Ritual Panas Gandong merupakan seremoni adat yang biasanya dilakukan antara dua atau lebih negeri adat di Maluku (terutama di Maluku Tengah). Ritual ini bertujuan untuk menghangatkan kembali relasi mereka sebagai “Orang Basudara/barsaudara” yang percaya bahwa leluhur mereka berasal dari kandungan/gandong yang sama. Dalam relasi gandong, warga negeri Rutong merupakan adik/ade dari warga Negeri Rumahkay. Awalnya leluhur mereka merantau meninggalkan Negeri Rumahkay, kemudian menetap dan beranak pinak di pesisir Timur Pulau Ambon, yang kini menjadi Negeri Rutong. Hubungan basudara harus tetap terjaga, dan ritual Panas Gandong adalah pengikat yang menyekutukan mereka.
Bagi banyak negeri adat di Maluku, relasi Gandong adalah ikon integrasi sosial. Panas Gandong merupakan elemen penanda sekaligus pengingat yang mengokohkan ikatan sosial mereka sebagai orang-orang bersaudara. Dalam dinamika ini orang-orang di Maluku menandai identitas ke-Maluku-annya sebagai yang utama, sebelum identitas-identitas lainnya, termasuk agama. Kearifan lokal ini tetap terjaga. Ia bahkan tak terhancurkan saat konflik “orang Basudara” memorak-porandakan negeri ini di masa lalu. Ketika konflik menggila di tahun 1999-2003 kita tetap bisa menemukan aktivitas-aktivitas tersembunyi antara negeri-negeri adat beragama Muslim dan Kristen yang terikat dalam hubungan gandong. Oleh beberapa lembaga yang bergerak dalam aktivitas resolusi konflik, relasi gandong diadopsi secara maksimal sebagai salah satu elemen pengikat yang mendorong percepatan reintegrasi sosial pascakonflik. Sekalipun relasi gandong secara eksklusif hanya menjadi tali integrasi bagi dua atau lebih negeri adat (yang sama atau berlainan agamanya), namun pola relasi ini dimanfaatkan untuk memperbanyak kumpulan energy positif (circle of trust and peace) yang pembesaran radiasinya dibutuhkan dalam upaya reintegrasi sosial pada masyarakat yang terbelah berdasarkan garis agama.
Dari Memori Bersama Menuju Tindakan Bersama
Kekuatan integrasi sosial dalam ritual panas gandong terletak pada penguatan memori-memori bersama sebagai orang bersaudara. Mengawali perjalanannya ke Negeri Rumahkay, masyarakat Rutong telah menggelar serangkaian prosesi adat di negerinya untuk mengingatkan asal muasal mereka menempati Negeri Rutong. Hal serupa dilakukan oleh masyarakat Negeri Rumahkay. Ketika beberapa “motor ikan” Negeri Rumahkay datang menjemput dan melakukan atraksi “Bailele” (mengelilingi kapal ferry dan angkutan laut lainnya yang membawa seribuan warga Negeri Rutong) terhadap gandong ade Negeri Rutong, sontak kedua saudara secara berbalasan melantunkan secara lagu orang bersaudara. Warga Negeri Rumahkay menyanyikannya dari kapal penjemput, berbalasan dengan warga Rutong yang mendendangkannya dari kapal-kapal mereka.
Seluruh detail yang terangkai dalam prosesi adat panas gandong membentuk struktur pengingat yang meneguhkan memori bersama orang bersaudara antara Rutong dan Rumahkay. Elemen-elemennya tampak pada lagu-lagu dan pantun adat yang dinyanyikan secara ritmis, repetitive dan berbalasan oleh kelompok “Jujaro-Ngungare” (muda-mudi) Rutong dan Rumahkay. Ia tergambar pula pada kelompok “Mataina” (ibu-ibu yang telah menikah) Rutong yang membawa keranjang-keranjang tertutup berisikan “barang-barang adat,” untuk diserahkan kepada saudara gandong kaka, Negeri Rumahkay. Sambutan mataina Negeri Rumahkay yang melilit dan mengantar prosesi ade-kaka dalam balutan “kain gandong” (kain putih panjang yang biasanya dipegang ibu-ibu untuk menyambut, melingkari dan mengantarkan prosesi adat menuju suatu tempat tertentu) merupakan elemen lain dalam detail prosesi adat, yang menyatukan ingatan Rutong-Rumahkay terhadap ikatan persaudaraan yang telah ditegakkan para leluhur. Arak-arakan prosesi adat Rutong-Rumahkay mencapai puncaknya ketika mereka diantar memasuki “Baileo” (rumah khusus tempat musyawarah adat) Negeri Rumahkay. Di Baileo, barang-barang adat diserahkan dan relasi gandong memperoleh peneguhan seutuhnya. Di Baileo pula, musyawarah adat dilangsungkan untuk membicarakan aksi-aksi bersama yang melibatkan tanggung-jawab kedua negeri bersaudara.
Segera setelah berakhirnya prosesi adat di rumah Baileo, ‘loudspeaker’ Negeri Rumahkay mengumumkan persiapan pelaksanaan peletakan batu pertama kantor Negeri Rumahkay. Aktivitas bersama dimulai dengan melibatkan kedua negeri gandong dalam suatu keharusan adat sebagai orang bersaudara. Dalam relasi orang basudara, proses saling membantu dalam menghadapi musibah maupun pembangunan bersama adalah kewajiban tidak tertulis untuk dipatuhi negeri-negeri adat yang terikat dalam hubungan gandong maupun Pela (berbeda dengan gandong, hubungan Pela tidak berbasis pada relasi sekandung. Ia merupakan pakta persaudaraan yang diangkat oleh dua negeri karena suatu peristiwa tertentu di masa lampau).
Bekerja-sama dan saling membantu adalah keharusan dan kepatutan etika gandong di Maluku. Saat berlangsungnya proses renovasi gedung gereja Negeri Ullath di Pulau Saparua beberapa bulan yang lalu, negeri-negeri adat di Pulau Buano yang beragama Islam mengantarkan material kayu bagi gereja dalam suatu proses adat menuju gedung gereja Negeri Ullath. Hal ini merupakan kewajiban adat mereka sebagai negeri-negeri Pela dari negeri Ullath. Tindakan serupa tampak ketika Negeri Batumerah di Kota Ambon melakukan pemasangan tiang alif pada masjid mereka. Dalam peristiwa itu warga Negeri Ema yang beragama Kristen, dan terikat dalam relasi gandong dengan Batumerah, memiliki keharusan adat untuk bersama-sama melakukan pemasangan tiang alif masjid. Melanggar kewajiban-kewajiban adat untuk saling menolong dalam relasi gandong (maupun Pela), dipercaya akan membawa petaka bagi kedua negeri bersaudara.
Ritual Panas Gandong tidak saja menjadi elemen penguat memori bersama bagi Negeri Rutong dan Negeri Rumahkay. Ia menjadi instrument pengingat bagi kita untuk tidak melupakan betapa kayanya kearifan-kearifan lokal yang kita miliki. Kearifan-kearifan lokal yang pada gilirannya menyediakan bagi kita modal sosial yang sangat kaya untuk mengelola kemajemukan kita. Rekonstruksi dan revitalisasi lalu menjadi pekerjaan kebudayaan yang harus terus menerus dilakukan oleh para perumus kebijakan publik. Tindakan ini penting dilakukan untuk mentransformasi kekayaan modal sosial ini menjadi etika bersama di ruang publik.
Sumber:
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/ritual-panas-gandong-integrasi-sosial-di-maluku
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja