Ritual memandikan benda pusaka atau yang biasa disebut dengan jamasan sering dilakukan oleh masyarakat di berbagai daerah di pulau Jawa, termasuk di Bumijawa, Tegal. Pada 10 Rabiul Awal/Maulud, keturunan Mbah Cimuluk, disaksikan banyak masyarakat, mengadakan ritual jamasan di sebuah sumber mata air bernama Tuk Jimat. Benda pusaka yang dimandikan berupa bendi yang dianggap keramat. Di atas api dan kemenyan yang dibakar, bende keramat itu dimandikan. Selesai dimandikan, pensucian bende usai. Sesuai kepercayaan masyarakat, mereka berebut mengambil air bekas cucian. Air itu diyakini warga dapat mengobati berbagai penyakit. Ritual Jamasan Tuk Jimat Bulakan tidak berakhir dengan penyucian bende saja. Setelah jamasan, warga bersama-sama makan tumpeng hasil pertanian Bumijawa. Bende keramat diarak pulang untuk disucikan kembali tahun depan. Untuk menghibur warga, dipertunjukkan atraksi kuda lumping. Laksana orang kesurupan, kuda lumping memakan apa saja yang terlihat di depannya. I...
Memotong Jari Tangan Ritual memotong jari di suku Dani, Papua, Indonesia. Suku Dani (atau Ndani) adalah penduduk asli yang mendiami tanah subur Lembah Baliem di Papua Barat, Papua, Indonesia. Anggota suku ini memotong jari tangan mereka untuk menunjukkan duka saat upacara pemakaman. Ketika diamputasi, mereka juga mengoles wajah mereka dengan abu dan tanah liat sebagai ungkapan kesedihan. Mereka akan memotong jari tangan sebagai bentuk ungkapan cinta kepada seseorang yang meninggal. Ketika seseorang di suku Dani wafat, kerabatnya seperti istri atau suami memotong jari tangan dan menguburnya bersama jenazah suami atau istrinya. Jari tangan seorang suku Dani dinilai sebagai jiwa yang akan selalu hidup bersama dengan pasangannya. Jumlah jari yang dipotong tergantung pada jumlah orang meninggal yang dicintai.
Suku Osing adalah suku tradisional di Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur. Masyarakat Suku Osing memiliki ritual unik untuk anak yang akan dikhitan. Ritual ini bernama Koloan Selametan. Ritual ini dilakukan untuk mempersiapkan mental anak agar siap dan mantap sebelum dikhitan. 'Koloan' sendiri memiliki arti 'jebakan' dalam Bahasa Indonesia. Ritual ini dilakukan dengan meneteskan darah ayam di atas kepala anak Suku Osing. Ayam yang digunakan dalam Koloan Selametan ini juga bukan sembarang ayam. Ayam yang digunakan harus ayam jago berwarna merah yang masih perjaka. Tata cara Koloan Selametan adalah si anak duduk di atas kursi kayu kecil sambil bertelanjang dada, di mana di depannya terdapat sesajian. Kemudian pemimpin ritual akan membacakan doa pada si anak dalam Bahasa Osing sambil mengusapkan bedak pada si anak. Setelah itu ayam disembelih di atas kepala si anak agar darah ayamnya menetes di atas kepala si anak. Kemudian setelah ayamnya mati, si anak aka...
Cenning rara , Mantra Pemikat Lawan Jenis Suku Bugis-Makassar Mantra menurut KBBI, yaitu perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib; susunan kata berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib .Pada kebudayaan Sulawesi selatan, warisan pappaseng dalam bentuk mantra atau doa-doa (baca-baca) digunakan dengan tujuan berbeda-beda. Cenning rara , misalnya, yang dalam khasanah kebudayaan masyarakat Bugis dan Makassar ditempatkan sebagai mantra pemikat lawan jenis. Cenning rara sendiri berasal dari kata cenning yang berarti manis dan cendra atau cendrara yang berarti bulan atau matahari yang pada hakekatnya adalah cahaya. Bulan dalam konteks kebudayaan Bugis merupakan puncak keindahan alam. Maka, istilah keduanya tak lain dimaksudkan untuk membuat diri dan penampilan kian bercahaya seperti bulan atau matahari bagi anak perawan. &nbs...
Kecamatan Pacitan memiliki seni tradisional yang disebut Mantu Kucing. Mantu Kucing merupakan seni tradisional berupa upacara adat untuk meminta turunnya hujan. Mantu Kucing dalam bahasa Indonesia berarti pernikahan kucing. Upacara ini dilakukan dengan melakukan upacara pernikahan untuk sepasang kucing jantan dan betina. Sepasang kucing jantan dan betina dihias sebagaimana pengantin, kemudian keduanya ditandu menuju sungai terdekat dan dimandikan. Setelah dimandikan, tetua dari masyarakat akan memanjatkan doa agar segera diturunkan hujan. Setelah doa dipanjatkan, masyarakat beramai-ramai makan bersama. Hidangan yang dikonsumsi untuk makan bersama adalah nasi kuning. Jika makan bersama selesai dilakukan, selanjutnya masyarakat akan kembali ke rumah masing-masing karena dipercaya hujan yang lebat akan segera turun. Sumber : https://ilmuseni.com
Di Yogyakarta masih melestarikan berbagai upacara adat yang telah menjadi ciri budaya khas Yogyakarta yang diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Grebeg Maulud, Kata gerebeg berarti suara berisik yg berasal dari teriakan orang-orang. Upacara adat ini diperingati sebagai acara Maulud Nabi Muhammad SAW yang mana dikatakan bahwa Nyi Roro Kidul Mendekatkan diri kepada Tuhan dan kebersamaan diantara warga Yogyakarta. Festival upacara adat ini dimulai pada pukul 07.30 pagi, didahului oleh parade pengawal kerajaan yang terdiri dari 10 unit: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo,Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijeron, Surokarso, dan Bugis. setiap unit mempunyai seragam masing2. parade dimulai dari halaman utara Kemandungan kraton, kemudian melewati siti hinggil menuju Pagelaran, dan selanjutnya menuju alun2 utara. Pukul 10.00 pagi, Gunungan meninggalkan kraton didahului oleh pasukan bugis dan surokarto. Gunungan dibuat dari makanan seperti sayur2an, kacang, lada merah, telor,...
Prosesi Mappacci pernikahan adat Bugis atau yang biasa dikenal dengan malam pacar merupakan budaya Adat Bugis yang sudah menjadi keharusan untuk dilakukan bagi keturunan darah Bugis. Prosesi Mappacci pernikahan adat Bugis dilaksanakan pada saat menjelang acara akad nikah atau ijab kabul keesokan harinya. Mirip dengan prosesi malam Bainai, prosesi Mappacci pernikahan adat Bugis adalah salah satu upacara adat Bugis yang dalam pelaksanaannya menggunakan daun pacar (Lawsania alba) atau Pacci. Menggunakan daun Pacci ini berhubungan dengan kata paccing yang dalam bahasa Bugis memiliki arti kesucian dan jiwa yang bersih. Sebelum menghiasi tangan calon pengantin wanita dengan daun pacci, prosesi ini didahului dengan mappanré temme (khatam Al-Quran) dan barazanji . Dengan begitu prosesi Mappacci pernikahan adat Bugis ini terasa lebih sakral dan khidmat. Hal itu juga yang mengartikan Mapacci juga sebagai simbol akan kebersihan r...
Di sebuah desa di kaki Gunung Rinjani, terdapat sebutan untuk masyarakat yang tinggal di sana yaitu masyarakat yang menganut Islam Wetu Telu. Masyarakat menganggap mereka menjalankan ibadah shalat hanya tiga kali, padahal hal itu adalah keliru. Ritual ini kerap disalahpahami, sehingga dianggap sebagai agama sempalan Islam. Desa yang kabarnya masih melestarikan pratik peribadatan wetu telu adalah Karang Bajo. Berbagai stigma berkembang soal masyarakat adat ini. Beberapa yang paling populer misalnya Wetu Telu merupakan percampuran agama Hindu, Islam, dan Buddha. Itu pun diwakilkan oleh penghulu adat , serta mengukur keislaman hanya dari syahadat, pantang makan babi dan alkohol, serta berkhitan bagi kaum lelaki. Jika kita merujuk sumber sekunder, Wetu Telu dimaknai sebagai sinkretisme Hindu dan Islam. Praktik peribadatan warga Sasak di desa Bayan karenanya, dicap sebagai sempalan mazhab Sunni maupun Syiah penduduk Indonesia. Mendengar penjelasan Junan, di pikiran saya Wet...
Mendem Ari-Ari (Menanam Plasenta Bayi) di Jawa Plasenta merupakan organ yang menjadi jalur hidup jabang bayi sebelum dilahirkan. Plasenta dalam bahasa Jawa sering disebut dengan istilah ari-ari. Menurut tradisi Jawa ari-ari atau plasenta bayi adalah batir (teman/saudara) yang menemani bayi sebelum dilahirkan. Hal ini disebabkan karena ari-ari selalu mengikuti kelahiran seorang bayi. Oleh karena itu untuk mengormati dan penjagaan terhadap ari-ari masyarakat Jawa yang masih menjaga tradisi selalu mendem ari ari (menanam ari ari) di dalam tanah dengan cara dan tempat yang baik. Adapun cara menguburkan ari-ari adalah sebagian berikut: 1.Setelah janig lahir, ari-ari dibersihkan oleh petugas kesehatan Beralaskan dau senthe, ari-ari dimasukan kedalam periuk yang terbuat dari tanah. Kemudian ditutup dengan cobek atau tempurung kelapa. 2.Di atas wadah diberi berbagai ubarampe atau barang syarat. Jenis-jenis umbere yang digunakan setiap daerah berbeda-beda. Di daerah penulis tepatny...