Coto Makassar adalah salah satu makanan khas Kota Makassar, makanan ini merupakan racikan kuah rempah dan kacang tanah yang direbus dengan jeroan sapi, atau dari campuran potongan daging sapi. Coto dihidangkan dengan ketupat khas Sulawesi Selatan dimana kulit ketupat terbuat dari jalinan daun pandan, atau dihidangkan dengan burasa atau buras, bahannya sama dengan ketupat yaitu menggunakan beras namun pembungkusnya terbuat dari gabungan daun pisang dan potongan daun pandan. Dalam penyajiannya coto juga dilengkapi dengan potongan jeruk nipis, irisan daun bawang, lombok tumis dan kecap manis yang dicampurkan dalam semangkuk Coto Makassar ketika ingin disantap. Coto makassar dimasak dengan racikan rempah-rempah di dalam kuali tanah yang disebut dengan korong butta atau uring butta . Coto Makassar sudah ada sejak kerjaan Somba Opu, pusat Kerajaan Gowa, yang berjaya pada tahun 1538. Coto Makassar merupakan hidangan seni bercita rasa tinggi yang menjadi hidangan khusus bagi...
Pisang goreng peppe atau Sanggara peppe merupakan makanan ringan khas Suku Bugis dan Makassar, terbuat dari pisang goreng yang dipukul-pukul hingga gepeng, berdasarkan cara pengolahannya dimana pisang harus terlebih dahulu dipeppe (Bahasa Bugis berarti dipukul-pukul). Jenis pisang yang biasa digunakan yaitu pisang kepok muda atau mengkal, orang Bugis biasa menyebutnya utti manurung. Pisang goreng peppe dalam penyajiannya disajikan bersama dengan cobe-cobe (sambal tomat dan cabe rawit yang dihaluskan). Cara makannya yaitu dengan cara mencocolkan pisang goreng peppe ke cobe-cobe, lalu dinikmati selagi hangat kadang dihidangkan bersama dengan teh manis panas. Dalam tradisi Suku Bugis kudapan pisang goreng peppe disajikan sebagai kudapan untuk tamu atau kudapan yang disantap saat berkumpul dengan keluarga atau teman. Cita rasa : pisang peppe memiliki rasa cukup manis serta tekstur pisang goreng yang garing dan renyah, ketika dimakan dengan cobe-cobe akan...
Lawara adalah salah satu makanan khas Suku Bugis yang tersebar di daerah Sulawesi Selatan, lawara terbuat dari bahan dasar berupa jantung pisang dan diberi tambahan bumbu berupa garam, perasan jeruk nipis dan parutan kelapa sangrai. Lawara dengan bahan utama jantung pisang dijumpai di Daerah Maros, Sulawesi Selatan. Lawara biasanya disajikan sebagai lauk pelengkap nasi. Cita rasa : gurih dan sedikit asam Lawara berasal dari Bahasa Makassar, dilawa yang berarti dihancurkan, dimana dalam hal ini bahan utama berupa jantung pisang yang sudah direbus diolah dengan cara dihancurkan (diremas) bersama dengan bumbu tambahan berupa garam, jeruk nipis, dan parutan kelapa sangrai. Sebelum menjadi lauk yang biasa digunakan dalam makanan sehari-hari. Lawara awalnya digunakan sebagai salah satu hidangan dalam acara-acara suku bugis, seperti pada acara pernikahan bisa juga pada acara massuro ma’baca . Tradisi massuro ma’baca berasal dari Bahasa Bugis, yaitu kata...
Kambu Paria adalah makanan khas Sulawesi Selatan, berupa masakan buah Pare atau dalam Bahasa Bugis dan Makassar disebut dengan nama paria. Paria diisi dengan kambu, kambu dalam Bahasa Bugis berarti isi, isi yang dimaksud adalah isian campuran ikan yang telah dihaluskan dengan parutan kelapa yang telah disangrai yang diracik dengan bumbu halus, dikukus kemudian direbus dengan kuah santan. Kambu paria diduga sudah ada sejak zaman kerajaan Wajo, dimana persebaran kambu paria ini meliputi daerah suku bugis yang mendiami daerah Sidenreng, Bone, Soppeng, Maros Camba, Pangkep, Pare-pare dan Barru. Sebelum dihidangkan menjadi lauk makanan sehari-hari bersama nasi dan menjadi salah satu menu rumah makan yang ada di Sulawesi Selatan. Kambu paria awalnya dihidangkan di acara tertentu khas suku bugis, seperti acara pernikahan ( botting ) atau acara massuro ma’baca atau suro baca (ritual doa dan tolak bala). Cita rasa : Saat mencicipi kambu pari...
Dalam legenda masyarakat Gowa, diceritakan bahwa Raja yang pertama memerintah di Kerajaan Gowa bernama Tu-Manurung Bainea (Putri yang turun dari kayangan). Beliau disengaja diutus ke Butta Gowa untuk menjadi pemimpin di mana saat itu Gowa kacau balau. Di perkirakan Tu-Manurung di Gowa memerintah pada tahun 1320-1345. Dalam lontara Patturioloang ri Tugowa-ya (Sejarah orang Gowa), menyebut bahwa lama sebelum datangnya To-Manurung di Gowa, secara berturut-turut Gowa dipimpim oleh empat raja 1. Batara Guru, besar dugaan ada hubungannya dengan nama yang sam (Kakek Sawerigading) yang disebut dalam I Lagaligo. 2. Disebut saja “ Orang yang terbunuh di Talili” . Tidak disebut nama aslinya. Dikatan Saudara dari Batara Guru. 3. I Marancai, Ratu Sapu 4. Karaeng Katangka. Nama aslinya tidak disebutkan. Bagaimana ihwal pemerintahan ke empat Raja, sebelum To-Manurung itu, tidak juga disebutkan dalam Lontara. Pad...
