|
|
|
|
Ampek Gonjie Limo Gonop Tanggal 24 Dec 2018 oleh Sri sumarni. |
Ampek gonjie limo gonop adalah suatu tradisi yang berasal dari Desa Muaro Kibul, Kecamatan Tabir Barat, Kabupaten Merangin. Tradisi ini telah ada sejak lama, diturunkan dari nenek moyang dan telah diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Ampek gonjie limo gonop merupakan kegiatan berbalas pantun antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan mulai dari malam hingga menjelang pagi. Akan tetapi pada saat berbalas pantun tersebut harus ada yang menemani, biasanya dari pihak keluarga perempuan, sehingga tidak ganjil dipandang mata dan untuk menjaga hal yang tidak baik. Posisi duduk pada saat berbalas pantun, yaitu dengan saling berhadapan. Bagi masyarakat Desa Muaro Kibul, muda-mudi yang berpasangan atau berdua-duaan dianggap tidak baik, apalagi jika belum menikah, karena akan menimbulkan fitnah. Untuk itulah dihadirkan pihak ke tiga, dalam hal ini keluarga dari pihak perempuan, biasanya ibu dari perempuan mendampingi mereka sehingga menjadi genap, dan kehadiran pihak ke tiga tersebut dapat mengontrol tingkah laku ataupun pantun yang disampaikan, sehingga etika dalam pergaulan dan perbuatan yang tidak pantas dapat dihindari.
Ampek gonjie limo gonop dilakukan bersamaan dengan masa panen yang biasa disebut dengan Ketalang petang (panen hasil ladang atau sawah) yang dilakukan keesokan harinya, maka pada malam hari sebelum panen akan dilakukan Ampek gonjie limo gonop, karena pada zaman dahulu sebagian besar mata pencaharian masyarakat Desa Muaro Kibul adalah bertani dan bercocok tanam di talang (ladang). Ampek gonjie, limo gonop merupakan sebuah ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas hasil panen yang mereka dapatkan.
Tradisi Ampek gonjie limo gonop dilaksanakan di pinggir ladang atau sawah, dengan membangun bilik-bilik kecil berukuran 2X3 meter persegi, masyarakat Desa Muaro Kibul biasanya menyebut tempat tersebut dengan belerong. Belerong dibuat sebanyak jumlah pasangan muda-mudi yang ikut berbalas pantun, sementara batas antara bilik biasanya menggunakan kain panjang yang dipakai untuk dijadikan dinding-dinding bilik, seakan-akan bilik tersebut menjadi ruang tamu.
Hanya saja, sejak tahun 1980, Ampek gonjie limo gonop tidak lagi dipertunjukkaan, hal ini berkaitan dengan harga karet yang melambung tinggi, maka masyarakat meninggalkan sawah/ladang dan beralih menjadi petani getah (karet). Sejak itu budaya Ampek gonjie limo gonop terpinggirkan bahkan tidak pernah lagi dilakukan – jarang ditemui.
Sumber : Buku Penetapan WBTB 2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |