|
|
|
|
Husu Matak Malirin, Husu Is no beran Tanggal 18 Nov 2018 oleh Deni Andrian. |
Ritual adat minta berkat leluhur (Husu Matak Malirin, Husu Is no beran) yang dilakukan Suku Laka Amanas di puncak Gunung Mandeu, Desa Mandeu Raimanus, Kecamatan Raimanuk memiliki nilai budaya tak terhingga. Ini mesti dijaga dan dilestarikan oleh anak cucu yang masih ada dan menyakininya.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Belu, Johanes Andes Prihatin kepada Pos Kupang di sela rapat koordinasi (rakor) pembangunan pariwisata Belu di Hotel Nusantara II Atambua, Senin (20/11/2017) mengatakan, Pemerintah Kabupaten Belu saat ini sedang gencar melakukan promosi di sektor pariwisata.
Terakhir, Pemkab Belu baru saja menggelar Festival Fulan Fehan yang sukses meraih Rekor Muri sebagai pagelaran likurai dengan peserta terbanyak mencapai 6.000 orang di Padang Fulan Fehan.
Menurut Johanes, tren wisata dunia saat ini cenderung back to nature ikut menjadi faktor pendorong.
Dengan promosi melalui kemasan yang baik dan sentuhan entertain, katanya, tradisi Suku Laka Amanas ini bisa dikemas menjadi sebuah atraksi yang diharapkan menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Kabupaten Belu.
“Semoga ritual ini dan ritual-ritual lainnya mampu menjadi daya tarik utama pariwisata Kabupaten Belu selain keindahan alamnya,” pungkasnya.
Secara terpisah, Pejabat Kementerian Pariwisata, Dewitri Anggraini kepada wartawan usai rakor mengatakan,Pemerintah pusat sangat fokus memberi perhatian kepada daerah perbatasan.
Karena itu, berbagai program pembangunan terutama pariwisata diarahkan ke Kabupaten Belu. Potensi pariwisata yang harus dikembangkan di Belu adalah wisata alam dan budaya.
Dikatakannya, pembangunan pariwisata harus didukung dengan jalinan sinergitas semua pihak. Pariwisata adalah leading sektor, sehingga berbagai lintas sektor lain juga bisa bergerak dan memberikan peran supaya pembangunan pariwisata lebih berkembang dan mendatangkan banyak wisatawan.
Untuk diketahui, Sebagian besar warga desa yang mengelilingi Gunung Mandeu di Desa Mandeu Raimanus, Kecamatan Raimanuk meyakini leluhur mereka pernah hidup dan tinggal di puncak gunung ini.
Keyakinan ini diperkuat dengan adanya tuturan sejarah para tetuah adat dari masing-masing suku. Dan dikuatkan lagi dengan adanya bukti keberadaan leluhur seperti susunan batu menyerupai mezbah dan tiang kayu (Ksadan).
Karena menyakini leluhurnya pernah hidup dan tinggal di puncak gunung, anggota suku sering melakukan ritual adat sesuai keyakinan mereka. Ritual adat ini dilakukan dengan mendatangi tempat rumah (Uma Fatik atau Ksadan) di puncak gunung.
Seperti halnya, salah satu suku yang meyakini leluhurnya berasal dari Puncak Gunung Mandeu adalah suku Laka Amanas (Laka Amanas-Biku Barani).
Anggota suku ini sesungguhnya telah berkembangbiak dan bertambah banyak. Saat ini rumah suku berada di Dusun Oekofu, Desa Renrua atau berjarak sekitar 10 kilometer dari puncak gunung Mandeu.
Sedangkan anggota suku telah menyebar di desa-desa sekitarnya seperti Desa Mandeu Raimanus, Desa Faturika, Dua Koran dan daerah lainnya.
Bahkan dalam tutur adat disebutkan bahwa leluhur orang Malaka, Kabupaten Malaka juga berasal dari puncak gunung ini.
Baru-baru ini, Sabtu (4/11/2017) puluhan anggota Suku Laka Amanas mendatangi puncak Gunung Mandeu, tepatnya di tempat yang disebut Ksadan Malaka.
Kedatangan anggota suku ini bukan untuk sekadar jalan-jalan atau berpiknik. Melainkan datang membawa hewan berupa babi dan ayam serta niatan yang tulus untuk “meminta berkat” kekuatan dan rejeki kepada leluhur.
Dalam bahasa Tetun, ritual meminta berkat ini sering di sebut Hana’i atau ada yang menyebutnya Husu Matak Malirin (minta berkat).
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang orang setempat menyebutnya Sa’e Foho (mendaki gunung dalam artian menuju tempat leluhur untuk minta berkat) atau ba tunu (pergi bakar/ lebih pada persembahan hewan kurban) yang bisa diterjemahkan sebagai prosesi adat meminta berkat kepada leluhur.
Tradisi ini biasanya dilakukan setahun sekali atau terkadang dilakukan jika ada anggota suku yang mendapat petunjuk melalui mimpi.
Jika ada seorang anggota suku yang mendapat petunjuk, dia akan memberitahu ketua suku atau tua adat untuk segera dilakukan ritualnya.
Anggota suku yang mendapat petunjuk ini biasanya akan menanggung hewan ternak besar (bisa babi atau sapi) untuk disembelih.
Sedangkan anggota suku lainnya hanya membawa ayam jantan yang juga nantinya akan disembelih untuk bisa “melihat” jalan kehidupan atau berkat apa yang bakal diterima. Prosesi ini disebut leno urat.
Selain hewan ternak yang dibawa, untuk kepentingan ritual, perlu ada juga jewawut yang dalam bahasa setempat disebut Tora.
Jika tidak ada jewawut/tora, sering diganti dengan sejenis padi beraroma harum (hare bauk morin). Tak lupa juga pinang dan daun sirih untuk ritualnya.
Tora atau hare bauk morin yang dibawa akan dimasak menjadi nasi dan akan dicampur dengan daging sudah dimasak tanpa garam atau bumbu apapun. Dijadikan sesembahan kepada leluhur.
Sedangkan siri dan pinang yang dibawa, akan dijadikan sebagai media untuk “memberitahu” leluhur tentang ritual adat ini.
Nantinya, setelah semua ritual selesai, sirih dan pinang akan dikunyah (dimamah) oleh tua adat untuk melakukan kaba (memberi tanda pada testa/dahi dan dada anggota suku) sembari memohon doa agar diberkati, diberi rejeki, keberhasilan dalam usaha dan dijauhkan dari kesialan atau marabahaya.
sumber: http://kupang.tribunnews.com/2017/11/20/tradisi-ritual-adat-minta-berkat-leluhur-di-gunung-mandeu-belu-punya-daya-tarik-wisata?page=all
#SBJ
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |