|
|
|
|
Budaya Carok di Madura Tanggal 11 Aug 2018 oleh Oskm18_16818257_ruvenea . |
Carok adalah sebuah pembelaan harga diri ketika diinjak-injak oleh orang lain yang berhubungan terkait harga diri dan demi kehormatan. Ada sebuah istilah yang dinyatakan orang Madura sebagai etambang pote mata lebih bagus pote tolang (Lebih baik putih tulang daripada putih mata) yang berarti lebih baik mati daripada menanggung malu. Istilah tersebut merupakan motivasi dari carok.
Carok yaitu suatu tindakan atau upaya pembunuhan menggunakan senjata tajam. Pada umumnya yang melakukan adalah laki-laki terhadap laki-laki lainnya yang telah melakukan pelecehan terhadap harga diri yang terutama berkaitan dengan masalah kehormatan istri misalnya selingkuhan sehingga timbul perasaaan malu saat terjadi pelecehan.
"Lima unsur carok yakni tindakan atau upaya pembunuhan antar laki-laki, pelecehan harga diri terutama berkaitan kehormatan perempuan (isteri), perasaan malu, adanya dorongan, dukungan serta persetujuan sosial disertai perasaan puas dan perasaan bangga bagi pemenangnya," jelas Latief, salah seorang intelektual Madura dalam bukunya Carok, konflik kekerasan dan harga diri orang Madura.
Dalam realita sosial kehidupan Madura, tindakan mengganggu istri orang atau perselingkuhan merupakan bentuk pelecehan harga diri yang paling menyakitkan bagi laki-laki orang Madura dan biasanya tidak ada cara untuk menebusnya kecuali dengan membunuh (Carok) orang yang mengganggunya. Kaitannya dengan ini, seorang penyair Madura, Imron (Dalam Wiyata, 2006:173), menemukan ungkapan yang berbunyi, "Saya kawin dinikahkan oleh penghulu, disaksikan oleh orang banyak, serta dengan memenuhi peraturan agama. Maka siapa saja yang mengganggu istri saya, berarti menghina agama saya sekaligus menginjak-injak kepala saya."
Sisi lain carok adalah ia dianggap sebagai media kukltural bagi pelaku yang berhasil mengalahkan musuhnya untuk memperoleh predikat sebagai jagoan (oreng jago). Jika pelaku telah berpengalaman membunuh maka predikat sebagai jagoan menjadi semakin tegas sehingga keberhasilan dalam carok selalu mendatangkan perasaan puas, lega dan bahkan bangga bagi pelakunya. Pihak keluarga juga umumnya tidak memandang pelaku carok sebagai orang jahat melainkan sebagai pahlawan yang sudah berhasil memulihkan harga diri.
Awal Mula Terjadi Carok
Awalnya pada abad ke-12 M, zaman kerajaan Madura saat dipimpin Prabu Cakraningrat dan abad 14 di bawah pemerintahan Joko Tole, istilah carok belum dikenal. Bahkan pada masa pemerintahan Penembahan Semolo, putra dari Bindara Saud putra Sunan Kudus di abad ke-17 M tidak ada istilah carok. Munculnya budaya carok di pulau Madura bermula pada zaman penjajahan Belanda, yaitu pada abad ke-18 M hingga menjadi Tradisi di Pulau Madura. Setelah Pak Sakerah tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, orang- orang di Jawa Timur mulai berani melakukan perlawanan pada Belanda. Senjatanya adalah celurit. Saat itulah timbul keberanian melakukan perlawanan. Namun, pada masa itu mereka tidak menyadari kalau pelawanan tersebut dihasut oleh Belanda.
Tradisi warisan leluhur mereka diadu dengan golongan keluarga Blater (jagoan) yang menjadi kaki tangan penjajah Belanda, yang juga sesama bangsa. Karena provokasi Belanda itulah, golongan blater yang seringkali melakukan carok pada masa itu.
Tata Cara Pelaksanaan Carok
Carok dapat dilakukan secara ngonggai (menantang duel satu lawan satu) atau nyelep (menikam musuh dari belakang). Di zaman awal kemunculannya carok banyak dilakukan dengan cara ngonggai namun semenjak dekade 1970-an carok lebih banyak dilakukan dengan cara nyelep. Dengan adanya kebiasaan melakukan carok dengan cara nyelep maka etika yang bermakna kejantanan bergeser menjadi brutalisme dan egoisme. Semua pelaku carok langsung menyerahkan diri kepada aparat kepolisian, menurut salah satu sumber itu bukan berarti suatu tindakan jantan berani bertanggungjawab atas tindakannya melainkan upaya untuk mendapatkan perlindungan dari serangan balasan keluarga musuhnya.
Contoh Kasus
Permasalahan tersebut bermula saat Istri Rasyad (keponakan Ach Ghazali) bernama Iin bekerja sebagai TKW ke Malaysia. Di tempat kerjanya, Iin bertemu Ach Syairosi, dan keduanya dikabarkan melangsungkan pernikahannya di bawah tangan di perantauannya di Malaysia. Namun perkawinan mereka terendus keluarga besar Rasyad. Sehingga memicu dendam bagi keluarga Rasyad, termasuk Ach Ghazali. Hingga suatu saat, Ach Syairosi pulang kampung dan keduanya bertemu di sebuah pesta perkawinan di rumah Mustakir, Desa Campor Barat, Kecamatan Ambunten, Sumenep, Sabtu, 13 September 2014.
Kejadian berawal ketika Syairosi yang mengendarai sepeda motor M 3552 WA, melintas di lokasi sebuah pameran pembangunan di Kecamatan Ambunten. Ternyata dia telah dibuntuti oleh pelaku Ach Ghazali. Selanjutnya setelah keduanya bertemu, cekcok berlanjut menjadi perkelahian tangan kosong.
Tak lama berselang, keduanya sudah menghunuskan celurit. Ach Ghazali memegang celurit dan tongkat, sedang Ach Syairosi menggunakan sebilah celurit. Saling bacok terjadi di pertigaan Desa Ambunten Timur, sekitar 300 meter dari Markas Polsek Ambunten.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gara-gara Nikahi Istri Orang, Syairosi Pun Tewas Saat "Carok" https://regional.kompas.com/read/2014/09/19/09542271/Gara-gara.Nikahi.Istri.Orang.Syairosi.Pun.Tewas.Saat.Carok.
Sumber:
Wawancara langsung narasumber orang Madura sebagai saksi kejadian Carok berlangsung pada tahun 1970an
http://wiyatablog.blogspot.com/2008/11/budaya-carok-pada-orang-madura.html , berdasar pendapat Dr.A. Latief Wijaya, pengajar Universitas Jember Jawa Timur
http://mjdailys.blogspot.com/2017/05/makalah-budaya-carok-madura.html
#OSKMITB2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |