Dahulu kala ada sebuah kapal berlayar yang berbendera Hitam Putih. Kapal itu nampaknya berlayar dari bagian selatan pesisir Barat pulau Kei Besar menuju ke arah Utara pulau Kei Kecil. Pada saat itu berhembuslah angin Timur disertai ombak dan gelombang yang sangat menakutkan. Ketika kapal tersebut berlayar melewati laut di desa atau negeri Revav, nampaknya oleh nakhoda kapal tersebut suatu pantai yang menjorok ke dalam dimana terletak negeri Revav tersebut membentuk suatu teluk besar. Menurut perkiraan nakhoda tersebut situasi laut diteluk itu pasti tidak berombak dan pasti laut di sana cukup dalam serta aman untuk berlabuh sementara menghindarkan diri dari amukan ombak yang melanda kapal mereka. Segera nakhoda memerintahkan mualimnya untuk mengambil haluan menuju teluk tadi, karena matahari pada saat itu sudah condong ke barat dan sebentar lagi mereka akan dicengkeram oleh kegelapan malam. Pada waktu itu air laut sedang mengalami pasang surut dan kapal tadi bergerak dengan asyik...
Dahulu kala di tempat itu terdapat sebuah negeri/Desa yang cukup besar. Rakyat di desa/ negeri itu hidup dengan aman dan damai di bawah pimpinan seorang Raja yang sangat bijaksanan dan baik hati. Pada waktu yang sama di pingiran desa/negeri itu hiduplah dua orang kakak beradik yang sudah kehilangan ayah bundanya. Mereka berdua hidup sebagai anak-anak yatim piatu yang miskin lagi hina. Dalam keadaan hidup yang miskin dan hina itu, kedua kakak beradik hidup dalam suatu suasana persaudaraan yang manis sekali. Setiap hari mereka berusaha untuk mengolah alam sekitarnya untuk memperoleh makanan bagi kelanjutan hidup mereka. Pada suatu ketika kedua mereka sedang duduk-duduk dalam pondok mereka, datanglah seorang nenek yang sudah demikian tuanya dengan pakaian compang-camping lagi kotor berlumuran debu. Kedua anak miskin yang baik hati itu segera mengajak nenek duduk dan diberilah nenek itu makanan dan minum. Sesudah itu pakaian nenek yang kotor itu dibersihkan oleh kedua...
Di sebuah desa tinggallah sebuah keluarga kecil yang sederhana. Mereka memiliki seorang anak yang bernama Kuna. Kuna memiliki sifat buruk yaitu suka membual dan semua yang dikatakan bisa dibilang bohong belaka. Suatu hari Kuna sedang pergi ke pasar. Di hadapan seorang ibu tua penjual pisang Kuna mulai berbohong. Dia mengatakan bahwa dirinya mempunyai seorang kakak yang sedang hamil dan sangat menginginkan pisang. Kuna memohon pada ibu tersebut untuk diberi sebuah pisang saja. mendengar cerita yang menyedihkan itu, ibu tua tersebut tidak hanya memberikan sebuah pisang melainkan sesisir pisang yang tadinya hendak di jualnya. Dalam hati Kuna tertawa terbahak-bahak karena berhasil mengelabui ibu tersebut. Sambil tersenyum Kuna menenteng sesisir buah pisang yang didapat dari hasil berbohong. Sesungguhnya, Kuna adalah pemuda yang tampan dan cerdik. Namun, kecerdikannya digunakan untuk melakukan hal-hal yang buruk, tidak digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Perilaku Kuna yang tidak...
Ritual Panas Gandong merupakan seremoni adat yang biasanya dilakukan antara dua atau lebih negeri adat di Maluku (terutama di Maluku Tengah). Ritual ini bertujuan untuk menghangatkan kembali relasi mereka sebagai “Orang Basudara/barsaudara” yang percaya bahwa leluhur mereka berasal dari kandungan/gandong yang sama. Dalam relasi gandong, warga negeri Rutong merupakan adik/ade dari warga Negeri Rumahkay. Awalnya leluhur mereka merantau meninggalkan Negeri Rumahkay, kemudian menetap dan beranak pinak di pesisir Timur Pulau Ambon, yang kini menjadi Negeri Rutong. Hubungan basudara harus tetap terjaga, dan ritual Panas Gandong adalah pengikat yang menyekutukan mereka. Bagi banyak negeri adat di Maluku, relasi Gandong adalah ikon integrasi sosial. Panas Gandong merupakan elemen penanda sekaligus pengingat yang mengokohkan ikatan sosial mereka sebagai orang-orang bersaudara. Dalam dinamika ini orang-orang di Maluku menandai identitas ke-Maluku-annya sebagai yang utama, sebelu...