A. Zaman Pra To-Manurung di Tana Bone Sebelum Kerajaan Bone terbentuk, telah ada kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk sesuai hubungan kekerabatan antar mareka yaitu, satu keturunan(nenek moyang) yang disebut dengan Wanua . Setiap Wanua di pimpin oleh Matoa-Ulu-Anang. Ada pun beberapa Wanua yang terbentuk di Tana Bone seperti Wanua Cenrana, Ujung, Ta’, Ponceng, Palakka, Macege, Tibojong, Tanete ri Attang, Tanete ri Awang, Cina, Salomeko, Awangpone, Barebbo dan Lamuru. Setiap Wanua mengucilkan diri mereka dalam wilayah territorial yang tertutup terhadap Wanua lainnya (Mattulada, 1998). Walaupun setiap kelompok masyarakat di Tana mempunyai pemimpinya, tapi ternyata antar Wanua dengan Wanua lain, selalu muncul pertikaian antar mereka yang permasalahannya tak berujung. Seperti yang dikatakan oleh T. Hobbes, “ Homo Homini Lupus”, keadaan dunia manusia sebeleum adanya negeri, kacau balau adanya. Sebagaimana yang d...
Gandrang, atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut gendang, adalah salah satu alat music tradisional suku Makassar yang masih dapat bertahan dan didengarkan saat sekarang. Gandrang selain berfungsi sebagai alat pengiring tarian tradisional, juga menjadi penanda diadakannya upacara tradisional, diantaranya upacara pernikahan adat Makassar. Dentuman-dentuman yang keluar dari alat music ini terbukti masih dapat menarik minat masyarakat modern dan dinikmati berbagai kalangan. Gandrang adalah salah satu alat musik yang telah dimainkan jauh sebelum masa kemerdekaan Indonesia, yaitu pada masa pemerintahan Kerajaan Gowa. Jika menilik lekatnya penggunaan gandrang dalam pertunjukan tari pakarena yang diperkirakan telah dipentaskan dan mencapai puncak perkembangannya pada abad ke-16, maka gandrang bisa jadi telah digunakan pada masa itu dalam lingkup istana. Gandrang kemungkinan besar dibawa masuk ke Sulewasi Selatan dalam proses interaksi dan perdagangan dengan masyarakat luar di masanya....
budaya pernikahan yang ada masyarakat Sulawesi Selatan merupakan nilai-nilai yang tak lepas untuk dipertimbangkan dalam pernikahan seperti status sosial, ekonomi, dan nilai-nilai budaya dari masing-masing keluarga pria dan wanita. Di Sulawesi Selatan, satu hal yang menjadi khas dalam pernikahan yang akan diadakan yaitu uang naik atau sering disebut uang panai'. Pada pernikahan di suku bugis dan makassar sebagian orang sangat memberatkan. Mengingat besarnya jumlah uang panai atau uang belanja yang di bebankan oleh memperai wanita bagi pihak mempelai pria yang harus di bayarkan. seharusnya bukanlah mahar yang dipersoalkan namun hakikatnya nikah bugis dan makassar adalah mempertemukan dua keluarga besar dengan segala identitas dan status sosial. Selain itu juga sebagai melestarikan garis silsilah di masyarakat. yang terjadi di masyarakat bugis-makassar bila uang panai yang di bebakan oleh mempelai wanita tak sanggup di penuhi oleh mempelai pria. Terkadang kedua pasangan calon pengantin y...
La Maddukkelleng lahi di Wajo, Sulawesi Selatan sekitar tahun 1700. Pada masa kecilnya hidup di lingkungan istana (Arung Matowa Wajo) Wajo. Menginjak masa remaja ia diajak oleh pamannya mengikuti acara adu (sambung) ayam di kerajaan tetangganya Bone. Namun pada waktu itu terjadi ketidak adilan penyelenggaraan acara tersebut di mana orang Wajo merasa dipihak yang teraniaya, La Maddukkelleng tidak menerima hal tersebut dan terjadilah perkelahian. Ia lalu kembali ke Wajo dalam pengejaran orang Bone, lalu lewat Dewan Ade Pitue, ia memohon izin untuk merantau mencari ilmu. Kemudian dia menikah dengan puteri Raja Pasir dan menjadi pewaris. Dia bersama pengikutnya terus menerus melawan Belanda. Setelah sepuluh tahun La Maddukkelleng memerintah Pasir sebagai Sultan Pasir, datanglah utusan dari Arung Matowa Wajo La Salewangeng yang bernama La Dalle Arung Taa menghadap Sultan Pasir dengan membawa surat yang isinya mengajak kembali, karena Wajo dalam ancaman Bone. La Maddukkelleng mengumpu...