Lebaran Idul Fitri tahun 2009 lalu, ada wartawan salah satu stasiun televisi yang datang ke kampung saya, Kelurahan Balai Kaliki, Kota Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat. Saat mereka datang, bertepatan dengan kegiatan tahunan yang sudah ada sejak tahun 1961. Kegiatan tersebut sangat mengasyikkan, karena dapat mempererat silaturrahmi antar warga, dan menjadi momentum untuk bermaaf-maafan saat lebaran. Lalu, apakah nama kegiatan tersebut?
“Jadi, nama kegiatan ini apa ya, pak?” Tanya sang reporter kepada salah satu warga.
“Nama kegiatan ini adalah Pesta Maco, diak,” Si bapak menjawab dengan antusias.
“Jadi para lelaki disini bakal adu kekuatan gitu ya, pak? Adu kemacoan?” Tiba-tiba warga yang berada disekeliling bapak tersebut tergelak.
Pesta Maco, itulah nama kegiatan tersebut. Kegiatan itu adalah agenda wajib bagi seluruh warga Kelurahan Balai Kaliki.
Jadi, pesta maco itu sendiri apa, ya?
Pesta maco bukanlah pesta adu kekuatan, melainkan pesta memakan maco. Karena akan ada banyak sekali maco yang terhidang dan siap untuk dimakan. Maco itu sendiri adalah sebutan salah satu ikan asin yang ada di Sumatera Barat. Nama ilmiahnya adalah Rasbore argyotaenia. Bentuknya kecil dan tipis, sehingga sangat renyah jika digoreng kering. Maka tidak heran, hamper disetiap rumah makan yang ada di Sumatera Barat menyediakan menu ‘sambalado maco goreng patai’
Lalu apa bedanya maco goreng ini dengan yang akan dihidangkan di pesta maco Kelurahan Balai Kaliki?
Jelas sangat berbeda!
Meskipun penyajiannya masih menggunakan ikan maco arai dan petai, hidangan ini jelas berbeda dengan sambalado maco goreng dan patai tadi. Letak perbedaannya adalah bahan dan cara pembuatannya.
Jika sambalado maco goring dan patai dibuat dengan cara digoreng lalu dicampurkan dngan petai dan cabai goreng, maka hidangan ini dibuat dengan cara ditanak dengan kuah santan. Sama seperti cara membuat gulai pada umumnya, santan yang telah dibumbui, kemudian dipanaskan. Saat telah sedikit matang, masukkan maco dan petainya. Setelah itu, makanan ditanak hingga santan dan makannya matang. Hidangan ini disebut dengan sambalado tanak.
Di daerah-daerah lain juga terdapat sambalado tanak dengan barbagai tambahan, seperti kentang, telur burung puyuh, dll. Lalu, apa istimewanya sambalado tanak ‘Pesta Maco’ dari Kelurahan Balai Kaliki ini?
Perbedaannya terletak pad acara penyajiannya. Pesta maco memang ‘hanya’tentang sambalado tanak. Namun cerita didalamnyalah yang berbeda. Makanan ini disajikan dengan cara bajamba (makan beramai-ramai), di sepanjang jalan di Bondo (saluran air) dan Sungai Batang Agam.
Bagaimana cara menyelanggarakan acara pesta maco ini?
Setelah selesai shalat Idul Fitri, para pemuda Kelurahan Balai Kaliki berkeliling kampung untuk meminta sumbangan beras, petai dan ikan maco arai(karena biasanya wara menyimpan stok ikan asin maco arai). Besoknya, pemuda dan pemudi Kelurahan Balai Kaliki memasak beras dan sambalado tanak di sekitar tempat makan. Beras dan sambalado tanak dimasak didalam dandang yang besar. Setelah itu, nasi dan sambalado tanak yang telah matang, dihidangkan diatas pelepah daun pisang yang telah disusun memanjang. Setelah salat zuhur, seluruh warga Kelurahan Balai kaliki langsung menuju tepi Sungai Batang Agam, lalu menikmatinya bersama-sama.
Tradisi ini hanya ada di Kelurahan Baliki. Untuk itu, jika anda tertarik melihat secara langsung bagaimana tradisi pesta maco ini, anda hanya perlu datang ke Kelurahan Balai Kaliki, Koto nan Gadang, Kota Payakumbuh saat lebaran idul fitri tiba.
Nama: Syifa Hilya Tsaniya
Fakultas: MIPA
NIM: 16018358
#OSKMITB2018
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja