Sang Prabu Erlangga kebingungan, sejak tadi ia berjalan mondar-mandir di ruangannya. Patih Narottama yang berdiri di dekatnya, juga tampak terlihat kebingungan. Kerajaan Kahuripan saat ini tengah diserang penyakit aneh, Penyakit itu banyak sekali memakan korban jiwa baik dari masyarakat umum maupun keluarga pejabat dan keluarga kerajaan. Ternyata, penyakit itu disebarkan oleh seorang wanita penyihir yang sangat kejam dan sakti. Namanya Serat Asih, tapi ia lebih dikenal dengan nama Colon Arang. Ia tinggal di Desa Girah. Karena khawatir penyakit itu akan semakin meluas, Raja Erlangga mengutus Patih Narottama untuk menangkap Colon Arang. Setelah menerima perintah tersebut, Patih Narottama mengumpulkan para prajurit pilihannya. "Wahai, para prajuritku. Mari kita berangkat ke Desa Girah untuk menangkap wanita penyihir itu," perintah Patih Narottama. Mereka kemudian memulai perjalanan ke Desa Girah, menuju tempat tinggal Colon Arang. Colon Arang terkejut melihat kedatangan par...
Menurut Cerita dahulu di Bangkalan ada seorang Raja yang suka berkelana, Keluar masuk desa-desa. Suatu ketika Baginda Raja Pangeran Sosro Diningrat / Pangeran Tjokro Diningrat III / Pangeran Cakraningrat III (1707-1718) pergi ke desa Pocong. Ia pergi keluar masuk Desa bertujuan untuk mengetahui keadaan desa. Ketika sampai di suatu tempat, Beliau bertemu dengan gadis desa yang menjadi bunga desa di desa tersebut. Masyarakat Desa Pocong menyebutnya Nyi Pocong. Setelah Sang Raja tau rumah Nyi Pocong maka Sang Raja melamar Nyi Pocong kepada orang tuanya untuk di jadikan Istri (Selir) nya. Tentu saja Orang tua Nyi Pocong tidak berpikir panjang, Mereka langsung menerima lamaran Sang Raja yang tampan. Setelah beberapa lama Baginda Raja menjalani kehidupan suami istri dengan Nyi Pocong. Pada suatu hari ketika Nyi Pocong dalam keadaan hamil, Baginda Raja pergi kembali ke kraton. Tapi sebelum pergi Baginda Raja berpesan apabila Nyi Pocong melahirkan anak laki-laki agar di beri nama Ke’...
Beberapa literature tentang sejarah Madura baik yang dikupas sejarawan Madura, Zainal Fatah dan Drs.Abdurahman, secara lengkap memaparkan perjalanan lahirnya nama Madura ini. Kelahiran nama Madura berkaitan erat dengan dua tempat yang ada di pulau Garam tersebut. Yakni gunung Geger di Bangkalan dan hutan Nepa di Desa Batioh, kecamatan Banyuates, Sampang. Dari dua tempat ini babak awal perjalanan sejarah Madura bermuara. Mengapa dimulai dari dua tempat ini? Sebab disanalah orang pertama Madura menginjakkan kaki, membentuk system pemerintahan social dan perjalan hidup yang mengandung epos. Konon ceritanya, pada zaman purbakala di kaki gunung Semeru, berdiri kerajaan Medangkemulan yang dipimpin rajanya bernama Sang Hyang Tunggal. Di dalam keraton yang disebut Giling Wesi, Sang Hyang Tunggal hidup bersama permaisuri dan putrinya bernama Raden Ayu Ratna Doro Gung. Dibawah pemerintahan raja yang arif dan bijaksana itu, Medangk...
Sultan Abdul Kadirun adalah Pangeran di Keraton Bangkalan. Pada suatu hari Sultan berencana untuk membuat sebuah masjid di pusat Kraton Bangkalan. Nama masjid itu adalah Masjid Agung Bangkalan. Masjid Agung Bangkalan memiliki 16 menara berukuran 15 meter. Namun satu diantara menara tersebut tingginya kurang 1 meter. Sultan bingung memikirkan bagaimana cara agar menara tersebut tingginya sama dengan menara lainnya, tanpa menambal atau membongkar menara tersebut. Lalu pada suatu hari, Sultan mengumpulkan 44 orang dari Jawa dan Madura untuk membantu membuat menara tersebut agar ukurannya sama tanpa menambal dan membongkarnya. Namun diantara 44 orang tersebut hanya Sayyid Abdullah yang berani menyanggupinya. Sayyid Abdullah memulai pekerjaannya, ia meminta beberapa helai kain putih kepada Sultan Abdul Kadirun untuk menutupi menara tersebut. Setelah itu, Sayyid Abdullah mengajak 44 orang tadi termasuk dirinya untuk membaca Surat Al- Fatihah dan Surat...
Di Pulau Madura cukup banyak ditemukan peninggalan sejarah pada masa masuknya peradaban Islam. Salah satunya ialah keberadaan Situs Aer Mata di Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan. Komplek situs sejarah yang terletak di sisi utara, sekitar 30 kilometer dari arah Kota Bangkalan ini, menyimpan banyak fakta dan cerita sejarah, termasuk peninggalan berupa makam Islam kuno, yang disertai dengan arsitektur budaya Hindu-Budha. Konon menurut legendanya, konstruksi bangunan situs itu didirikan pada abad ke-15 atau ke-16. Walau sudah uzur, tapi bentuk bangunan tersusun rapi meski dibangun tanpa alat perekat dari semen. Mulai dari nisan, kerangka kuburannya, semuanya terukir indah yang terbuat dari batu putih mirip pualam yang diambil dari lokasi sekitar makam. Keindahan yang menonjol dan bernilai seni tinggi tersebut terletak pada tiga cungkup utama makam yang berukuran 40 x 20 meter, yakni makam Ratu Ibu Syarifah Am...
