Ngagoah imo adalah upacara adat yang sudah ada sejak dulu dan diwariskan turun-temurun dalam kehidupan masyarakat di Pulau Tengah, Kabupaten Kerinci. Tidak dapat diketahui secara pasti kapan hadirnya upacara ngagoah imo ini. Upacara ngagoh imo dilaksanakan saat ditemukan harimau mati di hutan atau di alam rimba Gunung Raya, kawasan yang juga termasuk Pulau Tengah. Setelah menemukan harimau yang mati tersebut, maka masyarakat Pulau Tengah melaksanakan upacara Ngagoah Imo. Hal ini dimaksudkan agar kelompok harimau lainnya tidak turun dari gunung dan mengganggu warga atau masyarakat di desa tersebut.
Ketika ditemukan harimau yang mati, maka harimau yang mati ditutupi kain putih layaknya manusia. Kemudian harimau tersebut ditandu menuju balai adat. Diletakkan di tempat yang agak tinggi dan ditegakkan seperti harimau yang masih hidup. Selanjutnya, ketua adat akan membaca mantra diiringi bunyi yang berasal dari tarawoak (bunyi dari pelepah pinang yang ditabuh/dipukul) yang berfungsi untuk menjemput roh harimau, sebagai petanda ritual dimulai.
Diyakini dengan adanya upacara ini, roh harimau mendengar dan datang menjelma. Masyarakat Pulau Tengah mempercayai bahwa harimau berkuping tanah – pendengarannya menembus setiap jejak langkah. Setelah kain putih dibuka, maka satu per-satu berbagai jenis benda kemudian diletakkan di hadapan harimau (patung harimau), sebagai tebusan. Prinsipnya adalah melunasi hutang yaitu ”belang diganti belang, hilang taring diganti taring, hilang ekor diganti ekor, hilang mata diganti mata”. Taring harimau diganti keris, kuku harimau diganti sebilah pedang, suara auman harimau diganti dengan pukulan gong, warna mata harimau yang berkilat dan keras diganti dengan kelopak betung (pelepah bambu bagian dalam), dan belang harimau diganti dengan kain tiga warna (merah, putih, hitam).
Masyarakat Pulau Tengah meyakini bahwa telah ada hubungan saling menghargai antara makhluk hidup yang telah terjalin sejak dahulu. Kelestarian hubungan itu terus terjaga hingga saat ini. Maka untuk memuliakan dan menjaga hubungan serta menghormati raja hutan tersebut, masyarakat menggelar upacara ngagoah imo. Upacara ngagoah imo dilaksanakan terakhir kali sekitar tahun 1965-an. Hal ini berkaitan dengan tidak diketemukannya lagi harimau yang mati di hutan sekitar Pulau Tengah tersebut. Saat ini masyarakat setempat menyebut ngagoah imo dengan sebutan Tari Ngagoah Imo. Secara sosial terlihat bahwa terjadi interaksi simbolik antar hubungan manusia dengan makhluk lainnya (harimau), sebagai hewan yang dihormati, dan sebagai sesame makhluk hidup agar memiliki hubungan yang harmonis, saling berdampingan. Tari ngagoah imo memiliki makna simbolik yang terus dipertahankan oleh masyarakat Pulau Tengah
Sumber : Buku Penetapan WBTB 2018
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja