×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Nusa Tenggara Timur

Legenda Kera dan Musang

Tanggal 27 Dec 2018 oleh Admin Budaya .

Dulu ada kisah tentang Kera dan Musang. Keduanya bersahabat karib. Karena akrabnya, keduanya kerap bersama-sama pergi. Makan dan minum sering bersama-sama. Jika Kera kelaparan karena belum memperoleh makanan, Musang memberikannya seperti juga Kera melayaninya jika saat belum ada makanan. Keduanya belum pernah berkelahi, karena kedua makhluk ini sangat akrab. Musang sakit Kera memijatnya, Kera sakit Musang memijitnya.
 
Suatu hari, keduanya pergi ke hutan dan tampak jejak babi. Bekas kaki itu tercecer di bawah pohon kenari. Keduanya saling mengajak untuk membuat perangkap di situ. Setelah sepakat, keduanya pulang ke rumah masing-masing. Masing-masing membuat  perangkap di rumah. Kera berusaha, demikian juga Musang. Mereka membuat perangkap yang kuat karenanya mereka menebang aur dan jenis kayu yang kuat, diikat dengan tali yang dipilih sendiri, tali ijuk. Sehari penuh keduanya mengerjakan perangkap. Sejak pagi, keduanya memikul perangkap menuju pohon kenari yang menampakkan bekas kaki babi. Setibanya di bawah pohon kenari, Musang berkata kepada Kera.

"Rekan Kera, sebaiknya kita memasang perangkap di dekat pohon kenari itu karena ada bekas sungkuran babi, agar dapat terjerat babi hutan yang datang makan buah kenari, jika buahnya jatuh." Kera lalu menjawab, "Lebih baik kita pasang perangkap di atas pohon kenari ini karena babi hutan datang pasti memanjati dan makan buah kenari ini. Mendengar tuturan Kera lalu Musang menjawab lagi, "Saya memasang jerat di bawah, ditanah, karena babi terlebih dahulu datang di bawah, siapa tahu ada buah kenari yang jatuh." Kera mengatakan lagi, "Baiklah, Musang, Anda pasang jerat ditanah dekat pohon kenari,  saya memasang jerat di atas pohon kenari."

Musang dan Kera usai memasang jerat, mereka langsung kembali ke rumah karena sudah lama ditunggu anak-istri. Di jalan, Kera berpesan pada Musang. Lebih baik besok kita berdua menengok jerat itu bersama-sama saja. Saya mohon, demikian Musang, setelah ku sadap nira dan mengusir burung kakatua, baru saya mencari Anda untuk bersama-sama ke tempat pemasangan jerat. Usai berjanji, keduanya berpisah dipinggir kampung itu. Rumah Kera di ujung bawah, Musang di atas. Kera langsung menemui anak - istrinya, demikian juga Musang karena hari sudah mulai senja.

Malam harinya, Kera mengingat-ingat terus jeratnya. Siapa tahu, sudah tertangkap. Sepanjang malam Kera nyaris tidak tidur. Karena terlalu teringat pada jeratnya yang diletakkan diatas pohon, saat ayam berkokok untuk pertama kalinya. Kera terbangun dari tidur. Akan tetapi, karena keadaan malam masih gelap gulita, Kera terpaksa duduk dibalai-balai rumahnya sambil mencari parang dan peralatan serta tempat/wadah. Saat ayam berkokok kedua kalinya Kera berpamitan dengan istri dan anaknya, pergi melihat jerat di pohon kenari. Ia pergi secepatnya. Sampai diluar kampung ia mengambil langkah seribu ke pohon kenari. Tak lama, ia telah tiba di pohon kenari. Sebelum menengok ke atas pohon, terlebih dahulu diamatinya jerat rekannya Musang yang ada dibawahnya. Dia sangat terkejut karena jerat Musang sudah menjerat babi hutan. Babi hutan yang cukup besar. Sesudah itu ditengoknya ke atas, kearah cabang utama tempat jeratnya. Ia kaget dan senang juga karena jeratnya pun berhasil menjerat seekor elang merah. Pikirannya terbagi, Kera melihat-lihat jangan sampai Musang pun datang pagi menengok jeratnya.

Pikirannya pun tenang. Rasa iri pada Musang, Kera langsung mengambil babi hutan dari jerat Musang. Babi hutan dipikulnya ke atas pohon kenari. Tiba diatas, elang merah dari jeratnya diangkat. Babi hutan itu ditaruhnya dalam jeratnya, sesudah itu elang merah diturunkannya untuk selanjutnya ditaruh pada jerat yang ada dibawah pohon kenari. Supaya tidak dicurigai oleh Musang, setelah secepatnya dipertukarkannya kedua hewan itu, dibuatnya bekas tapak kaki babi hutan dengan parang yang dibawanya. Dikikisnya batang pohon sehingga tampak sebagai bekas babi hutan yang naik keatas pohon kenari. Elang merah itu langsung ditempatkannya dalam jerat Musang dibawah pohon kenari itu pula.

Selesai melakukan semuanya itu, Kera cepat berlari, dia langsung ke rumahnya. Tiba dirumahnya ia langsung berdiam sambil membangunkan anaknya yang masih tidur, sedangkan istrinya sedang memasak untuknya. Istri dan anaknya pun tidak menanyakannya. Istrinya mengira suaminya baru pulang dari kakus. Tak lama lalu Kera keluar rumah. Dia melihat matahari pun sudah mulai bersinar. Jika sudah terang begini, pasti burung kakatua sudah menghilang, tuakpun sudah diambil. Kiranya rekan Musang sudah kembali. Dia cepat-cepat lari ke rumah Musang. Diteriakinya pula Musang dari jauh. Musang pun baru tiba dengan membawa nira dalam tabung bambu. Langsung diajak Kera, keduanya dengan langkah seribu menuju pohon kenari.  Musang membawa parang besar, siapa tahu ada babi hutan yang sedang terjerat.

Sampai dipohon kenari, Kera dan Musang sangat terkejut karena jerat yang dibawah pohon itu telah menjerat seekor elang merah. Keduanya langsung juga melihat ke atas pohon kenari. Keduanya bertambah kaget pula karena jerat yang dipasang Kera diatas pohon itu berhasil menjerat seekor babi hutan yang besar. Musang berpikir dalam benaknya..... bukan main...babi hutan itu dapat memanjat sampai keatas pohon kenari. Namun dia diam saja. Melihat babi hutan di jeratnya, Kera langsung menegur Musang. Katanya, "Tahulah Anda Musang, Anda tak percaya padaku. Aku menyuruh Anda memasang jerat dibawah pohon kenari. Hanya elang merah seekor diperoleh. Musang tak menjawab namun hanya tersenyum. Keduanya langsung membongkar jerat masing-masing. Kera memanjati pohon kenari. Diangkatnya babi hutan lalu dipikulnya menuruni pohon kenari menunju ke tanah. Tanpa menunggu, Musang pun mengangkat elang dari jeratnya. Sayapnya dicabut. Tak terlalu bersih dicabutnya karena sudah ada api untuk membersihkan bulu elang. Tiga lembar daun enau telah dipotongnya. Dua helai ditaruh sebagai alas, sehelai lainnya dibuatnya keranjang. Usai membersihkan bulu elang, ia pun memotong-motongnya. Selesai memotong, daging elang itu ditaruhnya dalam keranjang. Sesudah selesai mengemasi daging, Kera datang meminta api karena dia belum membuat api untuk membakar bulu babi. Dia akan memberikan satu kaki babi jika Musang memberikannya api, Musang hanya tersenyum saja. Musang memberikan api pada Kera yang kemudian langsung dinyalakannya.  Api belum membesar, Kera harus mencari kayu api.
Pada sebatang kayu api itu, kayu api tua, ada rengat. Kayu api itu belum dipotongnya. Kera langsung melahap rengat-rengat itu. Karena terlalu lama, gara-gara menikmati rengat, setibanya di onggokan api, api sudah padam. Karenanya, dia meminta kembali api pada rekannya Musang. Musang memberikannya api karena dijanjikan lagi satu kaki babi. Diterimanya api lalu dihidupkannya ditempat semula. Api belum membesar, Kera harus mencari lagi kayu api untuk membakar bulu babi hutan itu. Kayu api belum banyak didapat, Kera menemukan kembali banyak rengat yang keluar dari pokok kayu. Kera langsung melahap rengat-rengat hingga kenyang. Karena terlalu lama mencari kayu api, pokok api tadi sudah padam lagi. Kera pergi ke tempat api milik Musang, dimintanya kembali api. Karena dijanjikan dengan satu kaki babi lagi, maka Musang memberikannya api. Kera menyalakan api hingga membesar. Dibakarnya babi itu. Kera tidak lapar karena ia sudah menikmati rengat-rengat tadi. Dia meminta rekannya Musang agar pulang bersama-sama ke kampung.

Usai membakar babi, Kera mengambil parang besar. Dia memotong dan memisah-misahkannya. Karena Musang memang menyayanginya, maka dia ditolong oleh Musang memotong babi. Sesuai dengan janjinya saat tiga kali meminta api, tiga kaki babi milik Kera itu diberikan kepada Musang. Telah selesai memotong-motong babi, namun Kera terasa susah, karena ia tidak mempunyai keranjang. Apalagi dia tidak bisa menganyam keranjang. Ada daun enau, namun ia tidak dapat menganyam. Kera lalu menuju ke tempat rekannya Musang, meminta Musang menganyam sebuah keranjang yang agak besar karena daging babinya banyak. Kera menjanjikan lagi satu kaki babi untuk Musang. Oleh karena ia sangat menyayangi Kera, Musang menganyam sebuah keranjang. Keranjang yang dianyam Musang itu tidak rapih  bahkan berlubang-lubang agak banyak. Usai menganyam lalu diberikannya kepada rekannya  Kera.  Kera menerimanya sembari memberikan satu kaki babi lagi. Keranjang besar itu diisinya daging babi hutan. Selesai berkemas, keduanya lalu pulang bersama-sama ke kampung. Karena pikulannya ringan. Musang cepat-cepat berjalan. Lain halnya Kera dengan keranjang besar dan penuh daging babi hutan, dia berjalan sangat pelan.

Oleh karena keranjang yang dipikulnya berat berisi daging babi, ditambah lagi dia sudah menyantapi rengat sangat banyak, Kera jalan semakin pelan. Ditengah jalan, karena keranjang yang dianyam berlubang, banyak daging yang jatuh ke tanah. Kera sendiripun sering tidak tahu adanya daging yang jatuh. Beban berat sekali, potongan daging yang besar jatuh tak dapat dipungut karena dia tak bisa menunduk. Karena daging banyak yang jatuh maka diteriakinya rekannya Musang untuk memilih daging yang jatuh. Saat itu rekannya Musang sudah agak jauh ke depan karena pikulannya ringan. Karena Musang menyayangi Kera, Musang berbalik kembali, lalu dipilihnya daging babi yang banyak jatuh. Selesai memungut kembali daging babi Musang kembali sepat-cepat ke tempat pikulannya.

Keduanya meneruskan perjalanan pulang. Karena bebannya ringan, Musang meninggalkannya jauh dibelakang baru ditunggunya lagi Kera. Karena cukup jauh ditinggalkan, Musang menunggu lama namun belum muncul jua. Lama ditunggu namun belum tiba. Tidak lama Kera berteriak meminta Musang menunggunya. Setelah disambuti Musang lalu Musang pun menyusuli Kera untuk memungut kembali daging babi yang jatuh. Karena bebannya berat, Kera memang tak dapat memungutnya. Dimintanya Musang menolong memungutnya. Musang langsung kembali dan memungut daging babi yang tercecer di jalan. Usai memungut, Musang segera ke tempat ia menaruh pikulannya.

Oleh karena bebannya ringan, Musang berjalan cepat-cepat. Ditinggalkannya lagi Kera agak jauh darinya. Ia istirahat lagi. Cukup lama ditunggunya. Kera belum muncul jua. lama ditunggunya, tidak lama, Kera berteriak meminta Musang menunggunya karena bebannya berat. Oleh karena ia mendengar teriakan keras dari Kera. Musang berhenti dan beristirahat diatas batu. Tak lama kemudian Kera muncul perlahan-lahan karena bebannya berat. Musang pun melihat dua tiga potong daging berjatuhan didekat tempat ia menunggu Kera. Kera meminta rekannya Musang memungut daging yang jatuh. Karena sayangnya pada Kera, walau payah ia memungut juga daging babi yang jatuh bahkan dijejakinya di jalan yang mereka lewati. Cukup banyak daging babi yang jatuh di jalan. Dipilihnya lalu ditaruhnya baik-baik dalam keranjang, keduanya lalu beristirahat bersama-sama lagi. Cukup lama mereka beristirahat karena Kera mengatakan bahwa badannya sakit dan payah memikul keranjang besar itu. Tambahan lagi, Kera kehausan karena di pohon kenari tak ada air, mendaki disiang hari, tetapi sejak tadi belum meneguk air sedikitpun.

Istirahat agak lama, keduanya lalu bersiap untuk meneruskan perjalanan. Kera meminta kepada rekannya Musang untuk mengangkat bebannya keatas pundaknya karena berat. Musang pun mengangkat keranjang besar yang penuh dengan daging babi hutan. Sebagian yang dipungutnya itu terlekati pula dengan tanah karena jatuh. Saat akan melangkah pulang Kera meminta lagi pada Musang kalau dapat Musang berjalan dibelakang Kera di depan, agar Musang menyesuaikan langkahnya dengan  Kera yang berat sekali bebannya. Beku menjawab tak dapat karena istri dan anaknya sudah menanti sejak pagi belum kembali sehingga ia ingin cepat pulang. Itulah pula Musang ingin secepat-cepatnya tiba. Lagi pula panas terik membakar dan kehausan. Sejak pagi memang dia belum makan. Namun Kera terus membujuk. Ia merayu rekannya Musang agar ia berjalan di depan, Musang dibelakang. Karena dirayu terus-menerus, Musang pun menurutinya. Keduanya berjalan berurutan, Kera di depan Musang dibelakang.

Keduanya berjalan belum seberapa jauh, Kera mengeluh karena bebannya berat. Musang menimpali agar berjalanlah dulu karena kampung masih jauh. Belum jauh berjalan, daging babi jatu sepotong-sepotong. Kera berseru, agar Musang menolongnya. Daging yang jatuh tolong dipungut dan ditaruh diatas pikulannya. Musang lalu menjawab, baiklah, aku akan memungut dan menaruhnya lagi di keranjangmu, jangan takut. Musang memungut potongan-potongan daging itu. Namun daging itu ditaruhnya di keranjangnya, tidak dikeranjang Kera. Dipilihnya batu untuk menggantikannya satu persatu, batu itupun ditaruh di keranjang Kera.

Sambil berjalan lalu Kera mengeluh kembali kepada rekannya Musang bahwa bebannya sangat berat, Musang mengomentari agar teruslah berjalan dulu karena hari panas sekali, jalanlah agak cepat supaya cepat sampai dirumah. Kedunya berjalan terus, tetapi daging babi pun berjatuhan. Seperti tadi. Kera tetap meminta pertolongan kepada Musang untuk memungutnya dan menaruhnya di keranjangnya. Beku menjawabnya agar dia jangan takut karena daging yang jatuh dan dipilih itu ditaruh kembali di keranjangnya sejak tadi. Musang pun mengangkat sepotong daging dan sebuah batu. Daging ditaruh di keranjangnya, batu ditaruhnya di keranjang Kera. Kera pun terus mengeluh karena bebannya sangat berat. Musang menjawabnya bahwa sejak tadi memang berat beban kita, lagi pula jalannya mendaki sehingga badan terasa letih. Akibatnya beban kita terasa semakin berat pula. Keduanya lalu berjalan terus, mendaki menuju kampung mereka. Tak lama kemudian, mereka tiba dipinggir kampung. Karena rumah Kera di pinggir bawah, ia mengatakan kepada Musang agar Musang mendahuluinya karena rumah Musang agak di atas, masih agak jauh. Musang pun cepat-cepat berjalan menuju rumahnya. Sebelum sampai dirumahnya, Kera memanggil istrinya. Istrinya disuruh menyiapkan api dan bersiap memasak dengan belanga yang besar karena dia membawa daging babi hutan satu keranjang besar. Dari jauh sudah diperintahkannya karena pikulannya memang berat sekali dan ia pun lapar.

Sampai di rumahnya, Kera tidak menaruh pikulan keranjangnya dibalai-balai, melainkan langsung dituangkannya sekaligus ke dalam belanga besar. Begitu dituangkan, belanga itu hancur berantakan karena beban tuangan batu-btu. Padam pulalah api karena air melimpah. Kera dan istri serta anaknya sangat marah karena ditipu oleh Musang. Kera langsung mencaci maki Musang seraya mengancam dan menyerbu Musang dirumahnya. Istrinya pun sangat marah karena belanga besarnya pecah, serta tungku tempat masaknya rusak berat. Dalam keadaan marah sekali dan malu karena diperdaya oleh Musang, Kera langsung lari cepat-cepat ke rumah Musang. Setibanya dirumah rekannya Musang. Musang sedang menggendong anaknya dan menina bobokan anaknya yang bungsu. Pada waktu duduk itu, ekor Musang memang selalu melorot ke bawah kolong rumah. Musang tidak tahu bahwa rekannya Kera yang dalam keadaan sangat marah datang dengan niat jahat. Karena Musang dan anak istrinya sedang asyik memasak daging babi hutan yang sangat banyak, saat Kera memasuki kolong rumahnya, mereka semua tidak mengetahuinya. Apalagi daging babi pun sudah hampir matang dan segera akan dinikmati.

Kera memperhatikan secara cermat ke atas celah-celah balai  utama dengan parang yang baru diasahnya, dia memotong ekor Musang itu. Selesai memotong, Kera cepat-cepat lari ke rumahnya. Dengan menjepit erat-erat ekor Musang diketiaknya ia berlari-lari ke rumahnya sambil membawa parang. Sampai di rumahnya, ekor Musang itu ditaruhnya di atas  gera  dalam bubungan rumah, khawatir akan diambil kembali oleh Musang. Dirumah Musang, seisi rumah berteriak khususnya Musang yang ekornya dipotong oleh Kera. Dengan hati yang gundah, Musang bertekad untuk mengambil kembali ekornya. Ekor hilang dan sakit pula lukanya. Musang dan istrinya menawarkan siapa yang dapat mengembalikan ekornya, yang dipotong Kera. Permintaan Musang dan istrinya itu tidak disanggupi oleh orang-orang sekitarnya. Apalagi banyak orang di kampung yang takut karena Kera agak buas. Musang dan istrinya menangis, meminta lagi orang-orang di kampung untuk dapat mengambil ekornya yang dipotong Kera. Namun  tak seorangpun yang mampu mengambil ekor Musang di rumah Kera.

Oleh karena Musang dan istrinya merintih  terus-menerus, maka tiada lama datang seekor Katak. Katak itu langsung menjumpai Musang dan istri serta anak-anaknya. Musang langsung meminta Katak supaya dapat mengambil kembali ekornya yang dipotong oleh Kera. Katak memang menyayangi Musang lalu mengatakan, Ooo......, saya sanggup mengambil kembali ekormu. Sebelum menuju ke rumah Kera. Katak menyuruh Musang dan istrinya bahwa dia baru mau ke rumah kesana mengambil ekor Musang dan mereka merebus jagung sebelanga. Secepatnya jagung sudah matang, kamu taruh di dalam kantong sampai penuh. Musang menyuruh istrinya merebus jagung secepat-cepatnya. Tak lama kemudian, jagung pun matang karena dimasak dengan api yang besar. Saat ini saya dengar Kera dan anak-istrinya sedang berpesta pora karena memotong ekor Musang. Ekor Musang itu sudah disimpannya baik-baik. Tak lama kemudian jagung matang. Istri Musang memasukkannya ke dalam kantong hingga penuh.  Kantong yang penuh berisi jagung rebus itu diikat  dengan tali gebang. Jagung rebus itu terisi sangat penuh. Di jalan yang menuju rumah Kera itu, mereka menebarkan rerumputan agar terjejer panjang hingga di depan rumah Kera. Katak berjalan menuju rumah Kera.

Sesampainya di rumah Kera, ia langsung masuk ke dalam rumah Kera sambil bertanya kepada Kera. Hai Kera, Anda seisi rumah tampaknya ramai sekali, ada apa gerangan? Anda berpesta ria ini, mungkin ada rejeki besar sekali yang diperoleh. Kera langsung menjawab bahwa dia dan anak istrinya, termasuk sanak saudaranya akan berpesta tandak meriah karena kami dapat memotong ekor Musang yang sudah menipuku dan anak istriku. Katak menanyakan kembali bagaimana jalannya tipu muslihat itu. Lalu Kera menceritakan semua ulah Musang sejak dipohon kenari, di jalan saat mereka memanggul keranjang daging babi hutan yang terjerat. Namun Kera tidak menceritakan penukaran hasil jeratannya berupa  burung elang merah. Komentar Katak, kalau demikian, Musang memang terlalu. Kemudian dinasihatinya Kera, agar Kera jangan bersedih lagi. Lalu Katak memohon kepada Kera, kalau boleh dia ingin melihat sejenak ekor Musang yang licik dan yang telah dipotongnya. Permintaan Katak itu pun dilayani oleh Kera. Kera merelakan dan bersama Katak naik keatas karena ekor Musang itu mereka taruh diatas gera di bubungan rumah mereka. Kera dan Katak pun naik sama-sama. Tiba di atas gera, lalu Kera mengambil dan memberikan ekor Musang yang cukup panjang kepada Katak.

Setelah dipegangnya ekor Musang itu, diamatinya seraya menunduk lalu katanya kepada Kera, rekan Kera, di-gera yang tinggi ini sangat gelap, kalau boleh saya melihatnya pada gera yang dibawah saja. Mungkin ditangga yang agak di bawah lebih terang. Kera mengizinkannya dan keduanya turun bersama-sama. Setibanya di gera bagian bawah, Katak mulai mengamati ekor Musang itu. Diamati berkali-kali Katak berkata lagi, wah. Kera, sudah lama dan berkali-kali saya coba amati, namun belum jelas juga. Katak meminta lagi pada Kera, kalau boleh dia mengamatinya di bawah  balai utama, karena di gera terbawah inipun setelah kucoba amati tetap juga tak jelas karena gelap sekali. Kera pun menjawab, bisa saja teman. Keduanya lalu turun sama-sama  ke balai utama.

Sampai di balai utama Katak mulai mengamati-amati lagi, membolak-balik, namun tak jelas juga, menerka-nerka tapi kenal jua. Katak pun beristirahat sejenak. Setelah itu Katak meminta lagi kepada Kera, bolehkah rupa ekor Musang itu diamatinya lagi Sebab, sejak tadi belum jelas juga. Kera mengatakan bahwa itu boleh saja. Sesudah itu keduanya turun lagi ke balai besar. Sebelum sampai di balai besar, Katak berhenti dilorong. Diamat-amatinya, direka-reka, namun belum jelas karena gelap. Katak memohon kepada Kera, bolehkan dia langsung ke bawah balai besar. Kera menjawab, boleh saja, kita turun bersama-sama. Ia langsung duduk di balai besar, ia pun segera mereka-reka ekor itu namun ternyata belum jelas juga. Katak berkomentar lagi sejak dari puncak  gera  aku mengamati ekor Musang ini, namun hingga kini benar-benar belum  jelas. Katak menambahkan bahwa dia telah berkali-kali mereka-reka sejak dari atas rumah tetapi tak kunjung paham. Katak memohon lagi kepada rekannya Kera, bolehkan dia melihat lagi balai yang di bawah lagi, mungkin di bawah lebih terang. Kera langsung mengaja Katak untuk turun bersama-sama.

Setibanya di bawah, Katak langsung mengamat-amati, mereka-reka sambil berkomentar lagi, kepada Kera bahwa walau sudah direka-reka sejak diatas tadi, namun tiada jelas juga. Lebih baik kita melihatnya di balai paling bawah saja. Saya kira  di balai terbawah itu jauh lebih terang. Permintaan Katak itu pun terpaksa Kera penuhi. Akhirnya keduanya menuju balai yang paling akhir dekat tanah yang memang jauh lebih terang. Setibanya disitu, seraya memegang erat-erat ekor Musang, Katak mengambil segenggam jagung rebus, lalu diberikannya kepada Kera. Setelah itu, Katak lari dengan memegang erat-erat ekor Musang yang dibawa dan direka-rekanya dari atas gera Kera masih menikmati jagung rebus, padahal Katak telah lari jauh meninggalkannya. Setiap langkah, ditaruh oleh Katak segenggam jagung rebus pula. Segera pula dikejar oleh Kera, namun karena setiap langkah ada jagung rebus, maka setiap langkahnya pun diikuti dengan makan jagung rebus pula, sehingga Katak pun tak terkejar lagi. Katak langsung lari, sampai dirumah Musang. Ia langsung masuk kerumah Musang. Tidak tunggu-tunggu  lagi ekor itu langsung diberikannya kepada Musang. Seterimanya ekor itu mereka langsung menyambungkannya pada pantat Musang. Musang beserta anak-istrinya sangat berbahagia karena ekornya telah kembali bersambung.

Saat itu, Kera pun tidak mengejarnya lagi karena sudah dekat dengan rumah Musang. Ia teringat pula dengan ulahnya, dengan semua perbuatannya yang serba salah. Ia teringat saat dia menukar elang merah dengan babi hutan yang terjerat pada jerat Musang. Dia teringat akan "Pencuriannya" sehubugan dengan babi hutan itu. Setelah teringat olehnya, Kera akhirnya kembali ke rumahnya. Sejak peristiwa itulah keduanya tidak bersahabat lagi, tidak akrab seperti dulu. Sehubungan dengan pertolongan Katak bagi Musang. Musang merasa berutang  pada  Katak.  Dia merenung lalu bertanya kepada Katak. Rekan Katak, kebaikanmu kepadaku  tak'kan  kulupakan. Aku mohon, katakanlah  berterus terang kepadaku apa layak aku berikan kepadamu sehubungan dengan kebaikanmu sehingga ekorku kembali utuh. Musang dan keluarganya menawarkan emas, perak, babi, kerbau, dan kuda. Kendatipun ditawar rekannya Katak sambil mengeluh, aku sudah  menawarkan kepadamu emas, perak, babi, kernau, dan kuda, namun engkau menolaknya.  Apa lagi gerangan yang dapat kuberikan kepadamu.

Beberapa saat kemudian, Katak menjawab rekannya Musang. atas, permintaannya memang hanyalah pada Musang jua. Apa yang akan kupinta ini harus dipenuhi karena memang yang kuharapkan, yaitu "du-du, dewu dew. Du-du, dewu-dewu yang diminta oleh Katak itu adalah sebuah lesung dan sebatang alu. Hanya itulah permintaanku. Musang dan anak istrinya lalu memotong sebatang pohon. Setelah rebah, lalu pohon itu dioyong-potong, dibersihkan, dan jadilah sebuah lesung. Lesung itu sangat bagus. Setelah itu mereka membuat sebatang alu. Sebatang alu yang lurus. Usai mengerjakan semuanya itu, Musang dan istri-anaknya mempersembahakan langsung kepada Katak yang telah lama menanti. Setelah menyerahkannya, Musang mencari tali mbonggi. Tali itu hanya diambil di sebelah rumahnya. Dengan tali mbonggi itu, diikatnya di bagian lesung. Usai mengikat, lalu mereka makan bersama-sama karena pemberian mereka telah diterima oleh Katak.

Tak lama kemudian, Katak berpamitan kepada Musang dan keluarganya. Katak akan segera ke rumahnya karena keluarganya telah lama menanti. Lesung itu dipikul Katak beserta alu yang diikatkan dengan tali mbonggi. Tak jauh berjalan, lesung yang juga diikat dengan tali mbonggi itu pun lepas terputus. Lesung dan alu pun jatuh menimpahi pinggan Katak. Pinggang Katak pun patah sehingga ia tak dapat berjalan. Karena tak dapat berjalan, Katak pun merangkak sambil meloncat terus. Sampai di rumah itu Katak merangkak sambil melompat-lompat saja. Oleh karena merangkak sambil melompat sampai pada keturunannyalah, maka hingga kini pun Katak hanyalah membongkok, merangkak, dan melompat.
 


Sumber : Cerita Rakyat Lio Flores oleh Dr. Aron Meko Mbete

DISKUSI


TERBARU


Ulos Jugia

Oleh Zendratoteam | 14 Dec 2024.
Ulos

ULOS JUGIA Ulos Jugia disebut juga sebagai " Ulos na so ra pipot " atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos "Homitan" yang disimp...

Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...