Pariwisata Jombang bagian utara sedikit kurang diekspos. Padahal, wilayah bagian utara Ringin Conthong itu dulunya diduga merupakan bagian dari ibukota Kerajaan Mdang yang didirikan Mpu Sndok dan wilayah yang akrab dengan Prabu Airlangga pendiri Kerajaan Kahuripan. Salah satu peninggalan Sang Prabu bahkan masih ada dan menjadi ikon wisata Kecamatan Kudu ; Sendang Made. Sendang Made adalah situs petilasan bersejarah peninggalan Prabu Airlangga. Sendang Made berasal dari kata sendang yang artinya kolam dan Made yang merupakan nama desa dimana kolam-kolam yang tak pernah kering itu berada. Sendang Made dulu dikenal sebagai Dempo Madukoro, yang mungkin kemudian disingkat menjadi ‘dema’ dan dibalik menjadi Made yang lalu menjadi nama desa.
Dinamakan sendang, karena ada banyak kolam di kompleks petilasan Raja Airlangga ini. Ada satu kolam utama berukuran sekitar 8 x 11 meter yang dinamakan Sendang Gede. Ada kolam-kolam lain yang berukuran lebih kecil di sekitar Sendang Made. Setiap kolam bahkan punya nama sendiri-sendiri, yaitu :
· Sendang Payung
· Sendang Padusan
· Sendang Sinden
· Sendang Omben
· Sendang Drajat
Tidak ada bukti apapun yang membuktikan bahwa Sendang Made adalah peninggalan Raja Airlangga. Namun Cerita turun-temurun sudah menjadi bukti paling kuat yang merujuk pada sejarah tempat ini. Ada kemungkinan Sang Prabu menggunakan nama 'Made' sebagai nama samarannya ketika dalam pelarian, yang kemudian menjadi asal-usul nama desa. Awal ceritanya, Sang Raja yang merupakan seorang pangeran dari Bali ini sedang melangsungkan pernikahan dengan putri Dewi Sekarwati yang merupakan anak dari paman matrilinealnya. Ketika pesta pernikahan sedang digelar, tiba-tiba ada serangan dari tentara Raja Wura-Wuri dari Tulungagung. Sang Pangeran Bali dan pengantinnya lari ke pedalaman Made di Jombang ditemani ‘asistennya’ Mpu Narotama dan pengikutnya termasuk para dayang.
Pedalaman Made yang dipilih untuk lokasi persembunyian adalah lokasi Wisata Sendang Made sekarang. Dulunya, Desa Made adalah hutan belantara, sehingga lokasi ini dirasa cukup aman dari kejaran tentara Tulungagung yang memburunya. Lokasi itu kemudian menjadi rumah persembunyian Sang Raja. Sang Prabu ditemani ‘asistennya’ Mpu Narotama dan para dayang hidup selama tiga tahun di Sendang Made. Selama masa pelarian ini Raja Airlangga menyamar menjadi rakyat biasa yang bekerja sebagai pembuat kerajinan, pengrajin emas, dan sesekali berprofesi sebagai grup kesenian keliling. Selain sebagai destinasi wisata sejarah petilasan Raja Airlangga, Sendang Made juga menjadi destinasi wisata budaya karena adanya ritual adat kungkum yang rutin dilakukan di Sendang Made. Kungkum yang dalam bahasa Jawa artinya berendam atau mandi di kolam, dulunya dilakukan oleh Raja Airlangga. Sang Prabu dulunya sering melakukan nyepi di kolam ini. Aktivitas nyepi ini semacam meditasi yang dilakukan dengan mandi berendam dalam sendang. Kolam-kolam ini semacam ‘bath tube’ yang berfungsi sebagai tempat Sang Raja membersihkan diri, tapi dalam versi alami dan tradisionalnya. Bisa jadi, setelah mandi beliau tampak bersih dan segar setelah tandak ngamen keliling, sehingga penampilannya makin menarik dan makin laris sebagai pengamen.
Karena makin laris dalam aktivitasnya dalam tandak ngamen, masyarakat pun meyakini dengan melakukan ritual ini akan laris tanggapan seperti yang dialami Raja Airlangga saat menyamar menjadi pengamen. Selain itu keinginan Sang Prabu juga terpenuhi. Dari kisah ini akhirnya muncul tradisi kungkum yang digelar setiap tahun pada bulan Suro. Ritual kungkum alias berendam ini kemudian menjadikan Sendang Made sebagai lokasi jujugan para sinden, atau siapapun yang ingin mendapatkan ‘kejayaan’ dalam karirnya. Dipercaya, siapa yang melakukan ritual kungkum di dalam kolam Sendang made akan mendapat apa yang diinginkan dan mitos-mitos itu seakan menjadi kenyataan. Menurut Mbah Supono Sang Juru Kunci, berendam dalam kolam hanya sebagai media. Meminta hajat tetap pada Allah Sang Pencipta, dan yang paling penting adalah keyakinan. Orang-orang yang kungkum di Sendang Made umumnya memiliki harapan tersediri. Biasanya, orang yang ingin peningkatan dalam karirnya segera terwujud, atau dalang makin terampil dalam menggerakkan lakonnya. Para sinden juga kemari berharap suara sinden tersebut bisa semerdu istri Sang Prabu, yang diduga kuat berperan menjadi ‘vokalis’ Sang Raja saat menyamar menjadi pengamen keliling.
Ritual ini dilakukan sendiri oleh yang memiliki hajat dengan berendam (maaf) telanjang dalam salah satu kolam yang diinginkan, dengan didampingi oleh Sang Juru Kunci yang memandu dari di tepi kolam. Seluruh tubuh dicelupkan ke dalam air hingga tiga kali sambil berdoa meminta kepada Yang MahaKuasa. Banyak kepala desa maupun artis yang konon sudah melakukan ritual ini. Termasuk Inul Daratista yang kini sudah menjadi pedangdut papan atas tanah air. Ritual ‘privat’ ini dilakukan tak hanya di siang hari, tapi juga tengah malam. Tak heran inilah mengapa Sendang Made buka 24 jam, mengingat banyaknya pengunjung yang ingin melakukan ritual dalam waktu tertentu sesuai amalan yang dipercaya mampu mengabulkan keinginan. Contohnya di malam kamis legi, lokasi ini pasti ramai oleh para peziarah yang mencari wangsit maupun berkunjung ke petilasan. Sedangkan ritual ‘pelantikan’ sinden biasanya dihelat setahun sekali di Bulan Suro, dan dilakukan bersamaan. Seorang perempuan yang akan menjadi sinden, atau Sang Dalang dalam pementasan wayang harus dimandikan terlebih dahulu di Sendang Made, karena mengikuti aktivitas yang menjadi cikal bakal ritual yang dilakukan Raja Airlangga selama tergabung dalam grup kesenian keliling. Ritual mandi di Sendang Made adalah sebuah perlambang untuk terjun ke dunai seni tradisional dari berbagai macam profesi seni.
Kumkum sinden ini juga dilakukan untuk pembersihan jiwa semua pelaku seni agar selalu menghasilkan karya yang semakin baik. Selain itu juga sebagai bentuk penobatan profesionalisme, tujuan agar tidak terjadi kesenjangan diantara sesama seniman. Biasanya ada puluhan sinden dan dalang yang hadir untuk ‘diwisuda’, yang bertujuan supaya suaranya makin merdu dan orderan manggung tak pernah surut. Ritual penglaris ini juga dipercaya membuat para sinden dan dalang menjadi awet muda serta auranya terpancar. Beberapa orang meyakini, sinden yang pernah mandi di Sendang Made selalu tampak anggun dan mempesona. Prosesi unik dimulai dengan mengguyur air sendang ke tubuh para peserta ritual. Dengan kebaya merah dan jarik, para sinden ini berjajar untuk melakukan ritual kungkum. Saat air sendang diguyurkan oleh tokoh masyarakat setempat, para calon sinden dan dalang dianjurkan berdoa meminta apa yang diinginkan kepada Yang MahaKuasa. Lalu dituangkan air yang sudah diberi doa ke dalam guci yang boleh dibawa pulang oleh para peserta pelantikan. Setelah selesai dilantik sebagai sinden, para peserta penobatan dikalungkan selendang hijau yang menandakan mereka sudah sah sebagai sinden. Selendang hijau yang dikalungkan tampak kontras dengan kebaya merah yang mereka kenakan. Kebaya merah adalah jati diri mereka dan pengalungan selendang hijau sebuah perlambang para sinden ini resmi masuk dalam dunia seni tradisional. Merah dipadukan dengan hijau, sesuai dengan warna perlambang kota Jombang.
Destinasi wisata ini masih benar-benar alami dan kuno, sehingga masih banyak diperlukan penataan. Kolam yang ada di Kompleks Sendang Made masih terjaga dengan aman. Bangunan-bangunan tersebut juga dilarang untuk dirombak karena ada kepercayaan khusus yang masih dipegang teguh pengelola dan juru kunci. Entah apa tujuan dari pantangan ini, setidaknya dengan adanya larangan ini nilai historis dari Sendang Made masih terjaga.
https://gapurajombang.wordpress.com/2014/05/04/situs-sendang-made/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja