Pesta Parak Iwak di Sungai Serayu Banjarnegara merupakan serangkaian acara yang biasa di lakukan pada akhir bulan Agustus yang bertepatan dengan hari jadi kota Banjarnegara (22 Agustus). Dalam Pesta Parak Iwak ini warga kota Banjarnegara akan menangkap ikan sebanyak mungkin. Pesta Parak Iwak biasa di lakukan di Sungai Serayu, Desa Singomerto, Banjarnegara tepatnya di sekitaran Serayu Adventure dan The Pikas. Pesta Parak Iwak dimulai dengan acara “ulam sari tirta nyawiji” atau pengambilan benih ikan yang akan disebar yang diambil dari tujuh mata air yang ada di Dataran Tinggi Dieng, yaitu Telaga Balekambang, Telaga Merdada, Telaga Sewiwi, Sendang Serayu, Telaga Pengilon, Telaga Warna dan Telaga Cebong. Kemudian benih ikan ditempatkan dalam bokor “tumus pandeleng ing manah”. Setelah pengabilan benih selesai bokor atau kendi tempat benih ikan diserahkan kepada kepala desa Singomerto untuk di sebar di Sungai Serayu dan sebagai tanda di...
Pesta Parak Iwak di Sungai Serayu Banjarnegara merupakan serangkaian acara yang biasa di lakukan pada akhir bulan Agustus yang bertepatan dengan hari jadi kota Banjarnegara (22 Agustus). Dalam Pesta Parak Iwak ini warga kota Banjarnegara akan menangkap ikan sebanyak mungkin. Pesta Parak Iwak biasa di lakukan di Sungai Serayu, Desa Singomerto, Banjarnegara tepatnya di sekitaran Serayu Adventure dan The Pikas. Pesta Parak Iwak dimulai dengan acara “ulam sari tirta nyawiji” atau pengambilan benih ikan yang akan disebar yang diambil dari tujuh mata air yang ada di Dataran Tinggi Dieng, yaitu Telaga Balekambang, Telaga Merdada, Telaga Sewiwi, Sendang Serayu, Telaga Pengilon, Telaga Warna dan Telaga Cebong. Kemudian benih ikan ditempatkan dalam bokor “tumus pandeleng ing manah”. Setelah pengabilan benih selesai bokor atau kendi tempat benih ikan diserahkan kepada kepala desa Singomerto untuk di sebar di Sungai Serayu dan sebagai tanda di...
Tradisi "mepe kasur abang-cemeng" atau menjemur kasur yang berwarna merah dan hitam di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi sudah menjadi ritual wajib setiap menjelang idul adha. Kasur yang berwarna merah dan hitam meiliki makna dimana warna merah yang berarti keabadian rumah tangga dan hitam yang berarti penolak bala. Sehingga diharapkan setiap keluagaa yang mempunyai kasur warna hitam dan merah ini akan langgeng dan terlindung dari segala macam petaka. Kemudian makna menjemur kasur adalah supaya setiap keluarga yang ada di Desa Kemiren ini hidup dengan bersih dan sehat karena menurut mereka kasur merupakan barang yang paling dekat dengan manusia sehingga harus dijaga kebersihannya. Kasur biasanya dijemur dari jam tujuh pagi di depan rumah masing-masing sambil membaca doa dan memercikan air bunga di halaman agar dijauhkan dari malapetaka dan penyakit. Saat tengah hari kasur di gulung kembali dan dimasukkan ke dalam rumah. Setelah tu warga akan bersih-berssih d...
Martutu aek adalah pembaptisan , pada tradisi Batak kuno , dengan air kepada seorang anak yang baru lahir (sekitar usia tujuh hari) dengan membawanya ke homban (mata air di tengah ladang). Upacara ritual ini dimulai dengan doa yang disampaikan oleh Ulu Punguan kepada Mulajadi na Bolon. Kemudian sang Ulu Punguan membentangkan ulos ragi idup di atas pasir. Lalu Ulu Punguan meneteskan minyak kelapa ke dalam cawan yang telah berisi jeruk purut untuk memastikan bahwa tondi si bayi tersebut berada di dalam badan. Setelah itu, bayi yang hendak diberi nama dimandikan di mata air. Ulu Punguan lalu menyapukan kunyit ke tubuh bayi dan menguras bayi tersebut degan jeruk purut. Setelah diuras, Ulu Punguan mengoleskan minyak kelapa ke dahi bayi. Lalu, Ulu Punguan mencabut pisau Solam Debata yang dibawanya untuk memberkati bayi tersebut. Dengan memohon kepada Mulajadi Na Bolon, Ulu Punguan menarikan kain putih agar kain putih tersebut diberkati oleh Mulajadi Na Bolon sebagai...
Martutu aek adalah pembaptisan , pada tradisi Batak kuno , dengan air kepada seorang anak yang baru lahir (sekitar usia tujuh hari) dengan membawanya ke homban (mata air di tengah ladang). Upacara ritual ini dimulai dengan doa yang disampaikan oleh Ulu Punguan kepada Mulajadi na Bolon. Kemudian sang Ulu Punguan membentangkan ulos ragi idup di atas pasir. Lalu Ulu Punguan meneteskan minyak kelapa ke dalam cawan yang telah berisi jeruk purut untuk memastikan bahwa tondi si bayi tersebut berada di dalam badan. Setelah itu, bayi yang hendak diberi nama dimandikan di mata air. Ulu Punguan lalu menyapukan kunyit ke tubuh bayi dan menguras bayi tersebut degan jeruk purut. Setelah diuras, Ulu Punguan mengoleskan minyak kelapa ke dahi bayi. Lalu, Ulu Punguan mencabut pisau Solam Debata yang dibawanya untuk memberkati bayi tersebut. Dengan memohon kepada Mulajadi Na Bolon, Ulu Punguan menarikan kain putih agar kain putih tersebut diberkati oleh Mulajadi Na Bolon sebagai...
Ritual Sarilala atau tolak bala hampir dilakukan sepanjang tahun. Warga biasanya segera mengadakan ritual jika merasa menemukan keganjilan. Khawatir terjadi musibah, terutama karena gunung meletus, warga menaruh sesaji di tempat keramat, seperti sumber air, pohon besar, dan makam kuno. Ritual Sarilala ini juga diadakan di dekat danau Lau Kawar yang berada persis di kaki Sinabung dan di Desa Kuta Rakyat, Kecamatan Naman Teran. Seekor kambing putih dan lembu dilepaskan di kaki gunung sebagai persembahan. Guru si baso didaulat menjadi medium untuk meminta kepada roh leluhur dan memimpin ritual pemberian sesaji berupa rokok, bunga, dan hasil bumi. Puluhan warga lalu berduyun-duyun menuju jambur, tempat mereka menari-nari diiringi gendang. Aparat desa pun turut serta dalam ritual tersebut. Sumber: https://www.gobatak.com/ritual-sarilala-bangkitnya-ritual-orang-gunung/
Tradisi pembakaran mayat atau kremasi jenazah telah dikenal oleh masyarakat suku Karo yang dikenal dengan adat Sirang-sirang. Tradisi ini dilaksanakan oleh suku Karo marga Sembiring. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh Hindu dalam budaya suku Karo terutama marga Sembiring yang menurut beberapa ahli sejarah berasal dari India. Menurut Brahma Putro, menyebutkan kedatangan orang Hindu ini ke pegunungan ( Tanah Karo ) di sekitar tahun l33l-l365 Masehi. Mereka sampai di Karo disebabkan mengungsi karena kerajaan Haru Wampu tempat mereka berdiam selama ini diserang oleh Laskar Madjapahit. Akan tetapi ada pula yang memberikan hipotesa, penyebaran orang-orang Tamil ini disebabkan oleh kedatangan pedagang-pedagang Arab (Islam) yang masuk dari Barus. Upacara sirang-sirang hampir mirip dengan acara kematian layaknya yang berlaku pada masyarkat suku Karo, hanya saja prosesi akhir mayat tidak dikuburkan tetapi dibakar yang dipimpin oleh seorang dukun atau guru dibantu oleh 4 orang pe...
Dalam budaya Batak, adat Mangain pada dasarnya adalah memberikan marga kepada boru (anak perempuan) atau mangain kepada anak laki-laki. Mangain biasanya dilaksanakan saat menjelang kegiatan pernikahan, karena salah satu pasangan belum menjadi seorang suku Batak, karena itu sangat perlu diberikan marga. Mangain /mangampu boru (mengangkat anak), juga bermakna menerima seseorang asing ( bukan suku Batak ) menjadi seperti anak kandung kita sendiri dengan menyandang marga sesuai dengan marga yang mangain. Untuk itu seluruh elemen keluarga besar, dongan tubu, boru, bere, dongan sahuta dan hula-hula harus turut menyaksikan dan menghukuhkan marga pada acara itu. Pada dahulu kala oleh orang Batak , masih sering melaksanakan adat Mangain boru (anak perempuan) atau anak (anak laki-laki). Namun yang sering dilaksanakan adalah Mangain anak (anak laki-laki). Suku Batak Toba jika satu keluarga belum dikaruniai seorang anak laki-laki maka belum Gabe (lengkap m...
Pada suku Batak Toba perkawinan adalah merupakan suatu peristiwa besar, mengundang hulahula, boru, dongan tubu serta dongan sahuta sebagai saksi pelaksanan adat yang berlaku. Dalam adat Batak Toba perkawinan haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat dalihan na tolu , yakni Somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Perkawinan pada masyarakat Batak Toba sangat kuat sehingga tidak mudah untuk bercerai karena dalam perkawinan tersebut banyak orang-orang yang terlibat dan bertanggung jawab di dalamnya. Adapun tata cara perkawinan secara normal berdasarkan ketentuan adat terdahulu ialah perkawinan yang mengikuti 9 tahap, tahap pertama adalah Mangaririt. Mangaririt adalah ajuk-mengajuk hati atau memilih gadis yang akan dijadikan menjadi calon istrinya sesuai dengan kriterianya sendiri dan kriteria keluarga. Acara mangaririt ini dilakukan kalau calon pengantin laki-lakinya adalah anak rantau yang tida...