Ritual
Ritual
Pengelolaan Hutan Kalimantan Timur Kalimantan Timur
Tana’ Ulen
- 8 Maret 2018

TIDAK ada orang Dayak tanpa hutan. Pemanfaatan hutan karena itu merupakan salah satu ciri yang mengakar dalam kehidupan, kebudayaan dan adat istiadat suku Dayak sejak nenek moyang mereka. Masyarakat Dayak Kenyah misalnya, mengenal konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam lewat tana’ ulenTana’ artinya tanah, ulen artinya dibebankan hak, milik . Dalam pengertian sempit, tana’ ulen adalah istilah untuk menyebut sesuatu yang telah dianggap sebagai milik, atau telah dikuasai dan pemanfaatan dan akses terbatas, dan dijadikan simpanan,. Secara luas, pengertian tana’ ulen adalah kawasan hutan yang dijadikan milik dan hutan lindung adat, dan pengelolaan dan pemanfaatannya juga diatur secara bersama agar agar tetap lestari untuk generasi sekang dan mendatang.

Tana ulen biasanya berupa areal hutan yang kaya akan sumber daya alam seperti rotan (Calamus spp), sang (Licuala sp), kayu bangunan, ikan dan binatang buruan. Semuanya adalah sumber daya alam dengan nilai ekonomi dan manfaat tinggi untuk masyarakat. Dari cerita lisan yang disampaikan dari generasi ke generasi, munculnya tana’ ulen sebagai praktek pengelolaan hutan dalam masyarakat Dayak Kenyah berkaitan dengan adat istiadat dan kekuasaan kaum bangsawan (paren). Desa-desa dan kaum bangsawan di misalnya daerah sungai Bahau dan sungai Pujungan pada zaman dulu selalu memiliki daerah atau menyisihkan suatu areal di dalam wilayah desanya sebagai tana’ ulen.

Asal mula terbentuknya dilatarbelakangi keinginan pemimpin suatu suku atau kepala adat, atau keinginan warga masyarakat secara bersama-sama untuk memiliki areal cadangan yang dapat dipakai sewaktu-waktu untuk kepentingan-kepentingan tertentu, termasuk kepentingan kaum bangsawan dan keluarganya. Kepentingan yang bersifat umum dan kepentingan keluarga kaum bangsawan dapat berupa acara perkawinan, kematian, keramaian, kedatangan tamu-tamu di desa dan sebagainya.

Zaman dulu, penetapan tana’ ulen oleh penguasa atau oleh masyarakat adat suku Dayak Kenyah di daerah sungai Bahau dan Pujungan tidak terjadi dengan sendirinya. Keberadaannya selalu berkaitan dengan kekuatan adat dan potensi yang dimiliki suatu kawasan yang akan ditetapkan sebagai tana’ ulen. Kawasan yang kemudian didaku sebagai tana’ ulen biasanya memiliki keunggulan potensi hasil hutan dan satwa yang memberi manfaat bagi kepentingan masyarakat. Peruntukannya juga bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

Kawasan hutan primer (mba’) yang ada dalam tana’ ulen memiliki peranan bagi masyarakat atau pemiliknya untuk kebutuhan hasil hutan seperti rotan, damar, gaharu, ketipai, lebah madu, bahan bangunan dan sebagainya, termasuk kepentingan pemenuhan keperluan berburu. Sedangkan kawasan sungai yang termasuk dalam areal tana’ ulen untuk keperluan kebutuhan ikan dan hasil sungai lainnya.
 

Dari sejarahnya, Desa Long Alango, yang mayoritas terdiri dari sub suku Dayak Kenyah dari Lepo’ Ma’ut adalah desa pindahan dari Long Kemuat pada tahun 1957 yang pada masa itu dipimpin oleh Kepala Adat Besar Apuy Njau. Selain disebabkan keinginan untuk lebih mempermudah transportasi ke bagian hilir Giram Kerabang yang sangat berbahaya, perpindahan itu juga karena keinginan masyarakat untuk mendekati kawasan yang lebih baik untuk membuka lahan ladang dan sawah. Untuk mengatur pemanfaatan hutan itulah, kepala adat besar kemudian menetapkan tana’ ulen. Kawasan yang ditetapkan saat itu adalah Sungai Nggeng Biu’, cabang Sungai Bahau. Mulanya kawasan ini berada dalam kekuasaan kepala adat besar, yang tidak dapat dimanfaatkan oleh orang lain tanpa seizin darinya.

Secara umum, tana ulen tidak boleh dibuka untuk ladang. Luasnya berkisar antara 3.000 sampai dengan 12.000 hektare. Tana ulen Sungai Nggeng bahkan mencapai 11.000 hektare. Kawasan yang berada di ketinggian 400- 1.500 meter ini sangat bagus untuk berburu. Di dalamnya ada banyak kayu bangunan, selain banyak hasil hutan non-kayu. Kawasan ini juga penting karena sejarah masyarakat adat dan terdapat banyak kuburan batu, bukti bahwa daerah ini telah dihuni dan dikuasai oleh nenek moyang mereka selama lebih 400 tahun.

Tana’ ulen mempunyai manfaat ganda bagi masyarakat Dayak Kenyah. Konsepnya sebagai areal (simpananagi kepentingan bersama seperti acara di desa dan tidak dibuka untuk pertanian atau eksploitasi mempunyai nilai strategis bagi kepentingan masyarakat sesuai ketergantungan mereka dengan hasil hutan dan alam lingkungan di mana mereka berada. Dalam hal-hal tertentu, ketika hasil hutan sulit didapat di daerah lain, tana’ ulen dapat berfungsi sebagai ‘lumbung’ desa. Potensi hutan yang ada dalam kawasan, paling tidak akan dapat memberikan rasa aman dan jaminan bagi kelangsungan hidup masyarakat baik secara ekonomi atau sosial untuk menunjang eksistensi masyarakat adat Dayak Kenyah. .

Singkat kata, tana ulen merupakan kawasan terbatas, hutan lindung dalam wilayah adat yang tidak terpisahkan dari wilayah itu sendiri, dan dari tradisi dan budaya masyarakatnya.. Mengapa tana ulen penting bagi masyarakat Dayak Kenyah?

Dulu, adat dan kepercayaan mereka menuntut pelaksanaan upacara sepanjang tahun untuk merayakan siklus pertanian atau silkus kehidupan,, atau pulangnya pasukan perang atau orang yang pergi merantau. Kepala adat punya tanggung jawan sebagai tuan rumah atas pelayanan bagi semua pengunjung atau tamu. Kepala adat juga harus menyiapkan makanan untuk masyarakat yang bekerja di ladang atau di kebunnya. Dia juga harus memastikan makanan yang tersedia cukup untuk semua tamu, terutama ikan dan daging. Dari kebiasaan semacam itulah, muncul tana’ ulen.

Hal itu sesuai dengan prinsip pengelolaan wilayah masyarakat Dayak Kenyah yang lestari dan memanfaatkan hasil hutan sesuai keperluan. Dengan tana’ Ulen maka kawasan hutan dapat dimanfaatkan secara sangat terbatas, teratur dan berdasarkan peraturan adat. Tergantung pada sumber daya alam, aturanmenetapkan kuota hasil hutan tertentu, atau masa yang boleh panen (‘buka ulen’), atau cara memanen yang harus memperhatikan keberlanjutan sumber daya alam. Lewat tatacara inilah, diharapkan konservasi kawasan dan pemanfaatan hasil hutan dapat dilakukan secara berkelanjutan.

Agar pengaturan pengelolaan hasil hutan dan pengelolaan tana’ ulen bisa maksimal, ada peraturan yang disepakati melalui musyawarah dan sekarang dibuat secara tertulis.

Begitu juga dengan masa untuk berburu atau mengambil ikan atau hasil hutan harus ada izin. Mereka yang melanggar aturan tana ulen akan didenda uang atau barang seperti parang atau gong. Belum lama ini, seorang harus membayar denda sebesar Rp 1 juta kepada lembaga adat karena menebang pohon kayu di tana ulen. .

 

Sekarang, tanggung jawab atas pengelolaan tana ulen telah dialihkan kepada lembaga adat. Bersama masyarakat, Kepala adat dan lembaga adat mengelola tana ulen berdasrkan peraturan adat. Pola penguasaan kawasan tana ulen kemudian bukan lagi milik bangsawan melainkan di bawah kekuasaan kolektif lembaga adat untuk kepentingan bersama. Tapi Kepala adat masih seorang paren atau bangsawan, atau pewaris keluarga bangsawan pemilik tana ulen sebelumnya.

 

Pada tahun 1991, WWF Indonesia untuk kali pertama tiba di Hulu Bahau dan membahas rencana membangun Stasiun Penelitian Hutan Tropis di Hulu Bahau (Lalut Birai). sebagai upaya membantu konservasi hutan tropis di Taman Nasional Kayan Mentarang. Kepala adat besar mengusulkan, agar stasiun dibangun di Sungai Nggeng dengan syarat harus sesuai peraturan adat, prinsip dan praktek konservasi di tana ulen. Stasiun itu kemudian dibangun oleh WWF di dekat anak sungai kecil (Lalut Birai) dan menjadi pusat kegiatan penelitian dan survei hutan selama 10 tahun, sebelum pengelolaan stasiun tersebut dialihkan kepada komunitas pada tahun 2007.

Dalam perkembangannya, warga Long Alango mendirikan Badan Pengurus Tana’ Ulen disingkat BPTU. Badan ini berfungsi menguatkan perlindungan dan pengelolaan tana ulen, dan membantu lembaga adat. Tugas BPTU antara lain mengatur pengkunjung termasuk peneliti dan mahasiswi/mahasiswa yang datang ke Lalut Birai, dan menetapkan ongkos untuk masa penelitian di kawasan tana ulen. Ongkos itu menjadi dana desa yang diperuntukkan untuk berbagai keperluan masyarakat. Pada tahun 2011, BPTU telah diakui dengan peraturan desa Long Alango sebagai pengelola tana ulen atas nama masyarakat adat.

Untuk waktu mendatang, pemuda adat berencana mendirikan organisasi pemuda untuk membela hak adat dan pengakuan terhadap tana ulen. Proses pemetaan ulang wilayah adat yang sedang berlangsung juga menjadi bagian dari proses percepatan pengakuan masyarakat adat dan wilayah adat termasuk tana ulen di Malinau. Itu sesuai mandat dan semangat putusan Mahkamah Konstitusi No, 35, dan implementasi Perda No. 10 Tahun 2012 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.

 

Sumber: http://iccas.or.id/dokumentasi-iccas/suku-dayak-kenyah/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gua Jepang Kaliurang
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Goa Jepang yang berada di kawasan wisata Kaliurang ini merupakan salah satu goa buatan peninggalan pada masa penjajahan Jepang. Goa yang dibangun pada tahun 1942-1945 ini merupakan tempat perlindungan tentara Jepang dari para tentara sekutu pada masa itu. Goa Jepang di Kaliurang ini memang memiliki fungsi yang berbeda dengan Goa Jepang di daerah Berbah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan senjata dan bom. Goa yang terletak di Bukit Plawangan ini memiliki 25 goa buatan yang satu sama lain memiliki ruang penghubung masing-masing. Sebelum menuju goa ini, dari pintu masuk Nirmolo, pengunjung harus berjalan melalui jalan setapak terlebih dahulu kurang lebih 45 menit. Setelah sampai di area Goa Jepang, pengunjung akan dipandu oleh pemandu wisata yang akan dengan senang hati menjelaskan sejarah dan cerita mengenai goa jepang ini. Dengan dijelaskannya sejarah mengenai seluk beluk goa jepang, para pengunjung pun selain menikmati wisata sejarah, diharapkan juga mendapat pengetahuan leb...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Lokasi Pusat Universitas Gadjah Mada memiliki bangunan cagar budaya Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada yang merupakan cikal bakal sarana pendidikan pertama dalam bentuk kompleks bangunan yang dirancang secara khusus dengan pola tata ruang simetris. Lokasi ini merupakan tempat kegiatan pembeIajaran/pendidikan tinggi pertama kali di Indonesia yang dibangun setelah kemerdekaan pada tahun 1951, lokasi ini juga merupakan bukti sejarah perhatian pemerintah Republik lndonesia pada peletakan batu pertama universitas oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Lokasi pusat Universitas Gadjah Mada memiliki struktur dan pola ruang yang memiliki kemiripan dengan konsep ruang arsitektur Jawa Kraton Kasultanan Yogyakarta. Salah satu cirinya adalah orientasi arah dan Ietak bangunan pada garis poros imajiner dengan dua arah ke Utara dan Selatan meskipun mengalami perubahan dari rencana semula. Awalnya. konsep pintu masuk utama dari arah utara melalui gerbang di tengah Arboretum, menuju Balairung...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Museum Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia Mandala Bhakti Wanitatama
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia Mandala Bhakti Wanitatama merupakan kompleks dengan beberapa bangunan, yaitu Balai Srikandi, Balai Utari, Wisma Sembodro Lama, Wisma Sembodro Baru, Wisma Arimbi, Balai Shinta, Balai Kunthi, TK Karya Rini, dan SMK Karya Rini. Semua bangunan dikelola oleh Yayasan Hari Ibu Kowani. Dari beberapa bangunan tersebut ada dua bangunan yang mempunyai nilai penting bagi Yayasan Hari Ibu Kowani, yaitu Balai Srikandi dan Balai Utari.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Monumen Cepet
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada tanggal 2 Januari 1949 pasukan Belanda yang bermarkas di Watuadeg diserang pasukan KODM Pakem pimpinan Letda Asropah dan pasukan TP pimpinan Kapten Martono. Pasukan Belanda lari ke arah selatan, sampai di dusun Cepet jam 06.30 dihadang pasukan Subadri dari Gatep. Pertempuran terjadi sampai jam 10.00 wib. Korban dari pihak Belanda 4 orang. Kemudian pada tanggal 11 Januari 1949 terjadi pertempuran kembali antara Tentara Republik dengan pasukan Belanda. Dalam pertempuran ini gugur 2 orang dari Tentara Republik, yaitu : Letda Kasijan. Agen Polisi Soekardjo. Alamat : Cepet, Purwobinangun, Pakem

avatar
Bernadetta Alice Caroline