Residen Schophoff berencana untuk membuat sebuah jalur dari Banyuwangi menuju Panarukan. Namun dalam menjalankan rencananya, Residen Schophoff mengalami kendala, yaitu tepat di jalur yang ingin ia bangun terdapat sebuah bukit. Dengan adanya bukit tersebut, tentu sangat tidak mungkin rencana pembuatan jalan yang ia rencanakan akan berhasil. Rencana Residen Schophoff ini pun mendapat perhatian dari Tumenggung Wiroguno I, yang pada kali itu menjabat sebagai pemimpin di Banyuwangi. Lalu ia mengadakan sebuah sayembara, barang siapa bisa memindahkan bukit tersebut, ia akan menghadiahkan nya tanah yang luas. Tanah yang dijanjikannya meliputi bukit batu tersebut hingga daerah Sukowidi. Sayembara sudah berjalan selama berbulan bulan, namun tak ada seorang pun yang dapat memenuhi permintaan dari Tumenggung Wiroguno I. Tumenggung pun hampir putus asa, sepanjang hari ia memikirkan bagaimana caranya supaya bukit tersebut dapat di pindahkan. Sampai suatu ketika ia ingat jika ia memiliki s...
Sampai saat ini di daerah Banyuwangi masih banyak dongeng rakyat yang hidup dan berkembang ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Pada umumnya dongeng rakyat atau cerita rakyat itu hanya berfungsi sebagai pelipur lara. Hal ini disebabkan ceritera atau dongeng rakyat bukan peristiwa sejarah murni, tegasnya ceritera rakyat tidak dapat dijadikan pedoman atau penetapan sesuatu hal yang penting, seperti: Penetapan Hari Jadi suatu kota atau daerah. Dalam kenyataan masyarakat di tanah air masih banyak yang awam dan berpola pikir tradisional yang lebih cenderung menonjolkan nilai-nilai mithologi dari pada nilai yang historisnya, sehingga sering mengkaburkan pemahaman mereka terhadap peristiwa sejarah yang sebenarnya, bahkan dapat mempengaruhi pandangan hidup sehingga dapat merugikan kepentingan masyarakat itu sendiri. Meskipun demikian, ceritera rakyat atau dongeng rakyat perlu dilestarikan dan dipertahankan guna menambah khasanah kebudayaan nasional kita, khususnya yang berlatar belakang pe...
Sejarah Mengenai Upacara Tradisional Siraman Gong Kyai Pradah / Pusaka Gong Kyai Pradah Di Kel. Kalipang Kec. Sutojayan Lodoyo Blitar Tersebutlah dalam kisah, antara tahun 1704 – 1719 Masehi di Surakarta bertahtalah seorang Raja bemama SRI SUSUHUN AM PAKU BUWONO I. Raja ini mempunyai saudara tua yang lahir dari istri ampeyan (bukan Permaisuri) bernama PANGERAN PRABU. Pada saat penobatan SRI SUSUHUNAN PAKU BUWONO I sebagai Raja, hati PANGERAN PRABU sangat kecewa karena sebagai saudara tua PANGERAN PRABU tidak dinobatkan sebagai Raja di Surakarta sehingga timbullah keinginannya untuk membunuh SRI SUSUHUNAN PAKU BUWOONO I Namun akhirnya keinginun PANGERAN PRABU tersebut tercium oleh SRI SUSUHUNAN PAKU BUWONO I dan sebagai hukumannya PANGERAN PRABU diperintahkan untuk membuka hutan di daerah Lodoyo yang pada saat itu merupakan hutan yang sangat lebat yang dihuni oleh binatang – binatang buas serta hutan tersebut dianggap sebagai t...
Raja Brawijaya penguasa kerajaan Majapahit, mempunyai seorang putri yang cantik yaitu Dyah Ayu Pusparani. Putri ini memang benar-benar ayu sesuai dengan namanya. Banyak raja dan pangeran yang melamar untuk dijadikan permaisuri. Prabu Brawijaya bingung memilih calon menantu. Lalu raja mengadakan sayembara siapa yang bisa merentang busur sakti Kyai Garodayaksa dan sanggup mengangkat gong Kyai Sekardelima, dialah yang berhak menikah dengan Putri Pusparani. Para pelamar menguji kemampuannya namun ternyata tak satu pun yang sanggup merentang busur apalagi mengangkat gong yang sangat besar itu. Menjelang akhir sayembara itu datang seorang pemuda berkepala lembu yaitu Raden Lembu Sura atau Raden Wimba. Dia mengikuti sayembara itu dan berhasil merentang busur serta mengangkat gong Kyai Sekardelima. Dengan demikian berarti Raden Lembu Sura yang berhak menikah dengan Dewi Pusparani. Melihat kemenangan Lembu Sura, Putri Pusparani langsung meninggalkan Sitihinggil. Ia sangat sedih k...