Suku Huaulu memiliki satu ciri khas yang cukup mencolok terutama pada kaum laki-laki dewasa. Mereka memiliki tradisi ikat kepala dari kain merah yang disebut sebagai kain berang. Ikat kepala ini diikatkan dan menutupi kepala pemakainya. Masyarakat Huaulu menjadikan kain berang sebagai identitas tersendiri bagi kaum laki-laki Huaulu yang sudah akil baligh dan dianggap dewasa. Biasanya, seorang anak laki-laki akan memakai ikat kepala merah ini pada usia remaja, sekitar 15-17 tahun dan akan terus digunakan seumur hidupnya. Selain berarti tanda kedewasaan, ikat kepala ini juga berfungsi sebagai kebanggaan laki-laki Huaulu. Sistem Patrilineal yang dianut suku Huaulu membuat kaum laki-laki memiliki harga lebih dan selalu menjadi sosok pimpinan dalam kekerabatan Huaulu. Warna merah pada kain Berang juga menandakan unsur keberanian yang diharapkan ada pada tiap individu lelaki Huaulu. Oleh karena itu, kain berang ini juga menjadi ornamen wajib yang digunakan ketika para lelaki akan bera...
Masyarakat adat Suku Huaulu yang mendiami Desa Huaulu di bawah kaki Gunung Binaya, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, masih mempertahankan tradisi pembuatan cidaku (cawat) dari kulit kayu untuk digunakan dalam proses inisiasi pendewasaan anak laki-laki. "Penelitian kami untuk tradisi dan pengelolan sumber daya budaya di Huaulu Februari kemarin, menunjukan bahwa kebudayaan mereka sejak zaman holosen masih sangat kental, salah satunya adalah pembuatan cawat secara tradisional," kata Arkeolog Lucas Wattimena di Ambon, Senin. Ahli antropologi dari Balai Arkeologi Ambon itu mengatakan, cawat atau cidaku dalam bahasa setempat, adalah salah satu barang penting yang digunakan dalam ritual pataheri yang merupakan praktek inisiasi pendewasaan seorang anak laki-laki Suku Huaulu. Kendati zaman telah berkembang ritual pataheri tersebut masih tetap dipertahankan, termasuk penggunaan cawat yang dibuat khusus dari kulit kayu oleh para tetua adat setempat. Proses pem...
Ritual adat minta berkat leluhur (Husu Matak Malirin, Husu Is no beran) yang dilakukan Suku Laka Amanas di puncak Gunung Mandeu, Desa Mandeu Raimanus, Kecamatan Raimanuk memiliki nilai budaya tak terhingga. Ini mesti dijaga dan dilestarikan oleh anak cucu yang masih ada dan menyakininya. Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Belu , Johanes Andes Prihatin kepada Pos Kupang di sela rapat koordinasi (rakor) pembangunan pariwisata Belu di Hotel Nusantara II Atambua, Senin (20/11/2017) mengatakan, Pemerintah Kabupaten Belu saat ini sedang gencar melakukan promosi di sektor pariwisata. Terakhir, Pemkab Belu baru saja menggelar Festival Fulan Fehan yang sukses meraih Rekor Muri sebagai pagelaran likurai dengan peserta terbanyak mencapai 6.000 orang di Padang Fulan Fehan. Menurut Johanes, tren wisata dunia saat ini cenderung back to nature ikut menjadi faktor pendorong. Dengan promosi melalui kemasan yang baik dan sentuhan entertain, katanya, tradis...
PADA bulan Juli hingga November masyarakat di Kabupaten Belu dan Malaka Nusa Tenggara Timur (NTT), melakukan persembahan tahunan di tempat pemali, seperti Ksadan Lulik (batu pemali) di puncak Gunung Mandeu , Kecamatan Raimanuk , Desa Faturika . Lokasi ini bisa ditempuh dari Kota Atambua dalam dua jam perjalanan. Ritual yang biasa dilakukan di tempat ini berupa pemotongan hewan, seperti kerbau dan ayam. Tak lupa menyisipkan beberapa helai daun sirih dan pinang sebagai rasa terima kasih, bersyukur kepada leluhur dan sang maha pencipta. Dalam keyakinan warga Belu, ruh leluhur dan alam sangat kental hubungannya. Mereka meyakini leluhur mendiami alam yang disakralkan sejak jaman nenek moyang. Salah satunya di batu pemali yang terdapat di hutan adat dan tempat-tempat pemali lainnya. Ksadan lulik ini terbentuk dari susunan batu yang ditata rapi dalam lingkaran bulat setinggi satu meter atau lebih menyerupai punden berundak-undak. Susun...
Budaya 'Sasi' yang merupakan salah satu tradisi masyarakat adat di Maluku memiliki fungsi sangat besar dalam menjaga keberlangsungan potensi perikanan laut di daerah ini. "Budaya ini merupakan sebuah sisi kearifan lokal masyarakat adat secara turun temuran dan punya manfaat besar dalam menjaga potensi perikanan," kata Ketua DPRD Maluku Edwin Adrian Huwae, di Ambon, Kamis (4/12). Karena lewat sistem Sasi ini, orang tidak bisa melakukan penangkapan ikan, mengambil kerang-kerangan jenis lola, batulaga atau japing-japing, secara berlebihan sehingga merusak lingkunga Budaya Sasi bisa disebut sebagai sebuah perintah larangan bagi warga mengambil hasil kelautan atau pertanian sebelum waktu yang ditentukan, namun pada saatnya masyarakat dapat melakukan panen bersama-sama sehingga masyarakat benar-benar merasakan hasil kerja keras yang mereka lakukan. Hampir sebagian besar masyarakat adat di Maluku, terutama Kabupaten Maluku Tengah, Kota Tual, Maluku Tenggara dan Kabu...