|
|
|
|
Upacara Adat Budaya Yogyakarta #DaftarSB19 Tanggal 16 Feb 2019 oleh Yunitakumala . |
Di Yogyakarta masih melestarikan berbagai upacara adat yang telah menjadi ciri budaya khas Yogyakarta yang diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Grebeg Maulud, Kata gerebeg berarti suara berisik yg berasal dari teriakan orang-orang. Upacara adat ini diperingati sebagai acara Maulud Nabi Muhammad SAW yang mana dikatakan bahwa Nyi Roro Kidul Mendekatkan diri kepada Tuhan dan kebersamaan diantara warga Yogyakarta. Festival upacara adat ini dimulai pada pukul 07.30 pagi, didahului oleh parade pengawal kerajaan yang terdiri dari 10 unit: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo,Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijeron, Surokarso, dan Bugis. setiap unit mempunyai seragam masing2. parade dimulai dari halaman utara Kemandungan kraton, kemudian melewati siti hinggil menuju Pagelaran, dan selanjutnya menuju alun2 utara. Pukul 10.00 pagi, Gunungan meninggalkan kraton didahului oleh pasukan bugis dan surokarto. Gunungan dibuat dari makanan seperti sayur2an, kacang, lada merah, telor, dan beberapa pelengkap yg terbuat dari beras ketan. Dibentuk menyerupai gunung, melambangkan kemakmuran dan kekayaan tanah mataram. Parade disambut dengan tembakan2 dan sahut2an oleh pengawal Kraton ketika melewati alun2 utara, prosesi semacam ini dinamakan Gerebeg. Selanjutnya gunungan dibawa ke Masjid Agung untuk diberkati dan kemudian dibagikan ke masyarakat. orang2 biasanya berebut untuk mendapatkan bagian dari gunungan karena mereka percaya bahwa makanan tsb mengandung kekuatan gaib. Para petani biasanya menanam sebagian jarahan dari gunungan di tanah mereka, dengan kepercayaan ini akan menghindarkan mereka dari kesialan dan bencana.
2. Merti Dusun, kegiatan upacara adat yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan seperti Merti Desa sangat sering dilakukan oleh warga Yogyakarta. Dimana tradisi kebudayaan yang tak hanya menentramkan hati, namun juga memberikan kebanggaan atas ragam kekayaan budaya di negeri ini. Merti desa, sering disebut juga bersih desa, hakikatnya adalah simbol rasa syukur masyarakat kepada Yang Maha Kuasa atas limpahan karunia yang diberikan-Nya. Karunia tersebut bisa berujud apa saja, seperti kelimpahan rezeki, keselamatan, serta ketentraman dan keselarasan hidup. Merti desa dilakukan dengan kirab budaya mengintari desa dengan diikuti oleh 13 padukuhan dan 2 Bergodo, yaitu bergodo Menggung Niti Projo, Bregodo Pangeran Diponegoro. Acara kebudayaan ini dimulai dengan arak arakan gunungan hasil bumi dan dikawal oleh bergodo menuju lapangan Desa. Dalam perjalan kirab tersebut peserta kirab budaya menampilkan berbagai kesenian dan kreasi yang terbaik. Barisan prajurit atau bregodo, lalu ada barisan ibu-ibu berdandan menggunakan kebaya dan berkain jarik sambil meggendong bakul yang berisi hasil bumi. Sesampainya di lapangan atau titik kumpul akhir lalu dilakukan upacara merti dusun. Seluruh gunungan di kumpulkan menjadi satu untuk diperebutkan pada malam harinya. Kegiatan selanjutnya dilakukan dengan Ngalap Berkah Gunungan dan pagelaran wayang. Selain perwujudan dari silaturahmi, guyub, rukun, gotong royong, kebersamaan, keakraban, tepa selira dan harmonis antar warga yang hadir. Kegiatan ini juga sebagai tujuan destinasi dunia wisata yang menarik bagi wisatawan lokal maupun luar.
3. Rasulan, merupakan sebuah tradisi yang sudah berlangsung sangat lama di kabupaten Gunung Kidul dan sekitarnya serta diadakan sekali dalam setahun. Rasulan adalah sebuah ritual setelah musim panen tiba sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang telah diberikan dan juga sebagai ritual untuk terhindar dari segala musibah. Biasanya, tradisi rasulan ini diselenggarakan per pedukuhan atau dusun dengan waktu pelaksanaan yang berbeda-beda. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pertama kali yaitu setiap dusun melakukan kerja bakti di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Kegiatan puncak pada tradisi Rasulan ini sangat menarik dengan adanya berbagai pertunjukan kesenian tradisional seperti reog, jathilan, ketoprak, wayang kulit semalam suntuk, dan bahkan ada pasar malam juga. Selain itu, juga diadakan kirab budaya atau karnaval mengelilingi padukuhan dari masing-masing dusun dengan membawa aneka gunungan yang terdiri dari berbagai hasil panen seperti jagung, padi, kacang dan lain sebagainya. seluruh peserta kirab budaya menggunakan berbagai kostum dan aksesoris yang tradisional dan unik, misalnya ada sekelompok remaja putri membawa sapu, para petani membawa cangkul dan memakai caping, ibu-ibu membawa nampah dan juga sekelompok pemuda yang memakai seragam ttentara kerajaan beserta senjatanya. Selain kegiatan puncak tersebut bagi anak-anak yang masih sekolah, biasanya orang tua mereka memasak masakan spesial untuk dihidangkan kepada teman-temannya. Jadi, anak-anak tersebut membawa teman-temannya untuk makan di rumah. Tradisi ini menjadi keunikan tersendiri dan kebanyakan dari masyarakat Kabupaten Gunung Kidul sangat menunggu moment ini dibandingkan lebaran. Bahkan untuk melaksanakan tradisi Rasulan ini, mereka lebih banyak mengeluarkan biaya dibandingkan saat lebaran. Nilai-nilai yang dapat diambil dari tradisi Rasulan ini, yaitu pertama, bahwa adanya kesadaran rasa syukur masyarakat Kabupaten Gunung Kidul atas nikmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Yang kedua, nilai kegotong royongan dari seluruh masyarakat dalam melakukan kerja bakti “bersih desa” dan juga ketika akan membuat gunungan serta mempersiapkan kostum dan aksesoaris dalam rangka untuk memeriahkan acara tersebut bahkan ada warga desa yang berada di luar kota rela datang untuk mengikuti acara tersebut. Nilai Ketiga, yaitu melalui adanya berbagai pertunjukkan kesenian tradisional merupakan salah satu cara untuk melestarikan budaya Indonesia yang sudah mulai terkikis oleh kemajuan zaman dan informasi. Dan nilai terakhir yang dapat diambil yaitu ketika anak-anak mengajak teman-teman mereka untuk main ke rumah dan menikmati hidangan yang telah disiapkan, dapat dilihat bahwa bukan hanya makanan yang dicari melainkan juga rasa kebersamaan dan bagi tuan rumah dapat dikatakan sebagai sedekah atas hasil panen yang didapat.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |