Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
sejarah Sulawesi Selatan bone
To-Manurung Tana Bone #SBM
- 13 November 2018
A. Zaman Pra To-Manurung di Tana Bone
Sebelum Kerajaan Bone terbentuk, telah ada kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk sesuai hubungan kekerabatan antar mareka yaitu, satu keturunan(nenek moyang) yang disebut dengan Wanua.  Setiap Wanua di pimpin oleh Matoa-Ulu-Anang. Ada pun beberapa Wanua yang terbentuk di Tana Bone seperti Wanua Cenrana, Ujung, Ta’, Ponceng, Palakka, Macege,  Tibojong,  Tanete ri Attang, Tanete ri Awang,  Cina, Salomeko, Awangpone, Barebbo dan Lamuru.
Setiap Wanua mengucilkan diri mereka dalam wilayah territorial yang tertutup terhadap Wanua lainnya (Mattulada, 1998). Walaupun setiap kelompok masyarakat di Tana mempunyai pemimpinya, tapi ternyata antar Wanua dengan Wanua lain, selalu muncul pertikaian antar mereka yang permasalahannya tak berujung. Seperti yang dikatakan oleh T. Hobbes, “Homo Homini Lupus”, keadaan dunia manusia sebeleum adanya negeri, kacau balau adanya. Sebagaimana yang di gambarkan oleh Lontara’, keadaan ini disebut Sianre-bale-taue (manusia saling terkam menerkam seperti ikan).
Dengan keadaan ini, masyarakat di wilayah Tana Bone sangat kacau balau, masyarakat leluasa menyerang dan diserang dengan kelompok lain. Pada saat itu tidak ada keadilan di Tana Bone, sehingga  perlu adanya seorang panutan untuk mengendalikan dan memberikan rasa aman di Tana Bone untuk masyarakat Bone.
 
B. Kedatangan To-Manurung di Tana Bone
  Kedatangan To-Manurung di Tana Bone sangat dinantikan sebagai penanda kebebasan, kemerdekaan, dan kesejahteraan untuk masyarakat Bone nantinya. Adanya To-Manurung bagaikan Pahlawan dan Juru Selamat di Tana Bone. Konsep kepemimpinan To-Manurung  di Bone, ialah bahwa kedatangan To-Manurung itu terutama bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum, melalui penggunaan dan mobilisasi potensi alamiah manusia secara serasi untuk mencapai tujuan bersama (Mattulada,1998)
Dalam keadaan kacau balau yang terjadi di Tana Bone itu, muncullah To-Manurung sebgai panutan, pahlawan, dan juru selamat untuk masyarakat di Tana Bone dan mengatasi kerisis kepimimpinan yang terjadi setiap Matoa-Ulu-Anang. Melalui perjanjian antara para Matoa-Ulu-Anang dengan To-Manurung, disepakatilah To-Manurung sebagai pemimpin tertinggi dan panutan di Tana Bone.
Menurut Mattulada kedatangan To-Manurung di Tana Bone dilukiskan sangat dramatis dan terperinci dalam lontara’. Dikatakan…….bahwa pada suatu hari, ketika hujan deras membasahi bumi; Guntur dan petir memekakkan telinga, dan kilat sambung-menyambung,…..maka diketemukanlah To-Manurung di Matajang. Setelah itu redahlah cuaca, dan terbit teranglah matahari yang membawa kecerahan. To-Manurung ri Matajang ini, seorang lelaki, dan digelar Matasilompo’e.
Menurut cerita rakyatyang sudah tertuliskan dalam lontara’attoriolonna to-Bone, antara lain diceritakan, bahwa sebelu To-Manurung ditemukan oleh para Matoa-Ulu-Anang, yaitu:
1. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua Ujung,
2. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua Tibojong,
3. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua Ta’,
4. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua Tanete ri Attang,
5. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua Tanete ri Awang,
6. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua Ponceng, dan
7. Matoa-Ulu-Anang dari Wanua Macege
Mereka berjumpa dengan seorang berpakaian serba putih. Mereka menyangka itulah To-Manurung yang diharapkan kedatangannya. Terjadi interaksi kata yang menjelaskan bahwa orang yang berpakaian serba putih itu, bukanlah To-Manurung. Orang yang berpakaianserba putih itu, setuju mengantar para Matoa-Ulu-Anang yang tujuh orang itu, kesebuah bukit di Matajang. Di puncak bukit dijumpailah duduk di atas sebuah batu besar yang datar satu sosok manusia berpakaian kuning keemasan. Tiga sosok manusia lainnya, berada di dekatnya. Seorang memayunginya dengan paying keemasan, seorang lainnya mengipas-ngipasnya dengan kipas bulu kemilauan, dan soerang lagi membawa puan tempat sirih pinang. Itulah To-Manurung sesungguhnya dalam pakaian kuning keemasan, dipayungi dengan paying keemasan pula.
Antara To-Manurung denagan  para Matoa-Ulu-Anang, terjadilah percakapan yang berisi “perjanjian” atau “Kesepakatan”, menerima To-Manurung ri Matajang,  menjadi  pemimpin mereka.
Kesepakatan atau Perjanjian itu berbunyi sebagai berikut:
Berkata To-Manurung:
“Teddu nawa-nawao,               (tidaklah engkau berdua hati)
Temmabbalaccokko”               (tidaklah engkau akan ingkar)
 
Menjawab Matoa Ujung  atas nama rekan-rekannya!
“Angikko ki raukkaju,             (Anginlah engkau, kami daun kayu)
Riao’ miri’ ri-akkeng               (kemana engkau menghembus)
Mattappalireng                         (ke sana kami terbawa)
Elo’nu ri-kkeng                        (kehendakmu kepada kami)
Adammu kua                           (titah mu yang jadi)
Mattampakko kilao                  (Engkau menyeruh, kami pergi)
Millauko kiabbere                    (Engkau meminta, kami member)
Mollikko kisawe                      (Engkau memanggil, kami menyahut)
Mau’ni anammeng                   (walaupun anak kami)
Pattarommeng                          (dan istri kami)
Rekkua muteawai                    (apabila Engkau tak menyukainya)
Ki-teai toi-sa                            (kami pun tak menyukainya)
Ia kita ampirikkeng                  (akan tetapi, tuntutlah kami)
Temmakare’                            (kearah ketentraman)
Dongirikeng                             (Engkau menjaga kami)
Temmatippe                             (menuju kemakmuran)
Musalipuri’kkeng                     (Engkau menyelimuti kami)
Temmacekke..!                         (agar kami tak kedinginan)
 
Berdasarkan kesepakatan sebagai Pedoman Dasar, di bentuklah Ikatan Tujuh Wanua, menjadi “Kawerrang Tana Bone” (Persekutuan Negeri Bone) dibawah kepemimpinan To-Manurung Matasilompo’e,  sebagai Arumpone (Raja Bone) Pertama. Baginda didampingi dalam Pemerintahan Tana Bone oleh tujuh orang Matoa-Ulu-Anang dari tujuh Wanua. Yang disebut sebagai “Ade’ pitu’E” sebagai pemangku Adat Kawerrang Tana Bone, atau tujuh dewan rakyat Tana Bone. To-Manurung Matasilompo’e, mendapatkan seorang istri/permaisuri, juga seorang To-Manurung ri Toro, yang melahirkan seorang putera dan lima orang puteri, yaitu La Umasa, We Pattanrawanua, We Bolong-lela, We Tenri-ronrong, We Arattiga, dan We Tenri-solongeng.
 
C. Pemerintahan To-Manurung ri Matajang di Tana Bone
Setelah To-Manurung ri Matajang diangkat sebagai Arumpone pertama oleh tujuh Matoa-Ulu-Anang, Arumpone membentuk Ade’pitu’E sebagai pemangku Adat yang terdiri dari tujuh Matoa-Ulu-Anang tersebut.
Adapun tugas dan fungsi setiap Ade’pitu’e di Kerajaan Bone, sebaga berikutt:
1.      Arung Ujung, Bertugas Mengepalai Urusan Penerangan Kerajaan Bone
2.      Arung Ponceng, Bertugas Mengepalai Urusan Kepolisian/Kejaksaan dan Pemerintahan.
3.      Arung Ta’, Bertugas Bertugas Mengepalai Urusan Pendidikan dan Urusan Perkara Sipil.
4.      Arung Tibojong, Bertugas Mengepalai Urusan Perkara / Pengadilan Landschap/ Hadat Besar dan Mengawasi Urusan Perkara Pengadilan Distrik. Distrik sejenis kecamatan sekarang.
5.      Arung Tanete ri Attang, Bertugas Mengepalai bidang keuangan, Memegang Kas Kerajaan, Mengatur Pajak dan Mengawasi Keuangan.
6.      Arung Tanete ri Awang, Bertugas Mengepalai Pekerjaan Negeri Pajak Jalan, dan Pengawas Opzichter.
7.      Arung Macege, Bertugas Mengepalai Pemerintahan Umum dan Perekonomian.(Bone.go.id)
Dengan adanya Ade’pitu’e diharapkan semangat kerja untuk mencapai ketertiban dan kesejahteran. Menurut Mattulada kerukunan, ketertiban, dan kesejahteraan sebagai tujuan dalam kepemimpina To-Manurung, ditunjang oleh adanya aturan-aturan yang ditaati bersama, antara lain:
1. Mappolo-leteng, artinya mematahkan titian. Inilah yang mengatur segala rasa mengenai pemilikan, pewarisan dan penggantian.
2. Rapang-bicara, maksudnya lembaga atau kegiatan peradilan sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat yang dipelihara berupa nilai-nilai dari ketentuan-ketentuan masa lalu. (rapang)
3. Ade’, ialah sikap dan perilaku yang mengacu kepada ketaatan, kepatutan, dan kesetiaan semua pihak kepada tujuan persekutuan Kawerrang, menuju kerukunan, ketertiban, dan kesejahteraan. Ade’ itulah menjadi asas kehidupan yang dipelihara dan ditaati bersama, dan disebut pula sebagai Siri’ Wanua, atau martabat Negeri.
Arumpone pertama juga menetapkan bendera, lambing persekutuan Kawerrang Tana Bone yang dinamakan Woromporonnge (Kerumunan bintang-bintang). Bendera berdasar warna biru, dengan kerumunan bintang-bintang berwarna keputih-putihan. Arumpone pertama melaksanakan kawerrang Tana Bone, selama kurang lebih tiga puluh tahun (Mattulada,1998).
Dalam perluasan kekuasaan yang dilakukan Arumpone pertama dengan cara menjalin silaturahmi, seperti menaklukkan Wanua Palakka,  Arumpone mengawinkan puterinya We PattanraWanua dengan La Patikkeng Arung Palakka yang nantinya laki-lakinya akan menjadi mewarisi  tahta Tana Bone setelah La Ummasa. Menurut Mattulada, ini membuka peluang pengembangan Tana Bone menjadi satu Negara Kesatuan yang berpusat pada tokoh Arumpone yang bergelar Mangkau’ (Berdaulat).
Setelah 30 tahun lebih Arumpone pertama memerintah, Arumpone pun berwasiat kepada seluruh rakyat  Bone, Bahwa ia akan menyerahkan kewajiban ikrar Ulu-Ada bagi rakyat Bone kepada puteranya La Ummase To-Lawa’.  Setelah Arumpone pertama menyatakan hal tersebut, tiba-tiba meledaklah petir dan kilat sambung-menyambung. Pada saat itu, Arumpone bersama permaisurinya mairat (Melayat).



Sumber:Mattulada.1998. Sejarah, Masyarakat, dan Kebudayaan Sulawesi Selatan. Hasanuddin University Press

https://historissulsel.blogspot.com/2018/10/to-manurung-tana-bone.html?m=1#more

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya