|
|
|
|
Tradisi Tarian Sang Hyang Sampat, Desa pakraman puluk puluk Tabanan Tanggal 14 May 2020 oleh Widra . |
Tradisi unik yang berlokasi pada desa puluk-puluk, kecamatan penebel, kabupaten tabanan yaitu “tradisi tarian sang hyang sampat”. Di mana pada saat menjelang panen, tepatnya pada musim tanam padi taun atau padi Bali, maka akan digelar nedunang Sang Hyang Sampat yang sudah menjadi tradisi turun menurun di Desa Pakraman Puluk Puluk, dilaksanakan dalam waktu kalender digelar setiap satu tahun sekali sebelum Ngusabe Gede di Pura Bedugul. Tradisi Tarian Sang Hyang Sampat tujuannya untuk Nangkluk Merana, melindungi tanaman padi para petani dari serangan hama dan penyakit.
Prosesi Sang Hyang Sampat sendiri digelar selama tiga hari berturut dengan upacara yang dipusatkan di Pura Bale Agung Desa Pakraman Puluk Puluk. Terdapat dua Sang Hyang Sampat yang memang malinggih di Pura Bale Agung Desa Pakraman Puluk Puluk yang terdiri dari Sang Hyang Sampat Lanang (laki-laki) dan Sang Hyang Sampat Istri (perempuan).
Lidi dari Sang Hyang Sampat pun bukan lidi sembarangan, melainkan lidi Ron dan lidi Nyuh Gading, dengan jumlah lidi yaitu sebagai berikut :
Jumlah lidi Sang Hyang Sampat Lanang adalah 108 di mana angka 1 berarti Tuhan adalah satu, angka 0 artinya Tuhan tidak berawal dan tidak berakhir, dan jumlah dari angka 1 ditambah 0 ditambah 8 adalah 9, yang merupakan arah penjuru dunia. Jumlah lidi Sang Hyang Sampat istri yang 99 yang artinya arah penjuru dunia. Sebelum roh widyadara merasuki Sang Hyang Sampat, sejumlah warga pun menyanyikan tembang Sang Hyang Sampat untuk mengundang para widyadara turun ke Bumi. Adapun petikan tembang Sang Hyang Sampat adalah sebagai berikut :
“Dong dauhin semitone uli taman sari, metangi ayu metangi, juru kidungi sampun rauh. Pang enggal enggal nadi, ring sunia takon karman, I ya karmaning jajar, gumara gana, gumara sidi, Ya tumurune menga mengo, wenten ganjar nadi Sang Hyang..”
Saat Sang Hyang Sampat hendak disineb atau dilinggihkan kembali di Pura Bale Agung, maka juga ada tembang yang mengiringi dengan lirik sebagai berikut :
“Simping simping jemak lebang, tangane kuning, ngerejang ya cara jawa, Metu saking Suralaya, Suralaya inga gatra ngelungang pakir, Lengkek elengkok lengkung..”
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |