Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
sejarah Sulawesi Selatan GOWA
Tu- Manurung Butta Gowa #SBM
- 13 November 2018
Dalam legenda masyarakat Gowa, diceritakan bahwa Raja yang pertama memerintah di Kerajaan Gowa bernama Tu-Manurung Bainea (Putri yang turun dari kayangan). Beliau disengaja diutus ke Butta Gowa untuk menjadi pemimpin di mana saat itu Gowa kacau balau. Di perkirakan Tu-Manurung di Gowa memerintah pada tahun 1320-1345.
Dalam lontara Patturioloang ri Tugowa-ya (Sejarah orang Gowa), menyebut bahwa lama sebelum datangnya To-Manurung di Gowa, secara berturut-turut Gowa dipimpim oleh empat raja
 
1.  Batara Guru, besar dugaan ada hubungannya dengan nama yang sam (Kakek Sawerigading) yang disebut dalam I Lagaligo.
2. Disebut saja “Orang yang terbunuh di Talili”. Tidak disebut nama aslinya. Dikatan Saudara dari Batara Guru.
3.  I Marancai, Ratu Sapu
4. Karaeng Katangka. Nama aslinya tidak disebutkan.
 
Bagaimana ihwal pemerintahan ke empat Raja, sebelum To-Manurung itu, tidak juga disebutkan dalam Lontara. Pada zaman yang masih gelap iniyang diceritakan secara mitologi. Mungkin dapat dihubungkan sebagai zaman purba Sulawesi Selatan, sebagai kelompok gelombang kedatangan terakhir ke pulau Sulawesi. Termasuk sebagai sekumpulan dari orang-orang Deutro Melayu (Melayu Muda) yang berdiam di pantai-pantai dan muara sungai di bagian selatan pulau Sulawesi.
Kemudian tercatat dalam Lontara Gowa, bahwa wilayah ini nantinya disebut Gowa, mula-mulanya sebagai permukiman kelompok-kelompok kaum. Masing-masing kelompok kaum menamkan tempat pemukiman mereka bori’ (Negara) yaitu Tombolo’, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data’, Agang, Je’ne, Bisei, Kalling, dan Sero.
 
Sesudah pemerintahan Karaeng Katangka, kes-sembilan pemimpin kaum memimpin Bori’nya masing-masing dengan gelar-gelar, seperti Karaeng, Anrong-Guru, atau Gallarang. Setiapa Bori’ memepunyau bendera yang disebut Bate. Sebagai lambang kebesaran dan kemerdekaan. Untuk memelihara perdamaian antar Bori’ itu, mereka bersam-sama memilih seorang ketua yang disebut Paccalla (yang mencela), dari kalangan mereka. Paccalla hanya berperan sebagai wasit atau penengenah, bila timbul sengketa diantara mereka. Ia bukan sebagai pemimpin tertinggi dari semua kaum, melainkan hanya berperan sebagai penasehat dalam pemeliharaan perdamaian antar kaum. Lambat-laun kebutuhan kan adanya pemimpin tertinggi diperlukan, yang dapat langsung dan dapat menyatukan semua kaum ke dalam satu persekutuan yang sangat besar. Masyarakat menginginkan seorang pemim[in yang dapat melebihi pemimpin Bori’ dan seorang Paccalla. Maka bersepakatlah mereka untuk mencari tokoh yang bebas dari ikatan hubungan antar kelompok. Tokoh inilah nantinya yang akan menyatukan perbedaan yang terjadi antar kaum dalam sebuah persekutuan yang besar yang disebut Butta Gowa. Akhirnya dua orang ketua kaum ditugaskan dalam mencari tokoh itu, mereka ialah Gallarang Tombolo dan Gallrang Samata (Mangasa). Keduanya bersaudara, yang wilayahnya berada dipesisir laut Makassar.
 
Akhirnya menurut Lontara Patturiolonga ri Tu-Gowaya, kedua Gallarang menemukan tokoh yang dicari, seorang To Manurung di Bukit Taka’bassia (sekarang Tamalatea). Tu-Manurung itu seorang perempuan. Sepakatlah ketua-ketua kaum bersama Paccallanya menjadikan Tu-Manurung itu sebagai pemimpin tertiggi mereka, deangan satu perjanjian yang disepakati bersama denga Tu-Manurung.
Perjanjian itu selanjutnya dijadikan sebagai pedoman tentang hak dan kewajiban seorang raja terhadap rakyat Gowa, dan sebaliknya. Perjanjian ini disepakati, dan dapat dikatakan sebagai Pedoman dasar  (Konstitusi Awal) dari satu negara/kerajaan bumi pada abad XIV-XV Masehi di Sulawesi Selatan.
 
Perjanjian atau pedoman dasar kekuasaan di Butta Gowa itu sebagai berikut:
 Anne niallenu kikaraengang
Karaemmako ikau
Atamakkang i
 
 Tangkairammako ikau
Lau-makang ikambe.
 
Punna sappe tangkairanga
Reppe’ tommi lau-a
Na punna sappe tangkairanga
Ikambe mate.
 
 Ikambe Tanakaddo’ bassinu
Ikau Tanakaddo’ bassimmang.
 
 Ikambe rewata-pa ambuno-kang
Ikau rewata-pa ambunoko
 
 Makkanamako kimammio
Naia punna massongong-kang
Tama’lembara’kang
Punna ma’lembara’kang
Tamassongong-kang
 
 Anging-mako, kileko’ kayu
Naia sanimmadidiyaji niri
 
 Je’ne mako, kibatang mammanyu
Naia sanisempo’boanampa nuanyu
 
 Namanna anammang
Manna bainem-mang
Katanangaiai butayya
Takingai tongi
 
Anne kiallenu kikaraengang
Batang-kalemmanji angkaraengang-ko
Teai pannganuammang
 
Tannualleai jangang ri-lerang-mang
Tanukovvikai bayao-ri kambotim-mang
Tannualleai kaluku sibatum-mang
Rappo sipaemmang
 
Puanna nia nukaeroki pannganuammang
Nuballi sitaba nuballia
Nusambei sitaba nusambei
Nupalaki sitaba nupalak, nakisareang-ko
Tanutappakiai pannganuam-mang
 
Karaenga tammannappu’ bicara i-lalang
Punna taenai gallaranga
Gallaranga tamattappu’ bicara bundu
Punna taena karaenga
(Dari Lonntara Pattarioloanga ri Tu-Gowa-ya)
 
Terjemahan:
 Bahwa kami menjadikan engkau pertuanan (Raja) kami
Dipertuanlah engkau
Rakyat(lah) Kami.
 
 Sampiran (tempat bergantunglah) engkau
Labu (tempat air)-lah kami (yang ) bergantung
 
 Bila patah sampiran (tempat bergantung)
Maka pecah juga labu (tempat air)
Dan bila patah sampiran (tempat bergantung)
Tetapi, tidak pecah labu (tempat air)
Kamilah binasa.
 
 Bahwa kami tak terbunh (oleh) senjata mu
Engkau pun tak terbunh (oleh) senjata kami
 
 Bahwa kami Dewata saja membunuh kami
Engkau (pun) Dewata saja membunuh engkau
 
 Bersabdalah, (maka) kami (akan) melakukan
Tetapi, bila kami (telah) menjunjung
Tak akan memikul (lagi) kami
Bilamana kami (telah) memikul
Tak akan menjunjun (lagi) kami.
 
 Anginlah engkau, (maka) kami daun kayu
Tetapi (hanya) daun kuning (saja) engkau luruhkan.
 
 Air-lah engkau, (maka) kami batang hanyut
Tetapi (hanya) banjir (bonang) saja menghanyutkan.
 
 Dan, walaupun anak kami
Walaupun isteri kami
Kalau (mereka) tidak menyukai negeri
(maka) kami-pun tidak menyukainya.
 
Bahwa kami menjadikan engkau pertuanan (Raja)kami
Batang tubuh (pribadi) kami saja mempertuan kamu
Tidak harta milik kami
 
Tidaklah engkau mengambil ayam (kami) dari tenggerannya
Tidaklah engkau mencopot telur (kami) dari keranjangnya
Tidaklah engkau mengambi kelapa sebiji
Dan pinag setandan (pun) kepunyaan kami
 
Bilaman ada engkau ingini (dari) harta milik kami
Engkau membelinya yang layak engkau beli
Engkau tukat yang layak engkau tukar
Enngkau minta yang layak engkau minta
(maka akan)  kami berikan
Engkau tak menguasai harta milik kami.
 
Yang dipertuan (Raja) tidak menetapkan Peraturan
Dalam negeri, tanpa (kehadiran) Gallarang
Gallarang tidak menetapkan  Permakluman Perang
Tanda (kehadiran) yang dipertuan (Raja).
 
Setiap kali seorang Raja Gowa dilantik, diulangi pembacaan “Pedoman Dasar” ini, untuk ditaati oleh raja dan rakyat Butta Gowa, sebagai perjanjian luhur yang mat dijunjung tinggi.
 
Walaupun kesembilan Kutua Bori’ (Kaum) bersama Paccalla-ya telah menetapkan seorang Raja, sebagai Pertuanan mereka dengan satu bentuk kesepakatan (Pedoman Dasar) tentang penyelenggaraan kekuasaan, hak dan kewajiban masing-masing, namun kekuasaan dan pimpinan atau bori’ dan kaum mereka, tetap berda di tangan sembilan ketua kaum itu di samping jabatan mereka menjadi Dewan Kerajaan. Awalnya disebut Kasuwiang Salaanga (Pengabdi yang sembilan). Kemudian, dalam pertumbuhan kerajaan Gowa, Dewan Kerajaan ini bernama “Bate-Salapanga ri Gowa” (Sembilan panji di Gowa). Keturuan Tu-Manurung yang disebut Ana’karaeng ri Gowa, oleh Pedoman Dasar itu, tidak dibolehkan menjadi penguasa langsung atas kaum dan Bori’ Panji yang sembilan.
 
Tu-Manurung ri Gowa, adalah lambang kebesaran Butta Gowa. Kedatangan Tu-Manurung ri Gowa, tidak merubah penyelenggaraan kekuasaan yang sudah ada dan dipandang sesuai dengan keperluan dalam negeri masing-masing. Sebagai kesatuan wilayah yang besar oleh penyatuan kesembilan Bori’ itu, di situlah peranan Tu-Manurung diharapkan.
 
Sumber: Mattulada. 1998. Sejarah, Masyarakat, dan Kebudayaan Sulawesi Selatan. Hasanuddin University Press
https://historissulsel.blogspot.com/2018/10/tu-manurung-butta-gowa.html?spref=fb&m=1
 
 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya