Pada zaman dahulu kala, di kampung Tambang Danau, hiduplah seorang janda serta seorang anaknya laki-laki, yang bernama Bowak. Setelah Bowak berusia kurang lebih dari dua belas tahun, ia tidak lagi turut serta ibunya pergi ke ladang, tetapi tinggal menjaga rumah sambil membuat makanan babi. Tiap petang babi dan ayam-ayamnya diberinya makan. Tiap-tiap hari apabila matahari sedang naik, duduklah si Bowak mengiris-iris keladi dan ubi kayu, lalu memasaknya dicampurkan dengan dedak untuk makanan babi-babinya yang sangat banyak itu. Kalau babi sudah cukup besar, dan ada yang memerlukan, babi itupun dijualnya. Sedangkan hasil penjualannya dipergunakan Bowak dan ibunya membeli keperluan hidup sehari-hari, seperti pakaian, keperluan dapur serta memperbaiki kerusakan-kerusakan rumah mereka. Sambil memotong-motong keladi, Bowak berpantun-pantun dan menyanyi-nyanyi, katanya "Memotong-motong burung Tingan tidak berselang hari. "Mencincang-cincang naga putih setiap panas hari". Pantu...
Dahulu kala orang tinggal dibentang. Di zaman itu boleh dikatakan tak ada rumah yang bentuknya seperti rumah sekarang. Betang itu rumah panjang dan besar. Beratus-ratus orang ditampung di dalamnya. Dalam sebuah kampung biasanya terdapat beberapa buah betang. Kalau banyak pemuda-pemudi kawin atau berkeluarga, dan betang yang sudah tidak mampu lagi menampung mereka, maka dibangunlah betang yang baru. Pada suatu tempat di Kapuas, dahulu kala ada sebuah kampung. Betang di kampung itu tidak cukup menampung pemuda-pemudi yang baru berumah tangga. Karena itu penduduk mufakat untuk bergotong royong membangun betang yang baru bagi mereka. Pada hari yang sudah ditentukan, orang banyak bergegas-gegas keluar dari betangnya membawa perkakas masing-masing, menolong menggali tanah tempat mendirikan tiang betang yang baru dibangun. Demikianlah mereka mulai menggali, menggunakan linggis memakai dayung dan ada yang menggunakan mandau, pendeknya mereka menggunakan bermacam-macam perkakas....
Pada suatu hari ikan miau berkunjung ke rumah saudaranya ikan kakapar. Ia berkata kepada saudaranya itu. "Oh, adikku aku hendak pergi merantau melihat negeri orang. Sudah bosan rasanya saya selalu tinggal di kampung. Saya ingin juga menambah pengalaman. Bagaimana pendapatmu? "Pikiranmu itu baik saja, kakanda, cuma harus dipikirkan masak-masak lebih dahulu, kalau-kalau yang diperoleh kakanda nanti bukan yang mengenakkan melainkan cuma sesuatu yang menyusahkan" sahut kakapar. Maka kata miau, "Yah sudah ku pikirkan juga hal itu. Dan pikiranku sudah tetap hendak pergi merantau." Kakapar diam sejenak, lalu kemudian ia bersuara lagi, "Kalau kehendakmu memang sudah tetap dan tak dapat dihalang-halangi lagi, silahkan laksanakan saja maksudmu itu. Cuma kakanda harus ingat di jalanan banyak sekali bahaya. Menurut suara bunyi burung Tingan. Maharaja sekarang sedang memasang bubu tampirainya dimana-mana. Baiklah kakanda berhati-hati. Jangan sampai terjerumus melihat sesuatu yang...
Pada suatu hari Pak Paloy, berangkat ke hutan hendak mencari kulat, rebung dan daun paku-pakuan untuk gulai mereka anak-beranak. Maka ia pun membawa bakul yang dipikulnya diatas bahunya lalu berangkat. Sampai di hutan Pak Paloy, menemukan sebuah kumpulan kulat, banyak sekali kulat (cendawan) itu sehingga memutih kelihatannya tanah itu. Maka Pak Paloy mulai memetik cendawan itu lalu dimasukkannya ke dalam bakulnya. Ketika ia memetik cendawan itu dengan tak terasa sampailah ia ke suatu tempat di mana banyak sekali bunga-bungaan. Ada yang putih, kuning, merah dan masih banyak lagi warna-warninya, cukup macam bunga-bungaan yang ada di situ. Pak Polay pun melepaskan bakulnya dari atas bahunya lalu menuju bunga-bungaan itu. Diciumnya bunga-bungaan itu disana-sini. "Bunga itu bagus, tetapi kurang harum " kata Pak Polay, baiklah aku pergi ke sana barangkali yang itu bagus dan harum baunya serta bagus rupanya, boleh aku memetiknya untuk Bu Paloy." "Bunga ini harum baunya tetapi tidak...
Cerita ini mengisahkan seorang Kahayan bernama Bagalah. Ia adalah seorang kaya raya yang banyak sekali menyimpan guci-guci. Ia memelihara seekor anjing. Anjing itu memang anjing kesayangannya dan karena itu dinamainya Bagalah. Bahkan tempat memberi makanannya pun piring malawen, tidak boleh sembarangan. Entah bagaimana pada suatu ketika, saat mereka berdua (istrinya) pergi bekerja di ladang, anjing yang ditinggalkannya ini tiba-tiba menghilang, tak tahu kemana perginya sebuah guci juga hilang pada saat yang bersamaan. Ia bertanya-tanya dalam hatinya, siapakah gerangan yang sampai hati mencuri anjing dan guci tersebut. Sakit hatinya bukan kepalang, terutama memikirkan gucinya. Demikianlah pada zaman itu ia mengembara ke-mana-mana, sepanjang sungai Kahayan, ke hulu sungai Katingan, Seroyan, mencari kemanakah perginya anjing itu. Setelah agak lama ia diam di kampung Sembuluh, disitulah ia mendengar seseorang bernama Bagalah. Ia heran mengapa nama orang tersebut sama...
Pada Jaman dahulu di daerah Kalimantan Tengah tidak ada raja, pangeran atau pun raden bupati. Yang lazim dipakai hanyalah gelar saja (untuk kepala suku). Kepala Suku Tomun Sarang Maruya yang mula- mula ialah Santomang. Tetapi sesudah pemerintahan Santomang, terjadilah perpisahan tiap-tiap puak atau keluarga. Maka kami suku Tomun duduklah seorang kepala suku yang kenamaan dan rupawan, bergelar Todung Pandak. Rupanya Todung Pandak (Todung Pendek) ini bukanlah binatang atau ular, melainkan gelar seorang kepala suku yang kuat, yang disegani dan gagah berani. Di bagian Timur, yaitu di bagian Kapuas, Kahayan, Sampit, pendeknya di bagian imur, rupanya gelar kepala suku itu sama saja. Karena kita sama suku Dayak, kita memakai gelar yang sama yaitu Todung. Di daerah Kotawaringing ini disebut Todung Mandak dan di daerah Kapuas/Kahayan, namanya disebut Todung Panjang. Todung Mandak ini banyak kepandaiannya, keberaniannya, kepintarannya, bahkan terkenal kekejamannya. Juga istrinya palin...
Kampung Ja'ar Sangarasi adalah kepunyaan Dambung Halang. Tempat pemukiman sebelumnya adalah di seberang kampung Sangarasi itu. Di permukiaman itu dia memperoleh anak, tetapi semua anaknya itu mati. Karena ia tidak senang tinggal di sana dan tempat dianggap panas itu. Maka disuruhnya dua orang budaknya yaitu si Bayuku dan si Risa untuk mencari tempat lain untuk mendirikan kampung yang baru. Bambang Halang berkata, "Pergilah kamu berdua hari ini mencari tempat lain untuk mendirikan kampung baru, karena tempat ini tidak menyenangkan. Anak-anak saya telah mati disini. Disamping itu tempat ini terasa panas dan tidak tenteram. Kamu berdua harus segera pergi!". Atas perintah raja, maka pergilah keduanya. Dalam perjalanan, mereka menemukan sebuah sungai yaitu sungai Ja'ar, yaitu di sekitar Lubuk Kajang sekarang. Dengan tidak berpikir panjang lagi, serta tidak memperdulikan dalam atau dangkal, mereka seberangilah sungai tadi. Ketika mereka menyeberang, terinjaklah oleh...
Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya. Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) mak...
Setelah seseorang dari suku Dayak Maanyan dinyatakan meninggal maka dibunyikanlah gong beberapa kali sebagai pertanda ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal. Segera setelah itu penduduk setempat berdatangan ke rumah keluarga yang meninggal sambil membawa sumbangan berupa keperluan untuk penyelenggaraan upacara seperti babi, ayam, beras, uang, kelapa, dan lain-lain yang dalam bahasa Dayak Maanyan disebut nindrai . Beberapa orang laki-laki pergi ke dalam hutan untuk mencari kayu bakar dan menebang pohon hiyuput (pohon khusus yang lembut) untuk dibuat peti mati. Kayu yang utuh itu dilubangi dengan beliung atau kapak yang dirancang menyerupai perahu tetapi memakai memakai tutup. Di peti inilah mayat nantinya akan dibaringkan telentang, peti mati ini dinamakan rarung . Seseorang yang dinyatakan meninggal dunia mayatnya dimandikan sampai bersih, kemudian diberi pakaian serapi mungkin. Mayat tersebut dibaringkan lurus di atas tikar bamban yang diat...