Di atas panggung berukuran 8×4 meter itu, tampak Paulus Kapitan dan Rifna Bana, hanya mengenakan kain adat. Dua petarung asal Kecamatan Miomafo Timur ini berusaha saling menyerang di bagian kaki lawan tandingnya. Kedua pria tersebut berusaha saling menyerang dengan menggunakan kaki pada bagian lutut ke bawah serta pada paha lawan. Apris Bana selaku wasit dalam pertandingan tersebut sesekali menghentikan pertandingan apabila salah satu petarung menyerang bagian tubuh lawan yang dilarang. Bagian kemaluan,bokong serta bagian badan dan kepala merupakan area tubuh yang tidak boleh diserang lawan. Sedangkan wasit yang memimpin pertandingan dijuluki dengan nama Apaot Mat Panat (menjaga dan melindungi). Tugas wasit menjaga agar dua petarung Manatika tidak keluar dari arena atau ring tinju, melerai bila kedua petarung `terbawa emosi’ lalu lepas kendali. Selain itu, wasit juga memberi peringatan keras kepada petarung bila melanggar...
Di atas meja tersedia “lida” atau nyiru yang di dalamnya sejumlah tempurung dan piring serta sebotol “moke”, alkohol lokal hasil sulingan nira lontar. Di dalam masing-masing tempurung diletakkan manu waten (hati ayam), pare hoban (beras), bako koli (lintingan rokok dari daun lontar), bako wolot (tembakau), wua ta’a (sirih pinang), lengi kabor (minyak kelapa), irisan nenas serta telur dan daging ayam yang sudah dimasak. Itulah semua bahan yang dibutuhkan dalam ritual ini. Selanjutnya di bawah pimpinan Mama Nika, mereka akan berjalan dari kuwu ke kuwu (dari pondok ke pondok tempat memasak garam) sambil membawa “lida”. Masing-masing keluarga pemilik pondok harus menyiapkan kelapa muda. Selain itu mereka juga harus memancangkan tiang pendek dari bilah bambu atau kayu yang di bagian atasnya dipasangkan potongan pelepah pinang untuk meletakkan sesajen di samping tungku masak dalam pondok. Ritual akan berakhir di mahe nu...
Puru Lamananga adalah ritual yang dilakukan oleh penganut agama asli orang Sumba (Marapu) yang sudah mendapat pengakuan dari pemerintah lewat surat dari Kemendikbud Dirjen Kebudayaan nomor : TI 313/f.8/n.1.1/2016. Pengakuan itu juga tertuang dalam surat penyampaian tanda inventarisasi no 48/f4/pkt/2015 serta SKT dari pemda Sumba Timur dengan nomor BKBP 220/365/B.3/VIII/2015. Ritual Puru Lamananga merupakan ritual tahunan yang dilakukan menjelang awal musim tanam dimana para penganut Marapu memohon kepada Sang Pencipta agar diturunkan hujan yang cukup untuk dapat bercocok tanam pada musim tanam tahun ini. Tahapan Ritual Ritual ini dilakukan dalam 4 tahapan. Tahapan pertama dilakukan pada tanggal 10 Desember 2016 lalu di Mananga atau yang dalam bahasa Indonesia disebut muara, tepatnya di Desa Wanga, Kecamatan Umalulu, Sumba Timur.Ritual pada tahap pertama ini disebut Ritual Wuku Maundala kapeika nggili duaka (Lamuru lukuwalu) Dalam ritual in...
Nama Boti tentunya tidak asing lagi bagi wisatawan Nusantara maupun Mancanegara yang sudah pernah menginjakan kakinya di bumi berpenghasilan Cendana ini. Di dunia kepariwisataan, daya tarik wisata budaya Boti terus diburu oleh para pelancong lokal maupun internasional. Karena keunikan budaya tersebut membuat nama Boti terus menebar aroma bagi para pengunjungnya. Pada edisi budaya kali ini kami sengaja menyuguhkan budaya suku Boti yang diadaptasi dari disbudpar.ttskab.go.id, sebagai salah satu kekayaan budaya NTT dan Indonesia pada umumnya. Boti merupakan sebuah desa tradisional yang berada di Kecamatan Kie, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Desa Boti ini cukup terkenal, karena di sana bermukim sebuah suku asli (Suku Boti) yang hingga kini masih mempertahankan tradisi nenek moyang mereka selama beratus-ratus tahun. Warga Suku Boti hanya sekitar 415 jiwa itu masih menganut aliran kepercayaan asli yang diturunkan leluhur mereka. Di sekeliling mereka hidup masyarakat lain...
Dulu ada kisah tentang Kera dan Musang. Keduanya bersahabat karib. Karena akrabnya, keduanya kerap bersama-sama pergi. Makan dan minum sering bersama-sama. Jika Kera kelaparan karena belum memperoleh makanan, Musang memberikannya seperti juga Kera melayaninya jika saat belum ada makanan. Keduanya belum pernah berkelahi, karena kedua makhluk ini sangat akrab. Musang sakit Kera memijatnya, Kera sakit Musang memijitnya. Suatu hari, keduanya pergi ke hutan dan tampak jejak babi. Bekas kaki itu tercecer di bawah pohon kenari. Keduanya saling mengajak untuk membuat perangkap di situ. Setelah sepakat, keduanya pulang ke rumah masing-masing. Masing-masing membuat perangkap di rumah. Kera berusaha, demikian juga Musang. Mereka membuat perangkap yang kuat karenanya mereka menebang aur dan jenis kayu yang kuat, diikat dengan tali yang dipilih sendiri, tali ijuk. Sehari penuh keduanya mengerjakan perangkap. Sejak pagi, keduanya memikul perangkap menuju pohon kenari...
Pada zaman dahulu, hidup seorang laki-laki. Laki-laki itu Sora namanya usianya belum begitu tua. Berdasarkan leluhurnya, Sora memiliki sebidang tanah garapan yang luas. Dibandingkan dengan orang lain di daerah itu, lahan milik Sora terbilang banyak. Selain tiu adalah orang yang paling rajin dan tekun. Saatnya tiba, Sora membuka lahan baru. Lahan baru itu terletak tidak jauh dari sungai, nama Kali ado. Sungai itu tak seberapa besar, namun kaya dengan udang, belut, kepiting dan ikan. Pagi sebelum bekerja dan usai di senja hari. Sora kerap mandi di Kali Lado itu. Sekali-kali ia menaruh jaringan penangkap udang pada pagi hari. Sore harinya diambilnya udang tangkapannya dari jaringan yang dilepasnya pagi hari. Musim hujan, kepiting dan udang besar banyak yang diperolehnya dari jaringan itu. Pepohonan dan semak telah ditebangnya. Saat menunggu untuk membakarnya pun tiba. Oleh karena musim kemarau, pepohonan yang ditebangnya sangat kering. Sora membakarnya hingga s...
Sumber : Arsip.Makanan Khas NTT Bahan-bahan Kerang kupang Tempe (sebagai bahan tambahan saja, tidak perlu juga tidak apa) 3 siung Bawang merah 2 siung Bawang putih Daun bawang 1 buah tomat sedang secukupnya Garam Cabai rawit (semakin banyak semakin yahut..) secukupnya Minya goreng secukupnya Saos tiram secukupnya Gula Air Langkah Potong dadu kecil-kecil tempe, lalu goreng diatas minyak panas. Setelah kecoklat...
Teman-teman mari kita mengenal sebuah dongeng dari Pulau Sawu yang berjudul "Menghilangnya Dua Putra Raja." Dongeng ini banyak diceritakan oleh orang-orang tua masyarakat Timor, Rote, Sumba dan Sawu. Biasanya mereka bercerita kepada anak-anaknya ketika waktu senggang. Dongeng "Menghilangnya Dua Putera Raja," adalah sebagai berikut. Dahulu kala hiduplah sebuah keluarga yang sangat miskin. Keluarga itu terdiri dari pasangan suami -istri dua orang anak yang masih kecil. Kehidupan keluarga hanya mengandalkan sebidang tanah warisan yang tidak luas. Tanah warisan itu sudah ditanami turun temurun, maka tanah itu sudah tidak subur lagi. Untuk membantu orang tuanya, kedua anak yang masih kecil itu bekerja. Pekerjaan yang mereka lalukan adalah menjadi pengembala kambing milik raja. Pada suatu sore, ketika mereka hendak mengandangkan kambing -kambing milik raja, turun hujan yang sangat lebat. Keduanya berlari untuk berteduh di sebuah pondok reyot. Pondok itu berantakan, diterjang...
Di pinggir sebuah hutan tinggallah seekor kera tua yang telah berpengalaman. Di tengah hutan tersebut mengalirlah sebuah sungai yang deras airnya. Ditepi sungai, dekat, dekat dengan tempat tinggal kera tua itu, tinggal pula seekor penyu. Setiap hari kera itu pergi minum air di tepi sungai. Si Penyu itu juga biasa mandi-mandi di dalam sunai itu setiap hari. Kedua jenis binatang ini sering bertemu di pinggir sungai itu. Karena itulah maka keduanya saling berkenalan dan sekaligus bersahabat. Di seberang sungai, berdekatan dengan tempat tinggal mereka, ada sebuah kebun buah-buahan, kepunyaan seorang petani. Di dalamnya tumbuh berbagai jenis pohon buah-buahan seperti jeruk, sawo, mangga, dan lain-lain. Rumah pemilik kebun sangat jauh dari tempat itu. Di dalam kebun pak tani itu juga ada sebuah pohon manga yang sangat lebat buahnya. Saat itu buah-buahan mangga itu sedang bermasakan. Warna buahnya kemerah-merahan, ditimpa sinar matahari. Setiap pagi bila kera bangun dari tidurnya,...