Salah satu kakawihan barudak (nyanyian anak-anak) dilakukan di halaman atau di beranda rumah. Untuk menentukan anak berperan sebagai kucing pada permainan kucing-kucingan. Anak yang menjadi kucing adalah anak yang tepat mendapat suku kata terakhir dari bait lagu tersebut. Lirik lagunya sebagai berikut : Cang cang si pencok si kacang Si niti anggolati Dog clo Blo lo nyon Anak yang tepat pada akhir kata ( nyon ) ialah yang menjadi kucing.
Langkah awal jika anak-anak hendak bermain kucing-kucingan, untuk menentukan siapa yang menjadi kucing. Salah seorang diantara mereka membeberkan telapak tangan kiri sambil menumpangkan telunjuk kanannya, kemudian diikuti oleh telunjuk-telunjuk kanan anak-anak yang ikut main. Mereka bersama-sama menyanyikan lirik : Dingding kiripik tulang bajing kacapit Saha nu kacapit jadi ucing ? Tepat ketika mengucapkan ucing telapak tangan itu dikepalkan, barang siapa yang telunjuknya terjepit ialah yang menjadi ucing. Segala permainan ucing-ucingan bisa diawali oleh “dingding kiripik”, misalnya ucing udag, ucing peungpeun, ucing kalangkang, dan sebagainya.
Ucang-ucang angge adalah nama lagu anak-anak. Dengan lagu ini kita mengajak anak-anak yang masih kecil bermain. Biasanya dilakukan oleh orang tua atau kakaknya, seolah-olah anak itu sedang menunggang kuda. Permainannya dilakukan dengan cara seseorang duduk ditempat yang lebih tinggi, misalnya diatas kursi atau ranjang dan kedua kakinya tergantung diatas lantai. Anak kecil itu didudukkan diatas kedua punggung kakinya, sedangkan kedua tangannya dipegang oleh si orangtua atau kakaknya, yang kanan oleh tangan kiri dan yang kiri oleh tangan kanan. Lalu kaki digerak-gerakkan ke atas dan ke bawah. Gerakan kaki demikian disebut ucang-ucang. Pada waktu menyanyikan larik terakhir (ari gog gog cungungung) kedua kaki itu diangkat tinggi-tinggi. Ucang-ucang angge dapat juga dilakukan dengan si orang tua tidur telentang dengan kedua kaki diangkat ke atas, kemudian si anak naik dan duduk di ujung kaki yang terangkat seolah sedang naik diatas pelana kuda. Muka si anak dan yang mengan...
Salah satu bentuk permainan anak-anak perempuan pada waktu senggang di tempat yang keras dan rata, dengan mempergunakan bola beklen dan biji-bijinya yang terbuat dari loyang atau kuwuk sebanyak 10-12 biji. Permainan ini dilakukan oleh lebih dari satu orang anak. Untuk anak menentukan siapa anak yang akan main pertama diadakan undian dengan cara suten bila hanya dua anak yang main atau hompimpah bila lebih dari dua orang atau. Barang siapa yang menang dialah yang pertama kali main dan jika pemain pertama itu lasut (gagal) maka permainan dilanjutkan oleh pemain kedua, dan seterusnya. Cara bermainnya, pertama menaburkan biji-bijian yang diupayakan supaya tidak terpencar berjauhan tapi juga tidak berhimpitan. Kemudia si anak melambungkan bolanya ke atas. Sewaktu bola melambung keatas, sianak mengambil biji-bijin yang terserak tersebut. Pengambilan biji satu-satu disebut mihiji, apabila dapat menyelesaikan mihiji kemudian midua (mengambil biji dua-dua dan seterusnya sampai pengam...
Sebuah permainan berupa penjaga kandang ayam yang berupaya jangan sampai tertangkap oleh musang. Musang sebaliknya terus mengejar mau menerkam ayam. Anak-anak lain yang menjadi penjaga kandang berusaha sekuat tenaga agar jangan sampai jebol oleh musang. Apabila musang dapat menjebolnya ayam berusaha cepat keluar dan sebaliknya. Permainan selesai jika ayam tertangkap oleh musang atau musang merasa lelah karena tidak dapat menangkap ayam. Jika ayam tertangkap maka musang dianggap menang. Sebaliknya jika ayam tidak dapat tertangkap, maka ayam dinyatakan sebagai pemenang. Permainan ini biasa dilakukan baik pada siang hari maupun malam hari ketika terang bulan, di halaman rumah.
Permainan ini dimainkan beberapa anak perempuan maupun lelaki di lapangan terbuka. Para pemain saling memegang ujung baju bagian belakang teman didepannya untuk membentuk barisan panjang. Pemain terdepan berusaha menangkap pemain yang paling belakang yang akan menghindar, sehingga barisan bergerak-meliuk-liuk seperti ular, tetapi barisan itu tidak boleh terputus. Sambil bermain, pemain melantunkan kawih. Oray-orayan luar-leor mapay sawah Tong ka sawah parena keur sedeng beukah Oray-orayan luar-leor mapay sawah Tong ka leuwi di leuwi loba nu mandi Oray-orayan Oray naon Oray bungka Bungka naon Bungka laut Laut naon Laut dipa Dipa naon Di pandeuri..ri..ri..ri
Arumba adalah ensemble musik dari berbagai alat musik yang terbuat dari bambu. Arumba lahir sekitar tahun 1960-an di Jawa Barat Indonesia, saat ini menjadi alat musik khas Jawa Barat. Arumba termasuk ensembel berarti termasuk seni musik. Pada tahun 1964, Yoes Roesadi dan kawan-kawan membentuk grup musik yang secara khusus menambahkan angklung pada jajaran ensemble-nya. Ketika sedang naik truk untuk pentas ke Jakarta, mereka mendapat ide untuk menamai diri sebagai grup Arumba (Alunan Rumpun Bambu). Kemudian sekitar tahun 1968, Muhamad Burhan di Cirebon membentuk grup musik yang bertekad untuk sepenuhnya memainkan alat musik bambu. Mereka memakai alat musik lama (angklung, calung), dan juga berinovasi membuat alat musik baru (gambang, bass lodong). Ensemble ini kemudian mereka beri nama Arumba (Alunan Rumpun Bambu). Sekitar tahun 1969, Grup Musik Arumba juga mengubah nama menjadi Arumba, sehingga timbul sedikit perselisihan istilah arumba tersebut. Dengan berjalannya waktu, istilah ar...
Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu , dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.
Kesenian Topeng Banjet adalah kesenian tradisional yang termasuk kedalam teater tradisional. Kesenian Topeng Banjet merupakan seni pertunjukan rakyat yang diawali dengan lawakan dengan Topeng Banjet kemudian diteruskan dengan pertunjukan seni drama tradisional. Topeng Banjet adalah kesenian tradisional khas Kabupaten Karawang. Menurut sejumlah tokoh, penamaan Topeng Banjet hanya berupa istilah untuk membedakan topeng tradisional dengan topng daerah Indramayu, Cirebon dan Jawa yang mengamen hingga pesisir Karawang. Topeng Banjet sangat khas dengan bahasa sundanya yang kasar dan waditra pengiringnya. Waditra atau pengiring Topeng Banjet sangat khas terdapat pada kendang, kecrek, dan goong buyung (gong kecil). Musik Topeng Banjet dimainkan menyerupai suara bancet (sejenis katak) bersahutan. Pada masa sekarang dalam pementasan kesenian Topeng Banjet tidak ada pemain yang memakai Topeng namun pada masa silam dalam sebagian pementasannya ada yang menggunakan Top...