Pariwisata Jombang bagian utara sedikit kurang diekspos. Padahal, wilayah bagian utara Ringin Conthong itu dulunya diduga merupakan bagian dari ibukota Kerajaan Mdang yang didirikan Mpu Sndok dan wilayah yang akrab dengan Prabu Airlangga pendiri Kerajaan Kahuripan. Salah satu peninggalan Sang Prabu bahkan masih ada dan menjadi ikon wisata Kecamatan Kudu ; Sendang Made. Sendang Made adalah situs petilasan bersejarah peninggalan Prabu Airlangga. Sendang Made berasal dari kata sendang yang artinya kolam dan Made yang merupakan nama desa dimana kolam-kolam yang tak pernah kering itu berada. Sendang Made dulu dikenal sebagai Dempo Madukoro, yang mungkin kemudian disingkat menjadi ‘dema’ dan dibalik menjadi Made yang lalu menjadi nama desa. Dinamakan sendang, karena ada banyak kolam di kompleks petilasan Raja Airlangga ini. Ada satu kolam utama berukuran sekitar 8 x 11 meter yang dinamakan Sendang Gede. Ada kolam-kolam lain yang berukuran lebih kecil di s...
Warga Bawean kalau tidak bisa menciptakan sesuatu yang sifatnya alternatif, sekalipun hal itu berupa kesenian. Khawatir dengan budaya modern yang terlalu mengumbas goyangan erotis dan pornoaksi, sejumlah seniman Bawean menciptakan kesenian Kercengan. Karena dicipatkan seniman asli Bawean, tarian ini bernuansa religius. Kalau kita pernah melihat tarian Saman dari Nagro Aceh Darussalam, maka kesenian tersebut hampir mirip dengan seni Kercengan di Bawean. Bedanya penari Kercengan membawa alat musik kercengan yang menari mengikuti alunan alat musik kercengan. Sementara tari Saman, penarinya murni melakukan atraksi olah tubuh tari-tarian degan diiringi nyanyian sang penari. Serupa tapi tidak sama, demikian penilaian orang saat membandingkan Kercengan dengan tarian Saman. Untuk tarian Kercengan, penarinya terdiri puluhan orang gadis berjejer beberapa baris di depan. Seperti dengan tarian Saman, seni Kercengan juga mengutamakan gerak tangan, menggunakan dua unsur gerak yang menjadi uns...
Othek, Warisan Leluhur Budaya Suku Osing Kota dengan julukan “Sunrise of Java” kembali menampilkan salah satu kekayaan budayanya, yakni othek. Othek merupakan salah satu alat musik khas dari lesung padi dari Banyuwangi. Alat musik unik tersebut sebenarnya diciptakan dari kebiasaan sehari-hari oleh warga Desa Kemiren, Banyuwangi. Saat para kaum wanita menumbuk padi, maka dengan memainkan alunan musik yang merdu menjadi hiburan bagi mereka sehingga munculkan kesenian musik othek. Alat musik othek merupakan lesung padi berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kayu dengan lubang dibagian tengah untuk menumbuk padi. Tak hanya bagian tengah yang dipukul dengan alu, bagian samping dan depan juga menjadi bagian yang dipukul. Dahulu tradisi ini dimainkan oleh Suku Osing pada saat panen padi atau pada saat hajatan. Meskipun kesenian musik ini tergerus jaman, Desa Kemiren rupanya masih berusaha untuk melestarikan othek. Hal ini terbukti dengan penyajian musik oth...
Banyuwangi kembali menunjukkan taringnya dalam kekayaan budaya. Budaya yang akan dibahas kali ini adalah Gedhogan atau Gendhongan . Dahulu wanita-wanita di Desa Glagah, Banyuwangi bekerja sebagai penumbuk padi. Banyaknya beras yang tersedia membuat pekerjaan cukup berat, membosankan, dan melelahkan tentunya. Sepanjang proses penumbuk padi tersebut untuk mengurangi kebosanan, mereka akhirnya menyanyikan lagu-lagu. Bukan hanya memainkan lagu, tanganpun memainkan pukulan-pukulan alu di permukaan gedhogan tersebut. Ritme yang dibuat secara spontan ini menciptakan permainan lagu yang nikmat didengar. Harmonisasi ditambah dengan pukulan sebatang logam terhadap logam lainnya serupa pisay kasar dan logam kecil penumbuk sirih sehingga menimbulkan dentingan lagu yang semakin asyik. Sungguh seni hiburan yang segar, bukan ?! permainan yang berupa seni hiburan ini saat ini sudah sering muncul sebagai sebuah seni perÃÂtunjukan. Latar Belakang Sosial Budaya. Semula wan...
Di Pulau Madura cukup banyak ditemukan peninggalan sejarah pada masa masuknya peradaban Islam. Salah satunya ialah keberadaan Situs Aer Mata di Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan. Komplek situs sejarah yang terletak di sisi utara, sekitar 30 kilometer dari arah Kota Bangkalan ini, menyimpan banyak fakta dan cerita sejarah, termasuk peninggalan berupa makam Islam kuno, yang disertai dengan arsitektur budaya Hindu-Budha. Konon menurut legendanya, konstruksi bangunan situs itu didirikan pada abad ke-15 atau ke-16. Walau sudah uzur, tapi bentuk bangunan tersusun rapi meski dibangun tanpa alat perekat dari semen. Mulai dari nisan, kerangka kuburannya, semuanya terukir indah yang terbuat dari batu putih mirip pualam yang diambil dari lokasi sekitar makam. Keindahan yang menonjol dan bernilai seni tinggi tersebut terletak pada tiga cungkup utama makam yang berukuran 40 x 20 meter, yakni makam Ratu Ibu Syarifah Am...
Waktu kita bertandang ke Kabupaten Blitar, terkecuali makam Sang Proklamator, Bung Karno kita juga diingatkan karenanya ada Kyai Pradah. Apakah sesungguhnya Kyai Pradah itu? Konon ketika penobatan tahta Kerajaan Kartasura Sri Susuhunan Pakubuwono I, beliau memiliki saudara dari selir ayahnya bernama Pangeran Prabu. Saat Sri Susuhunan Pabubuwono I dinobatkan juga sebagai raja, Pangeran Prabu terasa sakit hati serta ia punya niat membunuh Sri Susuhunan Pabubuwono I, tetapi upayanya ketahuan, jadi juga sebagai hukuman atas kekeliruannya itu Pangeran Prabu ditugasi menebang kayu di rimba Lodoyo. Saat itu rimba Lodoyo di kenal sangatlah wingit (angker) serta banyak ditempati binatang buas. Lantaran Pangeran Prabu terasa salah, untuk menebus kekeliruannya beliau pergi ke rimba Lodoyo serta diikuti istrinya Putri Wandansari serta abdinya Ki Sangat Tariman dengan membawa pusaka bendhe yang dinamakan Kyai Bicak, yang bakal dipakai juga sebagai tumbal ‘penolak bala’ di rimba Lodoy...
Pada zaman dahulu kala, di sebelah utara Gunung Kendeng berdiri sebuah kerajaan bernama Malowopati. Rajanya bergelar Prabu Anglingdarma. Ia seorang raja yang arif dan bijaksana serta kaya raya. Wajahnya tampan. Ia suka bertapa dan berkelana mencari pencerahan jiwa. Tak heran jika ia termasuk seorang raja yang disegani oleh kawan maupun lawan karena kelebihan dan kesaktian yang dimilikinya. Konon, Prabu Anglingdarma juga dikaruniai anugerah untuk mengerti dan mengetahui bahasa semua binatang. Ketika Anglingdarma masih berusia muda, ia senang keluar masuk desa. Banyak negeri yang disinggahinya. Semua itu ia lakukan demi menambah wawasan, ilmu pengetahuan, dan pengalaman hidup. "Aku tak akan mengambil seorang istri kecuali titisan dari Dewi Widowati," katanya dalam hati. Anglingdarma terus mengembara, menuruti kata hatinya. Pada suatu waktu, ia berjumpa dengan seorang putri cantik jelita, mengenakan selendang sutra ungu, kembang beludru, dan kebaya sutra kesumba....
Desa Dukun tiba-tiba menjadi buah bibir masyarakat Gresik, Jawa Timur, bahkan seluruh Indonesia. Desa yang menjadi ibukota kecamatan Dukun itu sebenarnya seperti desa-desa lain, tidak ada yang istimewa dari desa itu. Namun, nama desa itu tiba-tiba banyak disebut dan diperbincangkan banyak orang. Nama desa itu mengorbit bak artis yang sedang naik daun sejalan dengan terpilihnya Drs. K.H. Robbah Ma’sum, M. M. sebagai bupati Gresik pertama yang terpilih pada era reformasi. Bupati yang diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa itu yang telah menorehkan tinta emas dalam pemerintahan kabupaten Gresik Betapa tidak, euforia reformasi yang ditandai dengan berdirinya partai-partai baru bentukan rakyat itu telah mengantarkan Drs. K. H. Robbah Ma’sum, M. M., keturunan tokoh legendaris Jaka Tingkir, sebagai bupati yang muncul dari dari bawah. Tidak seperti pada masa Orde Baru, bupati itu dianggkat berdasarkan...
Warga Gresik sli tentu paham dan mengerti siapa Nyai Ageng Pinatih atau nyai gede pinatih, menurut cerita, dia adalah seorang perempuan yang memiliki jasa sangat besar, selain karena dia adalah seorang ibu angkat yang “menemukan” seta mengasuh dan membesarkan. Beliau juga sekaligus mendidik Raden Paku atau Sunan Giri. Pada era jaman Majapahit, Nyai Gede Pinatih juga dikenal dengan sebutan Nyai Tandes yang tak lain adalah saudagar kaya raya dan sangat dihormati oleh para raja, hal itu bisa dibuktikan dari pengangkatannya sebagai Syahbandar Gresik yang ternama pada jamannya. Menurut sejarawan Oemar Zainuddin dalam bukunya yang berjudu Kota Gresik 1896-1916 Sejarah Sosial Budaya Dan Ekonomi (Penerbit Ruas), Nyai Gede Pinatih adalah seorang perempuan pertama di Nusantara pada zaman kesultanan untuk memungut bea cukai dan mengawasi para pedagang asing. Singkat cerita, Nyai Ageng Pinatih pergi dari Keraton Blambangan karena suaminya bermaksud hendak menikah lagi. L...