|
|
|
|
Ritual Hogor Hini Tanggal 26 Dec 2018 oleh Aze . |
Di atas meja tersedia “lida” atau nyiru yang di dalamnya sejumlah tempurung dan piring serta sebotol “moke”, alkohol lokal hasil sulingan nira lontar.
Di dalam masing-masing tempurung diletakkan manu waten (hati ayam), pare hoban (beras), bako koli (lintingan rokok dari daun lontar), bako wolot (tembakau), wua ta’a (sirih pinang), lengi kabor (minyak kelapa), irisan nenas serta telur dan daging ayam yang sudah dimasak. Itulah semua bahan yang dibutuhkan dalam ritual ini.
Selanjutnya di bawah pimpinan Mama Nika, mereka akan berjalan dari kuwu ke kuwu (dari pondok ke pondok tempat memasak garam) sambil membawa “lida”.
Masing-masing keluarga pemilik pondok harus menyiapkan kelapa muda. Selain itu mereka juga harus memancangkan tiang pendek dari bilah bambu atau kayu yang di bagian atasnya dipasangkan potongan pelepah pinang untuk meletakkan sesajen di samping tungku masak dalam pondok.
Ritual akan berakhir di mahe nuba Hogor Hini di sebelah utara pemukiman dekat hutan mangrove.
Ada satu hal yang menarik adalah “pelat kewik mitak” dimana masyarakat dan tamu yang mengikuti upacara tersebut saling menggosok wajah dengan jelaga kuali yang digunakan untuk memasak garam.
Mereka saling berkejaran dan berbalas-balasan seperti kanak-kanak dengan riang gembira. Bagian ini tentunya juga paling diminati anak-anak.
Hogor Hini itu sendiri berasal dari dua kata bahasa Krowe (bahasa ibu dari para pemukim Kampung Garam) yakni “hogor” yang berarti bangkit, berdiri, bangun dan “hini” yang berarti garam.disebut Hogor Hini karena disini garam yang digunakan untuk memasak garam halus diambil dari tanah.
Nenek moyang mereka menyebut kristal-kristal garam itu bangkit dari tanah. Sebenarnya kristal-kristal garam tersebut terbentuk dari air laut yang menggenangi lahan di sebelah utara pemukiman setelah diuapkan oleh panas matahari.
Ritual ini diselenggarakan setiap tahun pada tanggal (23/12) berdekatan dengan perayaan Natal atau peringatan kelahiran Yesus bagi umat Kristiani.
Pilihan waktu tersebut sudah berlangsung selama beberapa generasi.
Syukur dan Do’a
Pilihan waktu Hogor Hini erat kaitannya dengan periode kerja para pemasak garam yakni pada masa jeda.
Di masa lampau, para pemasak garam hanya memasak garam antara bulan Maret sampai dengan September sementara itu Oktober sampai Februari mereka tidak memasak garam dan melakukan pekerjaan lain.
Hal ini dikarenakan bahan dasar untuk menghasilkan garam diambil dari kristal garam di tanah yang mana di musim hujan tanah menjadi basah dan kristal garam sulit terbentuk.
Selain itu tanah yang basah menyulitkan pemasak memisahkan krital garam dan tanah. Dengan demikian, Hogor Hini merupakan kesempatan bagi para pemasak garam untuk bersyukur pada leluhur dan alam atas hasil kerja selama masa kerja sekaligus kesempatan menyegarkan diri dan usaha sembari memohon hasil yang lebih baik.
Menurut mereka “blatan bilar” atau penyegaran melalui ritual ini penting untuk menjauhkan mereka dari penyakit dan masalah sehingga dapat melanjutkan usaha memasak garam dengan lebih baik.
sumber : https://voxntt.com/2016/12/30/hogor-hini-dan-doa-para-pemasak-garam-di-utan-tudi/4560/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |