Pakaian adat tradisional Indonesia merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh negara Indonesia dan banyak di puji oleh negara lain, dengan banyaknya suku - suku dan Provinsi yang ada di wilayah negara indonesia, maka bisa dipastikan banyak sekali baju - baju adat oleh masing - masing suku di seluruh Provinsi Indonesia. Dalam hal ini Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura kekayaan budaya diantaranya terlihat dari Beragam baju adat yang dimilikinya yang kali ini memperkenalkan salah satu pakaian adatnya berupa pakaian Pengantin yaitu Baju Anta Kusuma. Baju Anta Kusuma yang lebih di kenal dengan Kutai Kuning adalah baju pengantin kebesaran Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, baju ini pada jaman dahulu hanya boleh di kenakan oleh kalangan bangsawan saja, sedangkan kalangan rakyat biasa tidak di perbolehkan memakainya. Seiring waktu setelah pembakuan baju adat pengantin seluruh Indonesia oleh HARPI ME...
Belian adalah suatu upacara Suku Dayak untuk meminta doa restu kepada Sanghiyang – sanghiyang dan bantuk kegiatannya merupakan suatu tarian disertai bunyi – bunyian seperti kelentangan, gong dan gendang dengan diiringi oleh bebepara orang pengikut. Belian menurut bentuknya terbagi atas 2 bagian : Belian membayar niat Belian memelas tahun. Belian menurut pekerjaannya terbagi atas 2 bagian pula yakni : 1. Belian besar : Timbak (brampan) Menyemak (belian naik ayun bagi perempuan Bekelew (laki – laki dan perempuan bergantar berkeliling) 2. Belian kecil : Bao (untuk berobat) Poje (puluhan) Sentiu (minta kepada dewa – dewa) Kuyang (untuk berobat) Pekerjaan belian tersebut diats adalah didasarkan atas niat atau kehendak belaka. Belian membayar niat...
Setelah prosesi Merangin dilaksanakan oleh para Dewa dan belian di Serapo Belian, selanjutnya mereka menuju Keraton / Istana dan mereka mengelilingi area Bepelas sebanyak 7 (tujuh) kali, kemudian duduk bersila berjajar dengan posisi Dewa di sebelah kanan dan Belian di sebelah kiri dengan dipimpin oleh Pawang untuk menghaturkan sembah hormat. Kemudian para Dewa menampilkan Tari Selendang yang diringi oleh alunan gamelan sambil mengelilingi area Bepelas sebanyak satu kali, dan Pemangkon dalam menyalakan lilin di 4 (empat) sudut. Setelah itu para Dewa kembali menarikan Tari Kipas dengan alunan gamelan sebanyak satu putaran, kemudian mereka menarikan Tari Jung Juluk diiringi dengan alunan gamelan juga, berkeliling satu kali putaran dan penghatur hormat kepada hadirin. Pawang Dewa melakukan “Memang” di belakang Tiang Ayu diiringi suara seruling, “memang” ini ditujukan untuk mengundang Dewa karang dan Pangeran Sri ganjur gu...
Tiang Ayu atau Pohon Ayu adalah sebuah benda yang terbuat dari kayu ulin panjang dan lurus dan bagian dalamnya terdapat lubang yang menembus dari ujung ke ujung sejajar dengan bagian luar dan bagian salah satu ujung di ikatan besi tipis dan tajam. Benda ini berbentuk tombak atau sumpit yang digunakan sebagai alat berburu pada jaman dahulu. Berdirinya tiang ayu pertanda menyatunya Raja dan Rakyat secara bersama-sama menegakkan dan mendirikan kebenaran guna mewujudkan kemakmuran untuk semua. Tali Juwita yang menyangga tegaknya Tiang ayu adalah kekuasaaan raja yang berpusat di Sungai Mahakam yang beranak sungai bercabang tujuh, dengan airnya yang selalu mengalir tiada henti guna memberikan kehidupan bagi negeri yang diperintahnya. Prosesi Mendirikan Tiang Ayu dimulai dengan dihamparkannya sebidang Jalik dan di atasnya dihiasi Tambak Karang dengan motif naga biasa dan naga kurap serta seluang mas berwarna – warni. Di atas Tambak Karang dih...
Pada saat naga diluncurkan menuju Kutai Lama, maka di keraton dilaksanakan upacara “Beumban” untuk Sultan/Raja yang dilakukan oleh Juri’at keturunan yang lebih tua walaupun dari segi umur masih muda di lingkungan kerabat. Pada upacara yang sakral ini Sultan berbaring diatas tilam memakai bantal, kemudian di sekujur tubuh yang dipegang oleh kerabat sultan yang tua usianya. Seorang pangeran yang tertua menggulung daun mayang di atas badan Sri Sultan yang dilapisi kain kuning tersebut dari kepala ke kaki tiga kali berturut-turut, kemudian pada samping sebelah kanan berturut-turut dua kali dimaksudkan untuk menyempurnaka ujud serta meneempa keluhuran. Upacara Beumban ini diambil dari peristiwa yang terjadi pada diri leluhur seorang putera suku tunjung yang bernama Puncan Karna yang kemudian berjodoh dengan Aji Raja Puteri kakak perempuan dari Maharaja Sultan.
Prosesi Seluang Mudik diawali dengan penampilan Tari Kanjur yang ditarikan oleh kerabat kesultanan, pada saat mereka menari seluruh hadirin berdiri dan turut serta mengikuti tarian tersebut dengan formasi beberapa lapis yang saling berlawanan arah yang diartikan sebagai melambangkan kehidupan hewan air yaitu “Ikan Seluang” yang ada di Sungai Mahakam. Dengan diiringi alunan gamelan Kanjur, suasana menjadi gembira dan hangat. Kemudian para hadirin yang masing-masing menggenggam beras ditangan, di dalam mangkuk dan di dalam gelas mulai menghamburkan beras tersebut ke atas, kesamping dan pada akhirnya saling melemparkan beras tersebut satu sama lain dengan suasana gembira dan senda gurau. Kemudian alunan musik gamelan melemah dan TARIAN Kanjur dan Seluang Mudik selesai maka para hadirin saling bersalaman dan saling memaafkan. Prosesi ini menggambarkan simbol kemakmuran bahan pangan berupa beras sebagai makanan pokok raky...
Mendirikan atau merebahkan Ayu hanya dilaksanakan oleh 7 (tujuh) orang. Tiga orang di sebelah kiri dan empat orang disebelah kanan. Sulta (Raja) dan seorang yang bergelar Adji Pangeran ratu tidak turut melaksanakannya mendirikan/merebahkan Pohon Ayu, yang melaksanakan mendirikan/merebahkan Pohon Ayu adalah Pangeran yang ditunjuk oleh Sultan dan kerabat yang dituakan. Rebahnya pohon Ayu yang disaksikan oleh Sri Sultan, pangkon, undangan, para bangsawan, kerabat dan tamu undangan pertanda bahwa adat Kraton Kutai Kartanegara yang disebut Erau sudah usai dan diakhiri pula dengan pembacaan doa keselamatan. Selesainya acara dengan saling melemparkan beras kemudian disambung dengan bunyi gong golong, keemduian seluruh kerabat dan para hadirin bersalam-salaman mohon maaf atas segala kesalahan.
Begelar (anjumenangan) merupakan prosesi pemberian penghargaan kepada siapapun yang telah berjasa dalam mendukung, mempertahankan dan mengembangkan adat budaya di lingkungan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang dilaksanakan setiap tahun dan dinyatakan dalam acara resmi kerabat keraton untuk mengetahuinya. Sebelum acara pemberian gelar (Begelar), dilangsungkan acara kentayungan, yaitu Sultan / Raja menari-nari di sekitar Pohon Ayu pertanda kegembiraan karena acara Erau telah dilaksanakan dengan baik. Tarian ini sebagai ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan atas segala sesuatu yang diberikan dan dapat dinikmati bersama oleh seluruh kerabat dan rakyat. Dalam acara ini Sekretaris Kesultanan membacakan surat keputusan Sultan di hadapan Sultan, para kerabat dan para hadirin mendengarkan dengan seksama terhadap tokoh/orang/figur dari petinggi hingga masyarakat yang mendapatkan gelar oleh Kesultanan dan diakhiri dengan doa. Bagi yang mendapatkan gel...
Prosesi Rangga Titi dimulai dengan turunnya Sultan didampingi para kerabat menuju Tepi Sungai Mahakam (pelabuhan). Sesampainya di pelabuhan, Sultan duduk di atas Balai yang telah disediakan sebelumnya, Sultan duduk menghadap ke Sungai Mahakam (timur) dan diapit oleh 7 orang Pangkon Laki dan 7 orang Pangkon Bini. Dewa Belian Bememang dan Kirab Tuhing (kain kuning) dibentangkan memanjang memayungi Sultan yang di tiap sudutnya dipegang oleh 4 orang pembantu sambil membolak-balik dan diputar sebanyak 2 kali. Setelah Dewa Belian selesai bememangg, maka mereka langsung melaksanakan Tepong tawar kepada Sultan. Kemudian Sultan memasukkan bunga/mayang pinang ke dalam molo/guci yang telah berisi air tuli yang dibawa dari Kutai Lama. Mayang pinang yang telah dicelupkan tadi dikibas-kibaskan ke kanan, ke kiri, ke muka dan ke belakang dengan posisi empat penjuru mata angin. Setelah itu Sultan memasukkan/mencelupkan kedua tangannya kedalam molo/guci Air T...