Upacara tradisional Jodongan / Ruwahan tepatnya pada hari Jumat Kliwon tanggal 27 Ruwah di Paseban Bayat. Hal ini terjadi karena masyarakat khususnya di Bayat tidak dapat melupakan jasa jasa Kyai Ageng Pandanaran yang telah ikhlas meninggalkan jabatan dan harta kekayaan, semata mata untuk mencari kebahagiaan dan kesempurnaan di akherat.
Beliau diangkat menjadi wali pada hari Jumat Kliwon tanggal 27 Ruwah setelah menjadi wali penutup, menggantikan wali Syeh Siti Jenar selama 25 tahun. Maka tiap tiap tanggal 27 Ruwah ditetapkan sebagai hari Jodongan / Ruwahan, timbullah suatu kepercayaan dari masyarakat bahwa pada hari hari Jodongan / Ruwahan semua penduduk membuat hidangan / kenduri yang ditempatkan pada Jodang untuk dibawa bersama sama naik ke Makam Kyai Ageng Pandanaran dengan diiringi Reyog atau Rodad. Para penduduk berkumpul di Gapura pertama yang tercantum sengkalan Murti Sariro Jlengging Ratu (berarti tahun berdirinya Gaura 1488).
Setelah perlengkapan lengkap mulailah para wanita nyunggi tenong dan para pria memikul Jodang diiringi dengan Reyog / Rodad berjalan perlahan lahan menuju ke gapura kedua yang bernama Segoro Muncar yang disebelah kanan gapura terdapat langgar sedang disebelah kirinya terdapat sebuah bangunan yang disebut Balai Rante. Iring iringan berhenti sejenak, Reyog / Rodad berhenti di Balai Rante untuk terus mengadakan pertunjukan, sedang pembawa Jodang terus menaiki dengan undak undakan. Tangga batu berakhir pada sebuah Masjid yang terletak pada ujung depan komplek makam, di belakang Masjid terdapat bangsal pria yaitu Bangsal Jawi. Setelah melewati gapura Pangrantunan sampai pada bangsal wanita yaitu Bangsal Jero. Dengan melalui tiga gapura lagi yaitu Pangemut, Pamuncar, dan Bale Kencur sampailah pada pendopo Praboyekso.
Disinilah para pembawa Jodang berhenti untuk mengadakan upacara selamatan dengan membaca Tahlil dan Doa. Setelah upacara selesai para sesepuh / orang terkemuka menaiki tangga batu yang di kiri kanannya terdapat sepasang Gentong Sinogo dan setelah melalui gapura terakhir sampailah pada Gedong Intan tempat dimana Sunan Tembayat dimakamkan dengan kedua istri beliau.
Para sesepuh dan pemuka agama dan orang orang terkemuka mengadakan upacara penggantian Singep yang didahului upacara nyekar. Setelah upacara penggantian singep ini, upacara tradisional Jodongan / Ruwahan dianggap telah selesai dan diteruskan kembul bersama, hidangan dibagi bagikan pada semua yang datang dan sebagian dibawa turun untuk pemain reyog / rodad.
Upacara Jodongan / Ruwahan ini berjalan tiap tiap tahun setelah sholat Jumat dan satu minggu sebelum hari pelaksanaan diadakan upacara membersihkan makam yang berada di komplek makam Sunan Tembayat, satu minggu sebelum hari pelaksanaan tempat ini sudah ramai dikunjungi orang.
Sumber:
http://lugtyastyono.blogspot.co.id/2010/02/yaaqowiyuu.html
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang