.
 
Pulau Timor yang kini terbagi menjadi dua negara ini dahulunya adalah bekas jajahan Belanda pada bagian barat hingga tahun 1945 dan jajahan Portugis pada bagian timur hingga akhir 1975. Orang Belanda masih berperan dalam pengembangan budaya tenun sedangkan bangsa Portugis tidak terlalu menyentuh aspek ini.
 
Komersialisasi Tais Belu
 
Para mama membentang Tais Belu hasil tenunan (Foto: instagram/threadsoflife)
 
Sejarah penggunaan tenun di kalangan masyarakat Belu atau NTT secara umum, lebih ditekankan pada keperluan adat misalnya untuk mas kawin, pesta maupun kematian. Nilai kain dalam konteks ini lebih ditentukan oleh nilai adat dan bukan berdasarkan harga pasar.
 
Awalnya, kerajinan tenun lebih merupaan produksi sambilan terutama di musim kemarau khususnya oleh kaum wanita demi kebutuhan adat dan diperjualbelikan di kalangan sendiri. Baru sekitar tahun 1965-1967 kelesuan ekonomi yang melanda Indonesia berdampak ke berbagai wilayah termasuk NTT sehingga masyarakat mulai kembali pada usaha penanaman kapas yang ditanam bersama-sama dengan jagung Hal ini kemudian mendorong produksi tenun lebih dikomersilkan. Dengan demikian, tenunan asli kawasan ini memang merupakan tenunan benang kapas alam.
 
Kapas mentah hingga hasil yang telah dipintal menjadi benang (Foto: Instagram/threadsoflife)
 
Dalam perkembangannya, ornamen hiasan tenun terus mengalami perubahan dan penggunaan lambing atau unsur spiritual mulai bergeser. Pengaruh motif ekonomi jauh lebih kuat dalam produksi selembar tenunan.
 
Menentukan harga selembar kain tenun akan sangat sulit pada masyarakat tradisional karena seringkali nilai adat pada suatu selimut tenun disamakan dengan nilai tanduk seekor kerbau atau sapi tua. Makin Panjang maka makin tinggi nilai adatnya dan makin terhormat keluarga yang memilikinya.
 
Pengembangan Tais Belu
 
Tarik ulurnya kemudian ada dalam menjembatani pembinaan pengembangan tenun dalam dikotomi sasaran ekonomi dan sasaran pelestarian warisan budaya. Pada konteks bisnis, tenunan tradisional akan meningkatkan kemakmuran dan nilai ekonomi, namun dalam konteks lain aspek pemeliharaan budaya tiap suku dengan kekhasan yang berbeda akan semakin tergerus eksistensinya terutama seni ornamen tradisional serta pemaknaan atas fungsi dan simbolnya.
 
Pemerintah Kabupaten Belu sendiri mulai tahun 2016 telah memberlakukan aturan penggunaan tais Belu setiap hari Kamis bagi Pegawai Negeri Sipil lingkup Pemkab Belu. Wakil Bupati Belu J.T. Ose Luan mengatakan: “Kita berlakukan aturan berkantor menggunakan tais. Kita sudah mengembalikan sesuatu yang telah hilang yakni kultur budaya kita.”
 
Selain itu, secara rutin Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Belu juga kerap menggelar pelatihan bagi pengrajin di Belu. Terakhir, Januari 2018 lalu melalui bekerja sama dengan pengurus Dewan Kerajinan Nasional dan Perkumpulan Warna Alami Indonesia (Warlami) telah diadakan pendampingan pelatihan pewarnaan alami di Atambua.
 
Pelatihan penggunaan pewarna alami oleh Dekranasda & Warlami di Atambua -5/1/2018 (Foto:Marcel Manek/Voxntt)
 
Ketua Dekranasda Belu, Lidwina Vivi Lay mengatakan: “Tenun Belu selain mempertahankan warisan budaya juga dikembangkan untuk meningkatkan kehidupan ekonomi. Hasil tenun dengan pewarna alami harus terus ditingkatkan mengingat dunia saat ini sudah melirik produk eco-fashion.” Adapun pewarna alam yang digunakan antara lain daun jati, batang mahoni, traum (indigo vera), daun suji, kunyit, dan akar mengkudu.
 
Tais Belu pada akhirnya harus diperlakukan sebagaimana anak bangsa yang harus dididik, diperhatikan dan dibiarkan tumbuh. Meskipun tekstil hanyalah seutas benang dalam budaya manusia, namun Tais Belu maupun tenun NTT pada umumnya merupakan pengungkapan pikiran, gagasan, kepercayaan serta harapan-harapan yang tersusun indah dalam pola hiasan khas sebagai hasil penghayatan mendalam dari kekuatan alam yang perlu terus dikembangkan dan dipromosikan ke tingkat global.
 
sumber: https://kumparan.com/dian-ra/tais-belu-ragam-tenun-indonesia-yang-mendunia-1535255207009161354
#SBJ

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline