Midodareni berlangsung malam hari sebelum prosesi inti pernikahan dimulai. Midodareni adalah bentuk dari permohonan calon mempelai wanita agar seluruh prosesi pernikahan esok hari berjalan dengan lancar. Midodareni berasal dari kata “bidadari”. Hal ini merupakan simbol dan permohonan agar saat menjelang pernikahan calon mempelai wanita berparas secantik bidadari. Pada malam midodareni , dipercaya para bidadari turun dari kayangan dan menjelma menjadi paras rupawan calon mempelai wanita. Peristiwa turunnya bidadari dipercaya berlangsung menjelang tengah malam. Konon, prosesi seperti ini meniru Ki Jaka Tarub yang akan menikahkan putrinya, Nawangsih. Ki Jaka Tarub meminta bidadari Nawangwulan agar bersedia turun ke bumi merias putrinya pada malam sebelum ia dinikahkan. sumber :https://kratonjogja.id/siklus-hidup/3/dhaup-ageng
Upacara panggih merupakan prosesi bertemunya sepasang pengantin setelah sah menjadi suami istri. Mempelai pria yang datang dari Kasatriyan serta mempelai wanita dari Sekar Kedhaton dipertemukan di Tratag Bangsal Kencana . Secara bergantian pengantin pria yang membawa 4 gulungan daun sirih ( gantal ) melemparkan terlebih dahulu secara berlahan-lahan kepada pengantin wanita yang membawa 3 buah gantal . Selanjutnya, pengantin wanita akan membasuh kaki pengantin pria dan dilanjutkan dengan memecah telur. Pada upacara panggih ini juga dilakukan prosesi Pondongan . Pondongan adalah mengangkat mempelai wanita dengan kedua tangan, yang dilakukan oleh mempelai pria dan paman mempelai wanita. Mempelai wanita dipondong dalam posisi duduk setinggi pundak keduanya. Prosesi pondongan ini dilaksanakan di depan seluruh keluarga beserta tamu undangan yang hadir sebagai perlambang menghormati kedudukan sang mempelai wanita sebagai putri Sultan dari permaisuri. Usai prosesi panggih romb...
Usai melangsungkan prosesi panggih , upacara dilanjutkan dengan prosesi tampa kaya . Pada prosesi ini, mempelai pria menuangkan beberapa keping uang logam dan berbagai macam biji-bijian untuk diterima mempelai wanita. Tampa kaya menyimbolkan bentuk tanggung jawab suami untuk memberikan nafkah dan melimpahkan kesejahteraan kepada sang istri. Tampa kaya berlangsung di Gedhong Purwarukmi , Komplek Kasatriyan sumber :https://kratonjogja.id/siklus-hidup/3/dhaup-ageng
Prosesi selanjutnya adalah dhahar klimah yang dilangsungkan di gadri (serambi belakang) Kasatriyan . Dhahar klimah merupakan prosesi perjamuan makan kedua mempelai pengantin. Mempelai pria akan mengepal nasi beserta lauk pauknya berjumlah tiga buah. Nasi kemudian diberikan kepada mempelai wanita untuk dimakan. sumber :https://kratonjogja.id/siklus-hidup/3/dhaup-ageng
Setelah resepsi usai diselenggarakan, kedua mempelai pengantin melakukan prosesi terakhir rangkaian pernikahan yaitu pamitan . Pada masa sebelum Sri Sultan Hamengku Buwono IX, upacara ini dikenal dengan nama Upacara Jangan Menir . Pasangan pengantin akan mengenakan busana Jangan Menir , dimana pengantin putri khususnya masih mengenakan paes . Upacara Jangan Menir disederhanakan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX dimana pasangan pengantin berikut besan memohon pamit untuk meninggalkan keraton menuju kediaman masing-masing. Sejak dulu, setelah menikah baik putra maupun putri Sultan akan keluar dari keraton untuk tinggal bersama pasangannya masing-masing membina rumah tangga baru. sumber :https://kratonjogja.id/siklus-hidup/3/dhaup-ageng
Salah satu suku daerah Papua, tepatnya Suku Dani memiliki tradisi memotong jari yang disebut ’ikipalin’. Tradisi ini terbilang ekstrim yang dilakukan bila ada salah satu anggota keluarga atau kerabat dekat yang meninggal dunia seperti suami, istri, ayah, ibu, anak, dan adik. Maka suku ayah atau ibu dari anggota keluarga suku Dani wajib memotong jarinya sebagai simbol sakitnya saat kehilangan anggota keluarga, dan untuk mencegah ‘terulang kembali’ malapetaka yang telah merenggut nyawa anggota keluarga mereka Sumber: https://www.hipwee.com/list/10-tradisi-ekstrem-di-indonesia-yang-bikin-kamu-merinding-tapi-memiliki-makna-yang-penuh-filosofis/
Tidak banyak yang tahu jika ada pisang yang khusus untuk ritual. Namanya pisang Songgo Buwono merah. Pisang ini biasanya untuk kebutuhan ritual Keraton Yogyakarta.Songgo Buwono ini jantungnya ke atas lainnya ke bawah. Pisang ini sebagai ritual keraton saat labuhan pisang Songgo Buwono ini ini buahnya tidak bisa dimakan karena buahnya sangat kecil dibandingkan buah lainnya. Selain itu, ciri pisang ini jantung pisangnya terlihat naik ke arah langit.Pisang jenis ini bisa ditemukan di Keraton Yogya dan Solo saja, sehingga sangat jarang bisa ditemukan di pasaran. sumber : https://www.liputan6.com/regional/read/3470984/pisang-khusus-ritual-songgo-buwono-jantungnya-mengarah-ke-langit
Wangi kemenyan menguar dengan tajam, berpadu dengan aroma sesaji yang diletakkan di tengah Alas Krendhowahono. Usai mendaraskan doa, para abdi dalem lantas mengubur kepala kerbau lengkap dengan kaki dan jeroannya. Upacara Wilujengan Nagari Mahesa Lawung pun ditutup dengan kenduri bersama. Siang itu, di Alas Krendhowahono yang terletak di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, sedang dilangsungkan upacara adat Mahesa Lawung. Menurut ceritanya, tradisi yang bertujuan untuk menyelaraskan alam dan nasib manusia ini telah ada sejak Wangsa Syailendra dan Sanjaya. Hal ini berdasarkan pada keberadaan arca Durga Mahesa Suramandini. Lantas prosesi ini terus dijalani secara turun – temurun tanpa henti hingga kini. Upacara Mahesa Lawung dilaksanakan setiap tahun pada hari ke – 40 setelah acara Grebeg Maulud. Ritual yang menjadi puncak dari upacara Mahesa Lawung adalah mengubur potongan kepala dan kaki kerbau, lengkap dengan jeroa...
Prosesi Tawur Agung Kesanga merupakan upacara yang digelar oleh umat Hindu sehari jelang perayaan Nyepi. Upacara ini berdasarkan pada konsep ajaran Tri Hita Karana, yakni menyelaraskan hubungan dengan tiga elemen, manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta. Tawur Agung Kesanga sendiri bertujuan untuk membersihkan dan mewisuda bumi sebelum Nyepi, yakni dimana umat akan melaksanakan tapa brata penyepian. Tawur Agung Kesanga diawali dengan ritual pengambilan air suci dari situs Istana Ratu Boko yang terletak di pinggang Pegunungan Batur Agung, tak jauh dari Candi Prambanan. Sekitar pukul 09.00 WIB, para umat memulai perayaan dengan prosesi Mendak Tirta alias menjemput air suci. Dalam ritual Mendak Tirta ini, para umat beriringan mengarak umbul-umbul, berbagai persembahan, gamelan dan ogoh-ogoh menuju ke Candi Dewa Siwa. Setelah tiba di depan candi, hanya yang membawa umbul-umbul dan persembahan saja yang masuk ke dalam candi. Di dalam Candi Dewa S...