Ragam Hias Pakaian Remaja Putri Sarko. (sumber: E-book Pakaian Adat Tradisional Daerah Provinsi Jambi. 2013. Jambi.)
Ragam Hias Pakaian Wanita Kenduri Sko (Lempur). (sumber: E-book Pakaian Adat Tradisional Daerah Provinsi Jambi. 2013. Jambi.)
Tari bedeti, jenis tarian dalam segala prosesi adat, baik kelahiran, perkawinan maupun prosesi adat lain. Tarian ini bermakna ungkapan doa selamat kepada Sang Pencipta. Tari bedeti biasa ditarikan berdua hingga lima orang. Ia hanya boleh dilakukan kaum perempuan, baik yang sudah menikah maupun lajang. Prosesi turun mandi ketika bayi berusia satu bulan pun biasa pakai tari bedeti. Biasa, ada lima penari, termasuk dukun bayi—hanya menggendong bayi sambil bersenandung. Keempat penari, akan menggoyangkan tubuh ke kanan dan kiri seiring dengan lafaz mantra. Sambil berjalan menuju anak sungai, dari bibir sang dukun terus menyenandungkan mantra-mantra, di sisi sungai sudah menunggu salah satu perempuan yang akan menyambut bayi dan memandikannya. Penari lain, akan mengelilingi dukun yang memimpin tarian itu. Mereka mengartikan, empat orang di sekitar dukun adalah orang yang menjaga atau melindungi si dukun ketika mantra-mantra terucap. Ia jadi pilar bagi si dukun agar lelu...
Kurang lebih 600 tahun yang lalu sebelum masuknya agama Islam ke Desa Kumun, kesenian yang ada masih berisi atau bersifat pemujaan kepada arwah nenek moyang/ tempat-tempat sakti/keramat. Saat itu seni yang hidup di Desa Kemuan di antaranya Nyambuk jiyeo (tarian yang dilakukan untuk pengobatan). Sejalan dengan masuknya agama Islam, muncul tari Rangguk (Ranggauk), tari ini merupakan sebuah media penyebaran agama Islam melalui kesenian di Desa Kemuan, di mana “merangguk” berasal dari kata mereguk (bermenung sambil berfikir), sebagai kesenian yang bernafaskan Islam dan digunakan sebagai media dakwah dalam penyebaran agama Islam di desa tersebut. Kemudian, seiring dengan datangnya para muballiq agama Islam, maka dibuatlah tarian Rangguk dalam bahasa daerah biasa disebut Ranggauk yang berasal dari kata mereguk. Pada awalnya Rangguk/Merangguk merupakan tarian yang dilakukan secara masal, masyarakat boleh ikut menari bersama, tanpa mengenal usia maupun jenis kelamin –...
Masyarakat di Desa Koto Dian mengolah pandan berduri (pandanus tectorius), di mana masyarakat desa setempat menyebut dengan pandan baiduri. Sejak zaman dahulu, pandan inilah yang selalu digunakan oleh masyarakat di desa tersebut untuk membuat kerajinan. Kemahiran kerajinan tradisional itu adalah Lapik atau biasa disebut dalam bahasa daerah setempat Lapaek. Akan tetapi karena Lapik/Lapaek tersebut hanya berasal dari desa Koto Dian Rawang maka akhirnya masyarakat umum menyebutnya dengan sebutan Lapik Rawang. Lapik atau lapaek merupakan sebuah hasil kemahiran kerajinan tangan yang dibuat dari tumbuhan yang banyak tumbuh di alam sekitarnya dan biasa disebut dengan Pandan baiduri (pandan berduri), karena banyak tumbuh di daerah mereka, maka masyarakat Desa Koto Dian Rawang mengolah bahan tersebut menjadi lapaek. Keahlian menganyam lapaek secara umum dimiliki oleh kaum perempuan, baik ibu-ibu maupun remaja putri. Lapaek biasa digunakan sebagai alas duduk para pemangku adat/depati, pen...
Tari Tauh (masyarakat setempat terkadang menyebut dengan istilah Kesenian Tauh) sudah ada di Desa Lempur Tengah sejak lama, dan selalu ditampilkan pada saat selesai pesta panen padi (kenduri sko setelah tuai). Di mana tari tauh merupakan sebuah ungkapan rasa syukur masyarakat setempat atas hasil panen yang diperoleh – sesuai dengan kehidupan masyarakat yang agraris. Selain itu juga, tauh sebagai sebuah ungkapan rasa terima kasih kepada leluhur yang dipercaya ikut menjaga dan menghindari desa mereka dari bencana. Tauh juga dipergunakan untuk penghormatan dalam menyambut tamu yang dianggap penting. Menurut sejarah, tari tauh yang ada di Desa Lempur, Kabupaten Kerinci sudah ada sejak 1817 (sejak zaman Pamuncak), bahwa tauh telah dipakai oleh seluruh pamuncak untuk mengisi acara pesta panen serta acara penyamputan tamu yang dihormati, dan kehadiran tauh sendiri bersamaan dengan asal-usul Desa Lempur tersebut. Hingga kini keberadaan tauh terus dipertahankan, dan terus dilestari...
Ampek gonjie limo gonop adalah suatu tradisi yang berasal dari Desa Muaro Kibul, Kecamatan Tabir Barat, Kabupaten Merangin. Tradisi ini telah ada sejak lama, diturunkan dari nenek moyang dan telah diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Ampek gonjie limo gonop merupakan kegiatan berbalas pantun antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan mulai dari malam hingga menjelang pagi. Akan tetapi pada saat berbalas pantun tersebut harus ada yang menemani, biasanya dari pihak keluarga perempuan, sehingga tidak ganjil dipandang mata dan untuk menjaga hal yang tidak baik. Posisi duduk pada saat berbalas pantun, yaitu dengan saling berhadapan. Bagi masyarakat Desa Muaro Kibul, muda-mudi yang berpasangan atau berdua-duaan dianggap tidak baik, apalagi jika belum menikah, karena akan menimbulkan fitnah. Untuk itulah dihadirkan pihak ke tiga, dalam hal ini keluarga dari pihak perempuan, biasanya ibu dari perempuan mendampingi mereka sehingga menjadi genap, dan kehadiran pihak ke tiga ter...
Tari Iyo-iyo adalah sebuah tari tradisi yang biasanya dilaksanakan bersamaan dengan upacara kenduri sko. Tari ini sudah ada sejak lama, dan kehadirannya bersamaan dengan kenduri sko. Kata “iyo-iyo” berasal dari yo yo maksudnya membenarkan atau meng-iyakan yang disampaikan oleh para ninik mamak/pemimpin adat/depati. Pada saat benda pusaka diturunkan dari tempatnya, maka para kaum wanita bersamasama menyambutnya sambil menarikan iyo-iyo. Mereka menari sambil menyanyi (tale) yang mengiringi geraknya. Syair lagu/nyanyiannya ialah: Iyo-iyo rilok tarai kayo sadou rinai iyo-iyo-iyo Iyo-iyo rayun jaroilah saludeang jateuh iyo-iyo-iyo Iyo-iyo rantok kakai kudea dibularoi iyo-iyo-iyo Iyo-iyo semauk tapijeak rideak ralah matai iyo-iyo-iyo Setelah benda pusaka tersebut diturunkan lalu dicuci, selanjutnya diperlihatkan di hadapan masyarakat dan dibawa ke halaman atau tanah lapang. Setelah didahului oleh pencak silat yang dilakukan oleh hulu balang, maka kaum p...
Ngagoah imo adalah upacara adat yang sudah ada sejak dulu dan diwariskan turun-temurun dalam kehidupan masyarakat di Pulau Tengah, Kabupaten Kerinci. Tidak dapat diketahui secara pasti kapan hadirnya upacara ngagoah imo ini. Upacara ngagoh imo dilaksanakan saat ditemukan harimau mati di hutan atau di alam rimba Gunung Raya, kawasan yang juga termasuk Pulau Tengah. Setelah menemukan harimau yang mati tersebut, maka masyarakat Pulau Tengah melaksanakan upacara Ngagoah Imo. Hal ini dimaksudkan agar kelompok harimau lainnya tidak turun dari gunung dan mengganggu warga atau masyarakat di desa tersebut. Ketika ditemukan harimau yang mati, maka harimau yang mati ditutupi kain putih layaknya manusia. Kemudian harimau tersebut ditandu menuju balai adat. Diletakkan di tempat yang agak tinggi dan ditegakkan seperti harimau yang masih hidup. Selanjutnya, ketua adat akan membaca mantra diiringi bunyi yang berasal dari tarawoak (bunyi dari pelepah pinang yang ditabuh/dipukul) yang berfungsi u...