Tidak banyak yang tau tentang Asal-usul Masyarakat Desa Sangiang, sesungguhnya masyarakat Desa Sangiang adalah asli pendatang dari pulau sangiang. Masyarakat adat yang hidup dan berkembang di pulau Sangiang (Gunung Sangiang Api). Selasa, (01/08/17) Menurut keterangan saksi Halidah (91) tahun. Pada saat itu masyarakat Pulau Sangiang terpaksa pindah dari kampung halaman (Imigrasi) akibat meletusnya Gunung Sangiang sekitar 70 tahun yang lalu. "Masyarakat Desa Sangiang berasal dari pulau Sangiang, Kami terpaksa Pindah dari sana karna meletusnya Gunung" tuturnya menceritakan sejarah perpindahan penduduk pulau Sangiang kepada Indikator Bima. Halidah mengatakan bahwa Perpindahan tersebut dilakukan oleh pemerintah, masyarakat desa sangiang di angkut oleh beberapa kapal besar (sekitar 3 kapal). Awalnya masyarakat pulau sangiang di angkut dan di bawa ke kota bima. Namun karna wilayah/tempat di kota Bima tidak cukup maka di bawalah kembali ke pesisir wera yang sekarang me...
Setiap daerah pasti memiliki asal usul yang menggambarkan perjalanan kisah suatu daerah, kali ini saya akan coba memaparkan sejarah daerah bima. Bima pada jaman dahulu berada diwilayah kekuasaan kesultanan bima yang berkuasa sekitar lima atau enam abad,sebelum merdeka ataupun berdirinya republik Indonesia.sejarah kerajaan bima yang masih dangkal, dikarnakan belanda yang tidak terlalu minat terhadap daerah bima sehingga dijadikan sebuah jalan untuk menuju wilayah timur seperti maluku dan papua pada saat itu, asalkan keamanan dan ktertiban tidak terganggu. Ada juga dari sumber lain yang menjelaskan perkembangan sejarah bima. Yang pertama adalah ilmu arkeologi hanya mengungkap segelintir peninggal yang tidak utuh. Namun kita pun tidak bisa memungkiri bahwasanya arkeologi itulah yang memberikan sedikit kisah tentang peradaban dan masuknya islam diwilaya bima pada saat itu. Kedua adalah adalah sejarah dokumen dalam Bahasa melayu yang ditulis diantara abad ke 17 sampai dengan abad...
Hutan Rora bagai surga. Sungai mengalir melintasi hutan. Seperti sudah digambar Tuhan, sungai tersebut membelah perbatasan Kerajaan Dompu dan Bima. Dua Ncuhi yakni Ncuhi Dompu dan Ncuhi Bolo menjaga sungai tersebut. Mereka mengatur aliran air yang ke Dompu dan Bima secara adil. Karena terbuai oleh angin dingin, Ncuhi Bolo tertidur. Ncuhi Dompu yang tak kurang selera humornya, bermaksud menggoda temannya. “ Ando mambani ja nggomi ” (Toh, Bung nggak bakal marah), ujarnya dalam hati seraya beranjak dari santawo tempat mereka duduk. Ncuhi Dompu bergegas ke aliran sungai yang ke Bima. Dia membendung aliran airnya. Air pun mengalir semua ke Dompu. Seraya terkekeh-kekeh, Ncuhi Dompu mengendap-ngendap kembali ke santawo dan pura-pura tidur. Beberapa saat kemudian, Ncuhi Bolo bangun. Dilihatnya Ncuhi Dompu masih tidur. Namun ketika melihat aliran air sungai ke Bima terbendung, dia kaget setengah mati. “ Hah.. tio pu rawi cinaku ke &rdquo...
Sejarah dan Filosofi Uma Lengge salah satu rumah adat tradisional peninggalan asli nenek moyang suku Bima (Dou Mbojo) yang dulunya berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi. Lokasi kedua peninggalan adat tersebut terletak di Desa Maria, Kecamatan Maria, dan Desa Sambori Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa. Pada masa lalu, padi disimpan di Uma Lengge atau Uma Jompa untuk kebutuhan satu tahun. Penempatannya yang terpisah dengan rumah tinggal penduduk konon dimaksudkan untuk mencegah efek domino yang merugikan apabila terjadi bencana kebakaran. Dengan demikian, apabila rumah tempat tinggal penduduk terbakar, maka padi yang disimpan di dalam Uma Lengge atau Uma Jompa tidak akan ikut terbakar, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itulah, kompleks Uma Lengge di Desa Maria dibangun agak jauh dari pemukiman penduduk. Ciri, struktur ruang dan Pola Permukiman Lengge merupakan salah satu rumah adat tradisional Bima yang dibuat oleh nenek moyang suku Bima (Mbojo) s...
Masyarakat Mbojo (Bima - Dompu) merupakan kelompok masyarakat yang mayoritas memeluk agama islam yang telah diwariskanka oleh para leluhur zaman dahulu. Masyrakat Mbojo bisa dikenal sebagai masyarakat yang berpengan teguh pada keyakinan dalam ajaran agama islam, sehingga pada zaman dahulu masyrakat ini menggunakan tembe ngoli (sarung tenun khas Mbojo) sebagai penutup kepala yang digunakan sebagai penganti jilbab saat itu. Rimpu mulai dikenal sebagai budaya Mbojo pada tahun 1920-an yang mana pada saat itu hanya dikenakan oleh wanita-wanita di Rasanae (Bima kota saat ini). Penggunaan rimpu pada abad 18 hingga 20 hanya digunakan oleh wanita-wanita melayu jika dikenakan oleh wanita Mbojo, mereka adalah anak dari Lebe ( Imam dan Ulama). Oleh karena itu penggunaan rimpu mulai menyebar di berbagai daerah sekitarnya. Rimpu biasanya dikenakan wanita ketika berpergian atau keluar dari rumah sebagai pakaian penutup bagian kepala dan muka (rimpu mpida dan rimpu colo) sebagai...
Datang ke Bima berarti harus meluangkan waktu menonton Pacuan kuda. Lupakan Khayalan tentang hotel mewah dan spa. Langsung saja menengok kekayaan adat dan budaya di Kabupaten paling timur yang terletak di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ini. Maka, bersiaplah memacu adrenalin. Terjebak dalam kepulan debu, menangkap kibaran warna-warni pakaian joki, pun derap puluhan kaki kuda. Joki cilik beraksi sambil menggerakkan pecut di tangan. Tampil berani, hanya dengan pengamanan sangat minim. Tanpa helm, tanpa pelana dan tanpa alas kaki. Alamiah, menyatu bersama denyut dan dengus napas kuda pacuan. Pacuan Kuda dan joki cilik merupakan satu dari sekian banyak agenda wisata andalan Bima. Sangat diminati penduduk lokal, juga wisatawan dalam dan luar negeri. Pasukan berkuda ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Dahsyat, mempertontonkan keahlian joki-joki cilik. Rata-rata usia mereka tak lebih dari 10 tahun. Gagah sekaligus mengundang cemas. Terik matahari tak...
Cerita Folklore ini berasal dari sebuah kecamatan dikabupaten Bima yaitu kecamatan Sape. Dimana cerita ini konon katanya berasal dari mitos warga setempat, yang mempercayai bahwa apa bila memakan ikan Bangkolo (bahasa Bima) tersebut, masyarakat setempat akan mengalami gatal-gatal dan bencana alam terjadi. Mitos ini berasal dari cerita, dimana pada zaman dahulu kala, pimpinan tertinggi di zaman kerajaan Bima di sebut “ Ncuhi ”, Tiap-tiap Ncuhi ini menduduki daerah kekuasaan masing-masing. Seperti Ncuhi Tabe Bangkolo , Ncuhi Monta , Ncuhi Kabuju , Ncuhi Lambu , Ncuhi Dara , dan lain-lain. Konon katanya, dalam Adat dan tradisi Ncuhi , mereka berhura-hura ingin bertamasya ke Ncuhi Lambu untuk mengadakan acara makan-makan dan berpesta pora dengan menggunakan perahu layar, menuju daerah kekuasaan ncuhi lambu melewati transportasi laut . Setelah acara makan-makan dan pesta pora semua Ncuh...
Kapatu Mbojo adalah salah satu seni pantun daerah yang hidup dan berkembang di daerah Bima dan Dompu Nusa tenggara Barat yang memiliki kaidah-kaidah penulisan tertentu. Lazimnya pantun melayu Kapatu Mbojo banyak bersyairkan nasehat, jenaka, muda-mudi dan sebagainya. Dalam perkembangannya patu Mbojo tak terpisahkan dari seni musik rawa mbojo dengan diiringi dengan alunan biola atau kecapi/gambus. Kapatu Mbojo adalah salah satu seni pantun daerah yang hidup dan berkembang di daerah Bima dan Dompu Nusa tenggara Barat yang memiliki kaidah-kaidah penulisan tertentu. Lazimnya pantun melayu Kapatu Mbojo banyak bersyairkan nasehat, jenaka, muda-mudi dan sebagainya. Dalam perkembangannya patu Mbojo tak terpisahkan dari seni musik rawa mbojo dengan diiringi dengan alunan biola atau kecapi/gambus.
Alkisah, pada zaman dahulu kala di daerah Langko (sekarang termasuk dalam Kecamatan Janapria, Kabupaten Lombok Tengah) terdapat sebuah kerajaan. Orang yang mendirikannya adalah Raden/Pangeran Mas Panji Tilar Negara yang berasal dari Kerajaan Selaparang di Lombok Timur. Kisahnya berawal ketika Raden Mas Panji Tilar Negara diperintahkan oleh Raja Selaparang (ayahandanya) untuk berdiam di Pulau Sumbawa. Mungkin karena kesal dia tidak pernah pulang lagi ke Selaparang. Oleh karena itu, Raja Selaparang kemudian menitah Patih Wirabakti bersama pengawalnya untuk menjemputnya. Ketika telah berada di daerah Labuhan Haji, mereka disambut oleh Patih Singarepa dan Mas Pekan, adik Mas Panji. Waktu itu Mas Panji langsung berkata pada Sang adik, "Aku tidak akan kembali ke Selaparang karena ayahanda sudah tidak senang lagi padaku. Lebih baik aku menetap di Perwa saja." Setelah berkata demikian, Mas Panji memerintahkan Patih Wirabakti dan Singarepa bersama dengan para pe...