|
|
|
|
Rangguk Kumun Tanggal 22 Dec 2018 oleh Sri sumarni. |
Kurang lebih 600 tahun yang lalu sebelum masuknya agama Islam ke Desa Kumun, kesenian yang ada masih berisi atau bersifat pemujaan kepada arwah nenek moyang/ tempat-tempat sakti/keramat. Saat itu seni yang hidup di Desa Kemuan di antaranya Nyambuk jiyeo (tarian yang dilakukan untuk pengobatan). Sejalan dengan masuknya agama Islam, muncul tari Rangguk (Ranggauk), tari ini merupakan sebuah media penyebaran agama Islam melalui kesenian di Desa Kemuan, di mana “merangguk” berasal dari kata mereguk (bermenung sambil berfikir), sebagai kesenian yang bernafaskan Islam dan digunakan sebagai media dakwah dalam penyebaran agama Islam di desa tersebut.
Kemudian, seiring dengan datangnya para muballiq agama Islam, maka dibuatlah tarian Rangguk dalam bahasa daerah biasa disebut Ranggauk yang berasal dari kata mereguk. Pada awalnya Rangguk/Merangguk merupakan tarian yang dilakukan secara masal, masyarakat boleh ikut menari bersama, tanpa mengenal usia maupun jenis kelamin – tua, muda, pria maupun wanita, anak-anak maupun dewasa. Hal ini dilakukan untuk kesenangan atau hiburan bersama. Sementara untuk musik iringan pada saat itu digunakanlah alat seadanya yang terdiri dari peralatan rumah tangga, seperti panci, penggorengan, cawan, baskom dan sebagainya, yang selanjutnya peralatan tersebut digunakan sebagai musik untuk mengiringi mereka merangguk dan juga penari yang sambil bernyanyi, melantunkan puji-pujian kepada Allah SWT.
Hj. Rosma (generasi ke 5) adalah penerus aktif dari tari ini, dimana beliau mendapatkan tari rangguk/merangguk dari ayahnya, sedangkan ayahnya meneruskan dari kakeknya, begitu ke atas seterusnya. Menurut Hj. Rosma, pada kisaran tahun 1946, tarian tersebut mulai ditata agar lebih menarik dan teratur. Ibu Hj. Rosma mengganti peralatan rumah tangga yang selama ini dipakai dan dipukul sebagai gendang untuk mengiringi tarian, dengan sejenis rebana. Menurut penuturan Hj. Rosma penggunaan rebana berasal dari kata Yaa Robbana (ya Tuhan kami). Hal ini sesuai dengan apa yang dimaksud oleh para muballiqh dalam menyiarkan agama Islam.
Rebana terdiri dari tiga ukuran, yaitu rebana kecil dipegang oleh penari, rebana sedang dipegang oleh penggendang dan rebana besar dipegang oleh penabuh atau peninting dan ditambah dengan gong. Pada saat gendang dipukul bersamaan dengan tarian rangguk yang dilakukan sambil bernyanyi, selain penari ikut bernyanyi, ia juga memukul rebana kecil. Tari rangguk biasa ditampilkan untuk penghormatan kepada tamu, upacara adat, acara keagamaan, kenduri adat setelah tuai maupun pada saat pesta pernikahan.
Sumber : Buku Penetapan WBTB 2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |